Berlipatnya Pahala
Amalan di Bulan Ramadhan
Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa
‘ala aalihi wa shohbihi ajma’in. Bulan Ramadhan sungguh adalah bulan penuh
dengan limpahan pahala. Bahkan pahala setiap amalan akan dilipatgandakan di bulan
Ramadhan. Berikut penjelasannya.
Allah Ta’ala berfirman,
شَهْرُ
رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ
الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan
yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat
tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al
Baqarah: 185)
Ibnu Katsir
rahimahullah mengatakan, “Allah Ta’ala memuji bulan Ramadhan (bulan puasa)
dibanding bulan-bulan lainnya. Di bulan Ramadhan tersebut, Allah memilihnya
sebagai waktu turunnya Al Qur’an yang mulia.”[1] Ini menunjukkan bahwa bulan
Ramadhan adalah bulan yang istimewa dari bulan lainnya.
Allah
Ta’ala pun telah mewajibkan puasa Ramadhan. Ini berarti puasa Ramadhan lebih
utama dari puasa lainnya yang dihukumi sunnah. Dan amalan wajib tentu saja
harus lebih didahulukan daripada amalan sunnah. Ibnu Taimiyah rahimahullah
mengatakan,
وَجَبَ التَّقَرُّبُ
بِالْفَرَائِضِ قَبْلَ النَّوَافِلِ وَالتَّقَرُّبُ بِالنَّوَافِلِ إنَّمَا
يَكُونُ تَقَرُّبًا إذَا فُعِلَتْ الْفَرَائِضُ
“Wajib
mendekatkan diri pada Allah dengan melakukan hal-hal wajib sebelum yang sunnah.
Mendekatkan diri pada Allah dengan perkara yang sunnah bisalah dianggap sebagai
ibadah jika yang wajib dilakukan.”[2]
Telah ada
dalil yang menjelaskan motivasi untuk melaksanakan qiyam ramadhan yaitu shalat
tarawih. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
melakukan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) karena iman dan mencari pahala, maka
dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.”[3]
Begitu pula
dalam hadits lainnya diterangkan mengenai keutamaan melakukan amalan lainnya
(amalan apa saja) di bulan Ramadhan. Sebagaimana yang dikeluarkan dalam Sunan
At Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا كَانَ أَوَّلُ لَيْلَةٍ
مِنْ شَهْرِ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِينُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ
أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أَبْوَابُ
الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِى مُنَادٍ يَا بَاغِىَ
الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِىَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ
النَّارِ وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ
“Pada malam
pertama bulan Ramadhan syetan-syetan dan jin-jin yang jahat dibelenggu,
pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satupun pintu yang terbuka dan
pintu-pintu surga dibuka, tidak ada satu pun pintu yang tertutup, serta seorang
penyeru menyeru: “Wahai yang mengharapkan kebaikan bersegeralah (kepada
ketaatan), wahai yang mengharapkan keburukan/maksiat berhentilah”. Allah
memiliki hamba-hamba yang selamat dari api neraka pada setiap malam di bulan
Ramadhan”.[4]
Syaikh
Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili hafizhohullah mengatakan, “Dalil ini menunjukkan
keutamaan seluruh amalan kebaikan yang dilakukan di bulan Ramadhan, lebih-lebih
lagi amalan qiyam Ramadhan (shalat tarawih) setelah puasa wajib, sebagaimana
keterangan yang telah lewat mengenai keutamaan qiyam Ramadhan.”[5]
Dari sinilah
ada beberapa hadits dho’if (hadits lemah) yang menjelaskan bahwa amalan di
bulan Ramadhan itu akan berlipat-lipat pahalanya. Hadits dho’if tersebut masih
tercakup dalam hadits shahih riwayat Tirmidzi di atas.
Berlipatnya
pahala amalan di bulan Ramadhan ini mutlak untuk amalan apa saja sebagaimana
diterangkan oleh Syaikh Ibrahim Ar Ruhaili dalam kitabnya Tajridul Ittiba’[6].
Kita dapat pula melihat dari perkataan para salaf berikut.
Guru-guru
dari Abu Bakr bin Maryam rahimahumullah pernah mengatakan, “Jika tiba bulan
Ramadhan, bersemangatlah untuk bersedekah. Karena bersedekah di bulan tersebut
lebih berlipat pahalanya seperti seseorang sedekah di jalan Allah (fii
sabilillah). Pahala bacaaan tasbih (berdzikir “subhanallah”) lebih afdhol dari
seribu bacaan tasbih di bulan lainnya.”
An Nakho’i
rahimahullah mengatakan, “Puasa sehari di bulan Ramadhan lebih afdhol dari
puasa di seribu hari lainnya. Begitu pula satu bacaan tasbih (berdzikir
“subhanallah”) di bulan Ramadhan lebih afdhol dari seribu bacaan tasbih di hari
lainnya. Begitu juga pahala satu raka’at shalat di bulan Ramadhan lebih baik
dari seribu raka’at di bulan lainnya.”[7]
Ibnu Rajab
Al Hambali rahimahullah mengatakan, “Sebagaimana pahala amalan puasa akan
berlipat-lipat dibanding amalan lainnya, maka puasa di bulan Ramadhan lebih
berlipat pahalanya dibanding puasa di bulan lainnya. Ini semua bisa terjadi
karena mulianya bulan Ramadhan dan puasa yang dilakukan adalah puasa yang
diwajibkan oleh Allah pada hamba-Nya. Allah pun menjadikan puasa di bulan
Ramadhan sebagai bagian dari rukun Islam, tiang penegak Islam.”[8]
Intinya, di
antara pahala suatu amalan bisa berlipat-lipat karena amalan tersebut
dilaksanakan di waktu yang mulia yaitu seperti pada bulan Ramadhan. Begitu
amalan bisa berlipat pahalanya jika dilaksanakan di tempat yang mulia (seperti
di Makkah dan Madinah) atau bisa pula berlipat pahalanya karena dilihat dari
keikhlasan dan ketakwaan orang yang mengamalkannya.[9]
Semoga
dengan mengetahui hal ini, kita akan semakin semangat melakukan amalan di bulan
suci Ramadhan ini. Apalagi dengan dibukakannya pintu surga, ditutupnya pintu
neraka dan dibelenggunya setan di bulan Ramadhan, seharusnya kita lebih giat
lagi untuk beribadah dan beramal. Oleh karena itu, janganlah meremehkan satu
kebaikan sedikit pun juga di bulan penuh berkah ini. Semoga Allah beri
kemudahan untuk beramal sholih dengan senantiasa meminta pertolongan Allah,
dengan niatan ikhlas karena mengharap wajah-Nya dan mengikuti tuntunan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat.
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel www.rumaysho.com
[1] Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah
Qurthubah, 2/179.
[2] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan
ketiga, 1426 H, 17/133.
[3] HR. Bukhari no. 37 dan Muslim no. 759.
[4] HR. Tirmidzi no. 682 dan Ibnu Majah no. 1642. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[5] Tajridul Ittiba’, Ibrahim bin ‘Amir Ar Ruhaili, Dar
Al Imam Ahmad, cetakan 1428 H, hal. 118.
[6] Lihat Tajridul Ittiba’, hal. 117-118.
[7] Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, Al
Maktab Al Islami, cetakan pertama, 1428 H, hal. 270.
[8] Lathoif Al Ma’arif, hal. 271.
[9] Lihat penjelasan Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah
dalam Lathoif Al Ma’arif, hal. 269-271.
0 komentar:
Posting Komentar