Hukum Melakukan
Ibadah Tanpa Ilmu dan Dalilnya
Mengerjakan ibadah sebanyak-banyaknya sangatlah
dianjurkan dalam Islam. Namun dalam mengerjakan ibadah juga harus diikuti
dengan ilmu. Dalam Islam, hukum melakukan ibadah tanpa ilmu sudah ada dalilnya.
الأصل
في العبادات التحريم
“Hukum asal
ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
Hukum asal
ibadah adalah haram hingga turunnya firman Allah atau hadits Nabi, maka dari
itu sangat diperlukan ilmu dalam melakukan ibadah.
Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata,
العَامِلُ بِلاَ عِلْمٍ
كَالسَّائِرِ بِلاَ دَلِيْلٍ وَمَعْلُوْمٌ أنَّ عَطَبَ مِثْلِ هَذَا أَقْرَبُ مِنْ
سَلاَمَتِهِ وَإِنْ قُدِّرَ سَلاَمَتُهُ اِتِّفَاقًا نَادِرًا فَهُوَ غَيْرُ
مَحْمُوْدٍ بَلْ مَذْمُوْمٌ عِنْدَ العُقَلاَءِ
“Orang yang
beramal tanpa ilmu bagai orang yang berjalan tanpa ada penuntun. Sudah
dimaklumi bahwa orang yang berjalan tanpa penuntun akan mendapatkan kesulitan
dan sulit untuk selamat. Taruhlah ia bisa selamat, namun itu jarang. Menurut
orang yang berakal, ia tetap saja tidak dipuji bahkan dapat celaan.”
Guru dari
Ibnul Qayyim yaitu Ibnu Taimiyah rahimahullah juga berkata,
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ
ضَلَّ السَّبِيْل وَلاَ دَلِيْلَ إِلاَّ بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Siapa yang
terpisah dari penuntun jalannya, maka tentu ia akan tersesat. Tidak ada
penuntun yang terbaik bagi kita selain dengan mengikuti ajaran Rasul
–shallallahu ‘alaihi wa sallam-.”
Al Hasan Al
Bashri rahimahullah berkata,
العَامِلُ عَلَى غَيْرِ
عِلْمٍ كَالسَّالِكِ عَلَى غَيْرِ طَرِيْقٍ وَالعَامِلُ عَلَى غَيْرِ عِلْمٍ مَا
يُفْسِدُ اَكْثَرُ مِمَّا يُصْلِحُ فَاطْلُبُوْا العِلْمَ طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا
بِالعِبَادَةِ وَاطْلُبُوْا العِبَادَةَ طَلَبًا لاَ تَضُرُّوْا بِالعِلْمِ
فَإِنَّ قَومًا طَلَبُوْا العِبَادَةَ وَتَرَكُوْا العِلْمَ
“Orang yang
beramal tanpa ilmu seperti orang yang berjalan bukan pada jalan yang
sebenarnya. Orang yang beramal tanpa ilmu hanya membuat banyak kerusakan
dibanding mendatangkan kebaikan. Tuntutlah ilmu dengan sungguh-sungguh, namun
jangan sampai meninggalkan ibadah. Gemarlah pula beribadah, namun jangan sampai
meninggalkan ilmu. Karena ada segolongan orang yang rajin ibadah, namun
meninggalkan belajar.” (Lihat Miftah Daris Sa’adah karya Ibnul Qayyim, 1:
299-300).
‘Umar bin
‘Abdul ‘Aziz juga pernah berkata,
مَنْ عَبَدَ اللَّهَ بِغَيْرِ
عِلْمٍ كَانَ مَا يُفْسِدُ أَكْثَرَ مِمَّا يُصْلِحُ
“Siapa yang
beribadah kepada Allah tanpa didasari ilmu, maka kerusakan yang ia perbuat
lebih banyak daripada maslahat yang diperoleh.” (Majmu’ Al Fatawa karya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, 2: 282)
Berkata
Ibnu Katsir rahimahullah, ”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi
jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan
amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan
ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani
memperoleh kesesatan. Barangsiapa mengetahui, kemudian tidak mengamalkannya,
layak mendapat kemurkaan. Berbeda dengan orang yang tidak mengetahui.
