Empat Kunci Masuk
Surga
Rasululullah shallallahu’alaihiwasallam bercerita,
“(Suatu saat) Nabi Musa bertanya kepada Allah,
”Bagaimanakah keadaan penghuni surga yang paling rendah derajatnya?”. Allah
menjawab, “Seorang yang datang (ke surga) setelah seluruh penghuni surga
dimasukkan ke dalamnya, lantas dikatakan padanya, “Masuklah ke surga!”.
“Bagaimana mungkin aku masuk ke dalamnya wahai Rabbi, padahal seluruh penghuni
surga telah menempati tempatnya masing-masing dan mendapatkan bagian mereka”
jawabnya. Allah berfirman, “Relakah engkau jika diberi kekayaan seperti
raja-raja di dunia?”. “Saya rela wahai Rabbi” jawabnya. Allah kembali
berfirman, “Engkau akan Kukaruniai kekayaan seperti itu, ditambah seperti itu
lagi, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu, ditambah seperti itu dan
ditambah seperti itu lagi”. Kelima kalinya orang itu menyahut, “Aku rela dengan
itu wahai Rabbi”. Allah kembali berfirman, “Itulah bagianmu ditambah sepuluh
kali lipat darinya, plus semua yang engkau mauim serta apa yang indah di
pandangan matamu”. Orang tadi berkata, “Aku rela wahai Rabbi”…”. HR. Muslim
(I/176 no 312) dari al-Mughîrah bin Syu’bah radhiyallahu’anhu.
Seorang muslim yang mendengar hadits di atas atau yang
semisal, ia akan semakin merindukan untuk meraih kemenangan masuk ke surga
Allah kelak. Bagaimana tidak? Sedangkan orang yang paling rendah derajatnya di
surga saja sedemikian mewah kenikmatan yang akan didapatkan di surga, lantas
bagaimana dengan derajat yang di atasnya? Bagaimana pula dengan orang yang menempati
derajat tertinggi di surga? Pendek kata mereka akan mendapatkan kenikmatan yang
disebutkan oleh Allah dalam al-Qur’an,
“فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَّا أُخْفِيَ لَهُم مِّن قُرَّةِ
أَعْيُنٍ جَزَاء بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ”.
Artinya:
“Seseorang tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka; yaitu
(bermacam-macam kenikmatan) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. QS. As-Sajdah: 17.
Namun
anehnya ternyata masih banyak di antara kaum muslimin yang tidak ingin masuk
surga, sebagaimana telah disinggung oleh Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam
dalam haditsnya,
“كُلُّ أُمَّتِي
يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى” قَالُوا: “يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَنْ
يَأْبَى؟” قَالَ: “مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ
أَبَى”.
“Seluruh
umatku akan masuk surga kecuali yang enggan”. Para sahabat bertanya, “Wahai
Rasulullah, siapakah yang enggan (untuk masuk surga)?”. Beliau menjawab,
“Barang siapa yang taat padaku maka ia akan masuk surga, dan barang siapa yang
tidak mentaatiku berarti ia telah enggan (untuk masuk surga)”. HR. Bukhari dari
Abu Hurairah radhiyallahu’anhu.
Jadi tidak
setiap yang mendambakan surga, kelak akan mendapatkannya; karena surga memiliki
kunci untuk memasukinya; barang siapa yang berhasil meraihnya di dunia; niscaya
ia akan merasakan manisnya kenikmatan surga kelak di akhirat, sebaliknya barang
siapa yang gagal merengkuhnya; maka ia akan tenggelam dalam kesengsaraan
siksaan neraka.
Kunci
tersebut ada empat, yang secara ringkas adalah:
1.Ilmu.
2.Amal.
3.Dakwah.
4.Sabar.
Empat kunci
ini telah Allah subhanahu wa ta’ala isyaratkan dalam surat al-‘Ashr:
“وَالْعَصْرِ . إِنَّ
الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ”.
Artinya:
“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian. Kecuali
orang-orang yang (1) beriman[1], (2) beramal shalih, (3) saling nasehat
menasehati dalam kebaikan dan (4) saling nasehat menasehati dalam kesabaran”.
QS. Al-‘Ashr: 1-3.
Sedemikian
agungnya surat ini, sampai-sampai Imam Syafi’i rahimahullah berkata,
“Seandainya Allah tidak menurunkan hujjah atas para hamba-Nya melainkan hanya
surat ini; niscaya itu telah cukup”[2].
