Keutamaan Bulan
Dzulqa’dah
BULAN Dzulqa'dah adalah bulan ke-11 dalam kalender Islam
setelah bulan Syawal dan sebelum bulan Dzulhijjah (bulan haji).
Nama bulan ini disebut pula dengan nama Dzulqo'dah,
Dzulqaidah, Dzulkaidah, Zulkadah, dan Dulkangidah. Bulan ini dikenal pula
dengan nama bulan Apit atau Hapit (Jawa Kuno).
Menurut masyarakat Jawa, apit berarti terjepit. Hal ini
karena bulan ini terletak di antara dua hari raya besar yaitu, Idul Fitri
(Syawal) dan Idul Adha (Dzulhijah).
Pengertian Dzulqa'dah
Secara bahasa, Dzul Qo’dah terdiri dari dua kata: Dzul
yang artinya "sesuatu yang memiliki" dan Al Qo’dah yang artinya
"tempat yang diduduki".
Bulan ini disebut Dzul Qo’dah karena pada bulan ini,
kebiasaan masyarakat Arab duduk (tidak bepergian) di daerahnya dan tidak
melakukan perjalanan atau peperangan.
Secara bahasa, dzulqa’dah juga berarti “penguasa genjatan
senjata” karena pada saat itu bangsa Arab dilarang melakukan peperangan.
Hapit Bukan Bulan Sial, Justru Bulan Mulia
Hingga zaman now masih beredar kepercayaan bulan
Dzulqa'dah sebagai bulan sial atau bulan tidak baik untuk menikah dan
sebagainya. Dalam Islam, kepercayaan tersebut dilarang karena merupakan bagian
dari tahayul dan khurafat.
Justru, dalam Islam, bulan Dzulqa'dah termasuk salah satu
dari empat bulan haram, yaitu bulan yang dimuliakan atau disucikan Allah SWT
selain Muharram, Dzulhijjah, dan bulan Rajab.
Allah SWT berfirman dalam Q.S. At-Taubah:36
إِنَّ
عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ
يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا
الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ
اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36)
“Sesungguhnya
bilangan bulan di sisi Allah ialah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di
waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya (terdapat) empat bulan
haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya dirimu
dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya
sebagaimana mereka pun memerangi kamu semuanya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah
bersama-sama orang yang bertakwa.”
Bulan haram
ialah bulan yang dijadikan oleh Allah sebagai bulan yang suci lagi diagungkan
kehormatannya.
Bulan
Dzulqa’dah termasuk bulan haram ditegaskan dalam hadits shahih berikut ini:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ
كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ
شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ
وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى
وَشَعْبَانَ
“Sesungguhnya
zaman berputar sebagai mana ketika Allah menciptakan langit dan bumi. Satu
tahun ada dua belas bulan. Diantaranya ada empat bulan haram (suci), tiga bulan
berurutan: Dzul Qo’dah, Dzulhijjah, dan Muharram, kemudian bulan Rajab suku
Mudhar, antara Jumadi Tsani dan Sya’ban.” (HR. Bukhari 3197 & Muslim 4477).
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اعْتَمَرَ أَرْبَعَ عُمَرٍ كُلُّهُنَّ فِي ذِي
الْقَعْدَةِ إِلَّا الَّتِي مَعَ حَجَّتِهِ: عُمْرَةً مِنَ الْحُدَيْبِيَةِ، أَوْ
زَمَنَ الْحُدَيْبِيَةِ فِي ذِي الْقَعْدَةِ، وَعُمْرَةً مِنَ الْعَامِ
الْمُقْبِلِ فِي ذِي الْقَعْدَةِ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan umrah sebanyak empat kali, semuanya di
bulan Dzul Qo’dah, kecuali umrah yang dilakukan bersama hajinya. Empat umrah
itu adalah umrah Hudaibiyah di bulan Dzul Qo’dah, umrah tahun depan di bulan
Dzul Qo’dah (HR. Bukhari 1780 & Muslim 1253)
Kisah Nabi
Musa
Di antara
keistimewaan lain dari bulan Dzulqa’dah, bahwa Allah SWT berjanji kepada Nabi
Musa as untuk berbicara dengannya selama tiga puluh malam di bulan Dzulqa’dah,
ditambah sepuluh malam di awal bulan Dzul Hijjah berdasarkan pendapat mayoritas
para ahli tafsir. [Tafsir Ibni Katsir II/244], sebagaimana firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
وَوَاعَدْنَا مُوسَىٰ
ثَلَاثِينَ لَيْلَةً وَأَتْمَمْنَاهَا بِعَشْرٍ
“Dan telah
Kami janjikan kepada Musa (untuk memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga
puluh malam, dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam
lagi)…” [Qs. al-A'raaf: 142].
