Semakin Allah Cinta
Hamba, Kian Berat Ujian akan Dihadapi
REPUBLIKA.CO.ID, REPUBLIKA.CO.ID, Pada hakikatnya ujian
mencerminkan kasih sayang dan keadilan Allah SWT pada hamba-hamba-Nya yang
beriman. Allah SWT 'tidak rela' menimpakan azab yang tidak terperi sakitnya di
akhirat kelak, hingga Ia menggantinya dengan azab dunia yang 'sangat ringan'.
Dalam perspektif seperti ini, musibah berfungsi sebagai penggugur dosa-dosa.
Jadi, semakin Allah cinta pada seseorang, maka ujian yang
diberikan padanya bisa semakin berat. Karena ujian tersebut akan semakin
menaikkan derajat dan kemuliaannya di hadapan Allah. Orang yang paling dicintai
Allah adalah para Nabi dan Rasul. Mereka adalah orang yang paling berat
menerima ujian semasa hidupnya.
Umat Muslim membaca Al-Quran saat hari pertama puasa
Ramadhan 1442 Hijriah di Masjid Raya Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat.
Ujian mereka sangat berat melebihi ujian yang diberikan
kepada manusia lainnya. Contohnya Nabi Ayub AS. Allah SWT mengujinya dengan
kemiskinan dan penyakit yang sangat berat selama berpuluh-puluh tahun, tapi ia
tetap sabar.
Setelah para Nabi dan Rasul, orang yang ujiannya sangat
berat adalah para shalihin dan para ulama. Demikianlah secara berurutan, hingga
Allah SWT menimpakan ujian yang ringan kepada orang-orang awam, termasuk kita
di dalamnya. Yang pasti, ketika setelah seseorang mengikrarkan diri beriman,
maka Allah akan menyiapkan ujian baginya.
Dalam Alquran tertulis janji Allah, ''Apakah manusia itu
mengira bahwa mereka akan dibiarkan (saja) mengatakan: Kami telah beriman,
lantas tidak diuji lagi? Sungguh Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka,
maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan mengetahui
orang-orang yang dusta'' (QS Al Ankabut: 2-3).
"Jika Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya,
maka Dia menyegerakan hukuman di dunia. Jika Allah menghendaki keburukan bagi
hamba-Nya, maka Dia menahan hukuman kesalahannya sampai disempurnakannya pada
hari Kiamat'' (HR Imam Ahmad, At Turmidzi, Hakim, Ath Thabrani, dan Baihaqi).
Suatu ketika seorang laki-laki bertemu dengan seorang
wanita yang disangkanya pelacur. Dengan usil, lelaki itu menggoda si wanita
sampai-sampai tangannya menyentuh tubuhnya. Atas perlakuan itu, si wanita pun
marah. Lantaran terkejut, lelaki itu menoleh ke belakang, hingga mukanya
terbentur tembok dan ia pun terluka. Pascakejadian, lelaki usil itu pergi
menemui Rasulullah dan menceritakan pengalaman yang baru saja dialaminya.
Rasulullah SAW berkomentar, ''Engkau seorang yang masih dikehendaki oleh Allah
menjadi baik''. Setelah itu, Rasul mengucapkan hadis yang diriwayatkan oleh
Abdullah bin Mughaffal.
Dalam riwayat At Turmidzi, hadis itu disempurnakan dengan
lafadz sebagai berikut, ''Dan sesungguhnya Allah, jika Dia mencintai suatu
kaum, Dia menguji mereka. Jika mereka ridha, maka Allah ridha kepadanya. Jika
mereka benci, Allah membencinya''. Kecintaan Allah kepada hamba-Nya di dunia
tidak selalu diwujudkan dalam bentuk pemberian materi atau kenikmatan lainnya.
Kecintaan Allah bisa berbentuk musibah.
Musibah yang ditimpakan Allah kepada manusia dapat
dilihat dari empat perspektif. Yang pertama, sebagai ujian dari Allah. Kedua,
sebagai tadzkirah atau peringatan dari Allah kepada manusia atas dasar sifat
Rahman-Nya. Ketiga, sebagai azab bagi orang-orang fasiqin, munafiqin, ataupun
kafirin. Kalau ia menemui kematian dalam musibah tersebut, maka ia mati dalam
keadaan tidak diridhai Allah. Dalam konteks hadis ini, musibah, biasanya
sesuatu yang menyakitkan, dapat dilihat sebagai ujian.
Red: Nashih
Nashrullah
0 komentar:
Posting Komentar