Berikut
penjabaran ringkas, masing-masing dari empat kunci tersebut di atas:
1. Kunci
Pertama: Ilmu:
Yang
dimaksud dengan ilmu di sini adalah ilmu agama, yaitu ilmu yang berlandaskan
al-Qur’an dan Hadits dengan pemahaman para sahabat Nabi
shallallahu’alaihiwasallam.
Ilmu yang
dibutuhkan oleh seorang insan untuk menjalankan kewajiban-kewajiban agama,
wajib hukumnya untuk dicari oleh setiap muslim dan muslimah, sebagaimana
ditegaskan oleh Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam dalam sabdanya,
“طَلَبُ الْعِلْمِ
فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ”
“Mencari
ilmu hukumnya wajib atas setiap muslim”. HR. Ibnu Majah dari Anas bin Mâlik ط, dan dinyatakan sahih oleh Syaikh
al-Albâni dalam tahqiqnya atas Misykâh al-Mashâbîh.
Di antara
beragam disiplin mata ilmu agama, yang seharusnya mendapatkan prioritas pertama
dan utama untuk dipelajari dan didalami terlebih dahulu oleh setiap muslim
adalah: ilmu tauhid. Karena itulah pondasi Islam dan inti dakwah seluruh rasul
dan nabi. Allah ta’ala berfirman,
“وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ
اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ”.
Artinya:
“Dan telah Kami utus seorang rasul di setiap umat (untuk menyerukan) sembahlah
Allah semata dan jauhilah thaghut”. QS. An-Nahl: 36.
2. Kunci
Kedua: Amal:
‘Perjalanan
suci’ seorang hamba setelah memiliki ilmu belum usai, namun masih ada ‘fase
sakral’ yang menantinya; yaitu mengamalkan ilmu yang telah ia miliki tersebut.
Ilmu hanyalah sarana yang mengantarkan kepada tujuan utama yaitu amal.
Demikianlah
urutan yang ideal antara dua hal ini; ilmu dan amal. Sebelum seorang beramal ia
harus memiliki ilmu tentang amalan yang akan ia kerjakan, begitupula jika kita
telah memiliki ilmu, kita harus mengamalkan ilmu tersebut.
Seorang
yang memiliki ilmu namun tidak mengamalkannya akan dicap menyerupai orang-orang
Yahudi, dan mereka merupakan golongan yang dimurkai oleh Allah ta’ala,
sebaliknya orang-orang yang beramal namun tidak berlandaskan ilmu, mereka akan
dicap menyerupai orang-orang Nasrani, dan merupakan golongan yang tersesat. Dua
golongan ini Allah singgung dalam ayat terakhir surat al-Fatihah:
“اهدِنَا الصِّرَاطَ
المُستَقِيمَ . صِرَاطَ الَّذِينَ أَنعَمتَ عَلَيهِمْ غَيرِ المَغضُوبِ عَلَيهِمْ
وَلاَ الضَّالِّينَ”.
Artinya:
“Tunjukkanlah pada kami jalan yang lurus. Yaitu jalan golongan yang engkau
karuniai kenikmatan atas mereka, bukan (jalannya) golongan yang dimurkai
ataupun golongan yang tersesat“. QS. Al-Fatihah: 6-7.
3. Kunci
Ketiga: Dakwah:
Setelah
seorang hamba membekali dirinya dengan ilmu dan amal, dia memiliki kewajiban
untuk ‘melihat’ kanan dan kirinya, peduli terhadap lingkungan sekitarnya.
Kepedulian itu ia apresiasikan dengan bentuk ‘menularkan’ dan mendakwahkan ilmu
yang telah ia raih dan ia amalkan kepada orang lain.
Inilah fase
ketiga yang seharusnya dititi oleh seorang muslim, setelah ia melewati dua fase
di atas. Dia berusaha untuk mengajarkan ilmu yang ia miliki kepada orang lain,
terutama keluarganya terlebih dahulu, dalam rangka meneladani metode dakwah
Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam yang Allah ceritakan dalam firman-Nya,
“وَأَنذِرْ
عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ”.
Artinya:
“Dan berilah peringatan (terlebih dahulu) kepada keluarga terdekatmu”. QS.
Asy-Syu’arâ’: 214.
Tidak
sepantasnya seorang da’i menyibukkan dirinya untuk mendakwahi orang lain di
mana-mana lalu ‘menterlantarkan’ keluarganya sendiri; sebab sebelum ia
‘mengurusi’ orang lain, ia memiliki kewajiban untuk ‘mengurusi’ keluarganya
terlebih dahulu, sebagaimana yang dijelaskan oleh Allah ta’ala dalam
firman-Nya,
“يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً”.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman jagalah diri kalian dan keluarga kalian dari
api neraka”. QS. At-Tahrîm: 6.