Orang-orang Nashrani, ketika mempunyai maksud tertentu, tetapi mereka tidak
memperoleh jalannya, karena mereka tidak masuk sesuai dengan pintunya. Yaitu
mengikuti kebenaran. Maka, jatuhlah mereka ke dalam kesesatan.”
Pentingnya
Ilmu dalam Beribadah
Begitu
pentingnya menuntut ilmu dalam beramal agar tidak terjadi kesesatan sebagaimana
yang telah difirmankan oleh Allah SWT,
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا أُحِلَّ
لَهُمْ قُلْ أُحِلَّ لَكُمُ الطَّيِّبَاتُ وَمَا عَلَّمْتُمْ مِنَ الْجَوَارِحِ
مُكَلِّبِينَ تُعَلِّمُونَهُنَّ مِمَّا عَلَّمَكُمُ اللَّهُ فَكُلُوا مِمَّا
أَمْسَكْنَ عَلَيْكُمْ وَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
Mereka
menanyakan kepadamu,”Apakah yang dihalalkan bagi mereka?”
Katakanlah,”Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan (buruan yang ditangkap) oleh
binatang buas yang telah kamu ajar dengan melatihnya untuk berburu, kamu
mengajarnya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka, makanlah
dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas
itu (waktu melepasnya). Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat
cepat hisabNya.” [Al Maidah:4]
Dengan
begitu jelas bahwa hukum beribadah tanpa ilmu itu tidaklah dianjurkan dan bisa
menjerumuskan pada perbuatan yang salah dan melenceng.
Akibat
Beribadah Tanpa Ilmu
Seseorang
yang beribadah tanpa ilmu akan menyebabkan kesesatan dan terjerumus dalam
bid’ah.
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا
هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka
perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718).
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa
melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.”
(HR. Muslim no. 1718).
Begitu pula
dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ
الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Hati-hatilah
dengan perkara baru dalam agama. Karena setiap perkara baru (dalam agama)
adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.” (HR. Abu Daud no. 4607, Tirmidzi
no. 2676, An Nasa-i no. 46. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih)
Perbedaan
Ibadah dengan Nonibadah
Ibnu
Taimiyah lebih memperjelas kaedah untuk membedakan ibadah dan non-ibadah.
Beliau rahimahullah berkata,
إنَّ الْأَصْلَ فِي
الْعِبَادَاتِ التَّوْقِيفُ فَلَا يُشْرَعُ مِنْهَا إلَّا مَا شَرَعَهُ اللَّهُ
تَعَالَى . وَإِلَّا دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ
شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ } . وَالْعَادَاتُ
الْأَصْلُ فِيهَا الْعَفْوُ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَرَّمَهُ وَإِلَّا
دَخَلْنَا فِي مَعْنَى قَوْلِهِ : { قُلْ أَرَأَيْتُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
لَكُمْ مِنْ رِزْقٍ فَجَعَلْتُمْ مِنْهُ حَرَامًا وَحَلَالًا } وَلِهَذَا ذَمَّ
اللَّهُ الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ شَرَعُوا مِنْ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ
اللَّهُ وَحَرَّمُوا مَا لَمْ يُحَرِّمْهُ
“Hukum asal
ibadah adalah tawqifiyah (dilaksanakan jika ada dalil). Ibadah tidaklah
diperintahkan sampai ada perintah dari Allah. Jika tidak, maka termasuk dalam
firman Allah (yang artinya), “Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain
Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS.
Asy Syura: 21). Sedangkan perkara adat (non-ibadah), hukum asalnya adalah
dimaafkan, maka tidaklah ada larangan untuk dilakukan sampai datang dalil
larangan. Jika tidak, maka termasuk dalam firman Allah (yang artinya),
“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah
kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal” (QS.
Yunus: 59). Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang membuat
syari’at yang tidak diizinkan oleh Allah dan mengharamkan yang tidak diharamkan.
(Majmu’ Al Fatawa, 29: 17)
Itulah
penjelasan singkat mengenai hukum melakukan ibadah tanpa ilmu. Demikianlah
artikel yang singkat di bawah ini. Semoga artikel ini bermanfaat bagi kita
semua. Terima kasih.
0 komentar:
Posting Komentar