Lafadz Lafadz yang
Ringan di Lidah
Banyak kata…keluar dari lisan kita. Tapi entah berapa
yang mengeluarkan sepatah dua patah yang menambah bekal pahala di akhirat
nanti. Ya saudariku…hanya sepatah dua patah kata…yang terasa ringan untuk
diucapkan, mudah untuk dihafalkan, dan dapat menambah keimanan kita. Bukankah
iman bertambah dan berkurang? Semoga kita tidak lupa untuk mengamalkan sunnah
ini dan bersemangat untuk menghafalkan dan mengamalkan do’a dan dzikir lainnya
(yang membutuhkan waktu untuk menghafalkan dan mengamalkannya) yang shahih dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Bismillah
Untuk lafadz yang satu ini, mungkin kita sendiri lupa
entah kapan mulai mempelajarinya. Ternyata banyak saat-saat yang kita
disunnahkan untuk mengluarkan lafadz ini. Yang pertama adalah saat hendak mulai
makan. Hei…mungkin langsung ada yang bertanya-tanya, bukankah saat hendak makan
doa yang dibaca “Allahumma bariklana…?”
Jawabnya, “Bukan saudariku.” Bahkan do’a tersebut tidak
pernah diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam karena hanya
disebutkan dalam hadits yang lemah riwayat dari Ibnu Sunni. Cukup dengan
‘bismillah’. Maka setan tidak akan dapat ikut makan bersama kita.
Dari Jabir radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Saya
mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
‘Apabila seseorang masuk rumahnya dia menyebut Allah
Ta’ala pada waktu masuknya dan pada waktu makannya, maka setan berkata kepada
teman-temannya, ‘Kalian tidak punya tempat bermalam dan tidak punya makan
malam.’ Apabila ia masuk tidak menyebut nama Allah pada waktu masuknya itu,
maka setan berkata, ‘Kalian mendapatkan tempat menginap’, dan apabila ia tidak
menyebut nama Allah pada waktu makan, maka setan berkata, ‘Kalian mendapatkan
tempat bermalam dan makan malam.'” (HR. Muslim)
Adapun jika kita terlupa membaca ‘bismillah’ di awal
waktu kita makan, maka kita cukup membasa ‘bismillah awwalahu wa aakhirohu’ di
saat kita ingat.
Dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anhuma, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Apabila salah seorang kamu makan, maka
sebutlah nama Allah Ta’ala (bismillah -pen). Jika ia lupa menyebut nama Allah
di awal makannya, maka hendaklah ia mengucapkan,
بِسْمِ
اللهِ أوَّلَهُ وَ اخِرَهُ
(Dengan
menyebut nama Allah pada awalnya dan pada akhirnya)’.” (HR. Abu Daud dan
Tirmidzi, dia berkata, “Hadits hasan shahih”)
Kita juga
disunnahkan membaca bismillah ketika kendaraan yang kita kendarai mogok. (HR.
Abu Daud, dinyatakan shahih oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Daud
III/941)
Subhanallah
Alhamdulillah,
dzikir yang satu ini pun sudah kita hafal sejak lama. Dzikir ini dapat kita
amalkan setelah sholat sebanyak 33 kali (HR. Bukhari dan Muslim) atau kita
dzikirkan pula sebelum tidur sebanyak 33 kali (HR. Bukhari dan Muslim). Dalam
satu riwayat lain, dibaca sebanyak 34 kali sebelum tidur. Lafadz ini juga
disunnahkan untuk diucapkan ketika kita dalam perjalanan dengan kondisi jalan
yang menurun (HR. Bukhari dalam al-Fath VI/135). Dapat pula kita ucapkan ketika
kita sedang takjub dengan kebesaran ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala (HR.
Bukhari)
Adapula
lafadz tasbih lainnya yang telah diajarkan Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, sebagai berikut:
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Dua kalimat yang ringan di lidah,
berat dalam timbangan, dicintai Allah Yang Maha Pengasih, (yaitu),
سُبْحَانَ اللَّهِ
وَبِحَمْدِهِ ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ
“Maha suci
Allah dan segala puji bagi-Nya, maha suci Allah Yang Maha Agung.” (HR. Bukhari
dan Muslim)
Pada hadits
lainnya, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
ucapan yang paling dicintai Allah adalah
سُبْحَانَ
اللهِ وَ بِحَمْدِ هِ
(HR.