Tafsir Ibnu
Katsir Surah Al-A’raaf ayat 142
“Dan telah
Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh
malam dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), maka
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Rabbnya empatpuluh malam. Dan
berkatalah Musa kepada saudaranya yaitu Harun: ‘Gantikanlah aku dalam
(memimpin) kaumku, dan perbaikilah dan janganlah kamu mengikuti jalan
orang-orang yang membuat kerusakan.’”(QS. al-A’raaf: 142)
Allah
Ta’ala mengingatkan Bani Israil akan apa yang telah mereka peroleh, yaitu
hidayah, berupa firman-Nya langsung kepada Musa as. dan pemberian Taurat
oleh-Nya, yang di dalamnya terdapat beberapa ketentuan dan keterangan mengenai
hukum bagi mereka.
Dia
menyebutkan bahwa Dia telah menjanjikan kepada Musa tiga puluh malam. Para ahli
tafsir mengatakan, Musa berpuasa selama tiga puluh malam tersebut. Setelah
sampai pada batas waktu yang ditentukan itu, Musa as. menggosok gigi dengan
kulit pohon.
Kemudian
Allah menyuruhnya untuk menyempurnakan dengan sepuluh malam hari, sehingga
menjadi empat puluh hari. Mengenai maksud sepuluh malam itu, terjadi perbedaan
pendapat di kalangan ahli tafsir.
Tetapi
mayoritas ahli tafsir mengatakan bahwa, “Tiga puluh malam itu adalah bulan
Dzulqa’dah, sedangkan yang sepuluh malam adalah bulan Dzulhijjah.”
Demikian
yang dikatakan oleh Mujahid, Masruq, dan Ibnu Juraij.
Dan
diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas dan ulama lainnya: “Atas dasar ini berarti Musa
telah menyempumakan miqat (waktu yang ditentukan) pada hari raya kurban dan
pada saat itulah telah terjadi firman Allah Ta’ala langsung kepada Musa as.
Dan pada
hari itu juga, Allah menyempurnakan agama bagi Muhammad saw., sebagaimana
firman-Nya yang artinya:
“Pada hari
ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu dan telah Aku cukupkan kepadamu
nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS.
Al-Maa-idah: 3)
Setelah
sampai pada waktu yang telah ditentukan tersebut, lalu Musa bermaksud pergi ke
gunung (Thur), sebagaimana firman Allah yang artinya:
“Hai Bani
Israil, sungguhnya Kami telah menyelamatkanmu dari musuhmu dan Kami telah
mengadakan perjanjian denganmu (untuk munajat) di sebelah kanan gunung itu.”
(QS. Thaahaa: 80)
Maka pada
saat itu Musa as. meminta saudaranya, Harun, memimpin Bani Israil, serta
berpesan kepadanya agar melakukan perbaikan, bukan kerusakan. Dan ini merupakan
peringatan dan penekanan semata, karena Harun sendiri adalah seorang Nabi mulia
bagi Allah, memiliki kedudukan dan kehormatan. Semoga shalawat dan salam
dilimpahkan Allah kepadanya dan kepada para Nabi lainnya.
Demikian
Keutamaan Bulan Dzulqa’dah (Dzulkaidah) dan tidak ada amalan khusus ataupun
dziki/doa.bacaan khusus di dalamnya. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com)
0 komentar:
Posting Komentar