Dalam
berdakwah terhadap keluarga maupun kepada orang lain, kita dituntut untuk
senantiasa mengedepankan sikap hikmah, dalam rangka mengamalkan firman Allah
ta’ala,
“ادْعُ إِلِى سَبِيلِ
رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُم بِالَّتِي هِيَ
أَحْسَنُ”.
Artinya:
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabbmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik,
serta berdebatlah dengan mereka dengan jalan yang baik”. QS. An-Nahl: 125.
Inilah
kunci ketiga yang akan mengantarkan seorang hamba ke surga. Namun seseorang
tidak dibenarkan untuk langsung meloncat ke fase ketiga ini (yakni dakwah)
tanpa melalui dua fase sebelumnya (yakni ilmu dan amal); karena jika demikian
halnya ia akan menjadi seorang yang sesat dan menyesatkan ataupun menjadi
seorang yang amat dibenci oleh Allah ta’ala.
Mereka yang
berdakwah tanpa ilmu, Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam sifati dalam
sabdanya sebagai orang yang sesat dan menyesatkan,
“إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ
الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ مِنْ الْعِبَادِ، وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ
بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ، حَتَّى إِذَا لَمْ يُبْقِ عَالِمًا؛ اتَّخَذَ النَّاسُ
رُءُوسًا جُهَّالًا، فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ عِلْمٍ فَضَلُّوا
وَأَضَلُّوا”
“Sesungguhnya
Allah tidak melenyapkan ilmu (dari muka bumi) dengan cara mencabut ilmu
tersebut dari para hamba-Nya, namun Allah akan melenyapkan ilmu (dari muka
bumi) dengan meninggalnya para ulama; hingga jika tidak tersisa seorang
ulamapun, para manusia menjadikan orang-orang yang bodoh sebagai panutan,
mereka menjadi rujukan lalu berfatwa tanpa ilmu, sehingga sesat dan
menyesatkan“. HR. Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin ‘Amr
radhiyallahu’anhuma, dengan redaksi Bukhari.
Sedangkan
mereka yang berdakwah kemudian tidak mengamalkan apa yang didakwahkannya, Allah
ta’ala cela dalam firman-Nya,
“يَا أَيُّهَا
الَّذِينَ آَمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَ . كَبُرَ مَقْتاً عِندَ
اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ”.
Artinya:
“Wahai orang-orang yang beriman, mengapa kalian mengatakan sesuatu yang tidak
kalian kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika laian mengatakan
apa-apa yang tidak kalian kerjakan”. QS. Ash-Shaff: 2-3.
4. Kunci
Keempat: Sabar:
Kesabaran
dibutuhkan oleh setiap muslim ketika ia mencari ilmu, mengamalkannya dan
mendakwahkannya; karena tiga fase ini susah dan berat.
Proses
pencarian ilmu membutuhkan semangat ’empat lima’ dan kesungguhan, sebagaima
disitir oleh Yahya bin Abi Katsir :, “Ilmu tidak akan didapat dengan
santai-santai”.
Pengamalan
ilmu juga membutuhkan kesabaran, karena hal itu merupakan salah satu jalan yang
utama yang mengantarkan seorang hamba ke surga, dan jalan menuju ke surga
diliputi dengan hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu. Dalam hadits shahih
disebutkan,
“حُفَّتْ الْجَنَّةُ
بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ”.
“(Jalan
menuju ke) surga diliputi dengan hal-hal yang dibenci (nafsu), sedangkan (jalan
menuju ke) neraka diliputi dengan hal-hal yang disukai hawa nafsu”. HR. Muslim
dari Anas bin Mâlik radhiyallahu’anhu.
Tidak
ketinggalan, dakwah juga membutuhkan kesabaran, karena itu merupakan jalan yang
dititi para rasul dan nabi.
Sa’ad
radhiyallahu’anhu bertanya, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berat
cobaannya? Beliau shallallahu’alaihiwasallam menjawab, “Para nabi lalu mereka
yang memiliki keutamaan yang tinggi, lalu yang di bawah mereka…”. HR. Tirmidzi
dan beliau berkata, “Hasan shahih”, demikian pula komentar Syaikh al-Albani.
Inilah empat
kunci masuk surga, semoga Allah ta’ala melimpahkan taufiq-Nya kepada kita semua
untuk bisa meraihnya, amin.
Wallahu
ta’ala a’lam. Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa
shahbihi ajma’in.
1 komentar:
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
dimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802
Posting Komentar