Muslim)
Alhamdulillah
Lafadz ini
adalah ungkapan rasa syukur seorang hamba kepada Rabbnya dengan memberikan
pujian kepada-Nya. Lafadz ini juga disunnahkan dibaca setelah sholat sebanyak
33 kali dan juga sebelum tidur 33 kali.
Setelah
bersin, kita juga disunnahkan mengucapkan alhamdulillah atau alhamdulillah ‘ala
kulli haal (HR. Bukhari). Nah, bagi yang mendengar lafadz alhamdulillah dari
orang yang bersin, maka berikanlah do’a kepadanya, yaitu
يَر حَمُكَ اللّه
yarhamukallah
“Semoga
Allah merahmatimu.”
Kalau sudah
mendapat do’a ini, maka orang yang bersin tadi membaca
يَهْدِ يكُمُ اللّهُ و يُصلح
بَالَ كُمْ
yahdikumullah
wa yuslih baalakum’
“Semoga
Allah memberi petunjuk dan memperbaiki keadaanmu.”
Keutamaan
dzikir alhamdulillah dan dzikir subhanallah juga terdapat dalam hadits berikut,
“Dari Abu
Malik al-Asy’ary dia berkata, ‘Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Bersuci
adalah setengah iman, الحَمْدُ لِلَّهِ memenuhi timbangan, dan سُبْجَانَ
اللّهِ وَ الْحَمْدُ لِلَّهِ (Maha
suci Allah dan segala puji bagi-Nya) memenuhi antara tujuh langit dan bumi.”‘”
(HR. Muslim)
Allahu
Akbar
Sama
seperti dua lafadz sebelumnya, lafadz ini juga disunnahkan dibaca setelah
sholat dan sebelum tidur. Setelah shalat sebanyak 33 kali dan sebelum tidur
sebanyak 33 kali (dalam riwayat lain 34 kali).
Lafadz
Allahu Akbar juga sunnah diucapkan ketika melihat sesuatu yang menakjubkan dari
ciptaan Allah (HR. Bukhari dalam al-Fath). Dan tahukah saudariku, ternyata
lafadz ini juga termasuk dzikir yang sunnah diucapkan ketika dalam perjalanan
dengan kondisi jalan yang menanjak. (HR. Bukhari dalam al-Fath VI/135)
Laa
ilaha illallah
Alhamdulillah,
kita semua tentu telah melafadzkan ini karena inilah salah satu pembeda antara
muslim dengan kafir. Tentu saja pelafalan lafadz laa ilaha illallah harus
disertai dengan keyakinan hati dan pemaknaan yang benar, bahwa tidak ada ilah
atau sesembahan yang berhak disembah selain Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Rasululllah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga menjelaskan tentang lafadz ini dalam
haditsnya,
“Sebaik-baik
dzikir adalah ada لا اله الا الله (tiada Ilah yang
berhak disembah melainkan Allah).” (HR. Tirmidzi dan dia berkata, “Hadits
hasan.”)
Dan sungguh
manis ganjaran orang yang yang melafadzkan dzikir ini, sebagaimana dijelaskan
oleh Rasululllah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Barangsiapa
mengucapkan laa ilaah illallah, maka ditanamkan baginya sebatang pohon kurma di
Surga.” (HR. Tirmidzi dan dia berkata, “Hadits hasan.”)
Saudariku
tentu juga mengetahui, pernah menjadi tren ‘latah’ yang menyebar di berbagai
kalangan. Salah satu ciri latah ini adalah jika seseorang dikagetkan atau
terkejut, maka akan keluar kata-kata yang tidak dia sadari. Atau bahkan ia bisa
dikontrol oleh orang yang mengejutkannya sehingga berkata-kata atau bertingkah
laku yang tidak-tidak. Padahal untuk urusan yang terlihat kecil ini, ternyata
telah pula diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang
yang terkejut disunnahkan untuk mengucapkan lafadz ‘laa ilaha illallah’. (HR.
Bukhari dalam Fathul Baari VI/181 dan Muslim IV/22208)
Masya Allah
Yang satu
ini, seringkali penulis dengar dilafalkan bukan pada tempatnya. Masya Allah
memiliki makna “Atas kehendak Allah”. Lafadz ini diucapkan ketika kita takjub
melihat kelebihan yang dimiliki oleh orang lain, baik berupa harta, kondisi
fisik atau yang lainnya. Dalam surat Al Kahfi, terdapat tambahan,
“Masya
Allah laa quwwata illa billah”
“Sungguh
atas kehendak Allah semua ini terwujud, tidak ada kekuatan kecuali dengan
bantuan Allah.”
Lafadz ini
juga berkaitan dengan penyakit ‘ain. Dengan melafadzkan “Masya Allah” ketika
kita mengaggumi kelebihan yang dimiliki orang lain, diharapkan orang tersebut
tidak terkena penyakit ‘ain disebabkan pandangan kita. Karena penyakit ‘ain ini
dapat terjadi baik kita sengaja ataupun tidak.
Nah…yang
sering menarik pandangan seseorang adalah tingkah dan fisik anak kecil yang
menggoda. Pipinya yang lucu, matanya yang nakal dan lain sebagainya. Lalu
datanglah pujian dari sanak, saudara atau teman sekitar kita. Namun kita
mungkin lupa, bahwa anak juga merupakan anugrah yang dapat terkena ‘ain. Maka,
ingatkanlah orang-orang sekitar untuk mengucapkan masya Allah ketika memberikan
pujian kepada anak kita. Begitupula dengan kita sendiri ketika memuji anak atau
benda milik seseorang, maka ucapkanlah ‘masya Allah’ ini.
Astaghfirullah
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah berkata, “Pujian yang paling tinggi adalah la ilaha
illallah, sedangkan doa yang paling tinggi adalah perkataan astaghfirullah.
Allah memerintahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mengesakan
Allah dan memohon ampunan bagi diri sendiri dan bagi orang-orang mukmin.”
Memohon
ampunan dengan lafadz ini sunnah diucapkan sebanyak 3 kali setelah selesai
salam dari sholat wajib. Kita juga dapat memohon ampunan sebanyak-banyaknya,
sebagaimana banyak ayat Al-Qur’an menunjukkan hal ini. Begitupula dari contoh
perbuatan Rasululllah shallallahu’alaihi wa sallam (padahal beliau sudah
diampuni dosanya yang telalu lalu dan akan datang). Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
“Demi
Allah, sesungguhnya aku benar-benar memohn ampun kepada Allah dan bertaubat
kepada-Nya lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari.” (HR. Bukhari)
Kita
sebagai wanita juga diperintah untuk memperbanyak istighfar, sebagaimana dalam
hadits berikut,
“Wahai
sekalian kaum wanita, bersedekahlah dan perbanyaklah istighfar, karena
sesungguhnya aku melihat kalian adalah kebanyakan penghuni neraka!”
Seorang
wanita dari mereka bertanya, “Wahai Rasululllah, mengapa kami menjadi
kebanyakan penghuni neraka?”
Beliau
menjawab, “Kalian terlalu banyak melaknat dan ingkar (tidak bersyukur) terhadap
(kebaikan) suami, aku tidak melihat orang yang kurang akal dan agamanya bisa
mengalahkan lelaki yang berakal kecuali kalian.”
Ia
bertanya, “Apa maksudnya kurang akal dan agama?”
Beliau
menjawab, “Persaksian dua orang wanita sama dengan seorang laki-laii dan wanita
berdiam diri beberapa hari tanpa shalat.”
(HR.
Muslim)
Ini adah
lafadz-lafadz dzikir yang ringan di lidah dan mudah untuk dihafal dan
diamalkan, insya Allah. Semoga yang ringan ini juga menjadi pemicu untuk
menghafal dan mempraktekkan do’a dan dzikir-dzikir lain yang lebih panjang. Barakallahufikunna.
Maraji’:
Hisnul Muslim (terj), Said bin Ali bin Wahf al-Qahthani,
at-Tibyan
Istighfar (terj), Ibnu Taimiyah, Darul Falah, cetakan
pertama 2002 M
Riyadus Shalihin, Jilid 1 (terj), Imam Nawawi dengan
tahkik Syaikh Nashiruddin al-Albani, Duta Ilmu, cetakan kedua 2003
Riyadus Shalihin, Jilid 2 (terj), Imam Nawawi dengan
tahkik Syaikh Nashiruddin al-Albani, Duta Ilmu, cetakan kedua 2003
***
Penulis:
Ummu Ziyad
Muroja’ah:
Ust. Aris Munandar
Artikel muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar