Menjama Shalat
Karena Hujan, Bolehkah?
Pertanyaan :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Perkenankan kami menyampaikan pertanyaan terkait dengan
fiqih shalat. Kebetulan kemarin di masjid ada seorang ustadz yang menyampaikan
ceramah. Beliau bilang bahwa dibolehkan buat umat Islam untuk menjama' shalat
karena turunnya hujan. Menurut beliau bahwa Rasulullah SAW selalu menjama'
shalatnya kalau turun hujan.
Tentu ceramah ini membingungkan saya, sebab yang saya
tahu menjama' shalat itu hanya terkait dengan safar atau perjalanan saja. Jadi
pertanyaan saya mohon ustadz jelaskan disini apakah boleh kita menjama' shalat
karena hujan?
Kalau dibolehkan, berarti setiap hari kita menjama'
shalat terus. Sebagaimana kita ketahui saat ini kita sedang berada di musim
penghujan. Sehingga setiap hari turun hujan, baik pagi, siang, sore bahkan
malam.
Atas jawabannya kami sampaikan syukran katsira.
Wassalam
Jawaban :
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Apa yang disampaikan oleh ustadz tersebut memang ada
benarnya. Cuma barangkali agak kurang lengkap. Maka disini kita coba lengkapi
penjelasannya, sekalian juga dengan syarat dan ketentuannya. Maksudnya agar
jangan orang-orang salah tarfsir tentang masalah ini.
Benar sekali bahwa Rasulullah SAW pernah menjama' shalat
karena turunnya hujan. Dan memang para ulama juga berfatwa demikian. Hanya saja
kebolehan jama' itu ada syarat dan ketentuannya, dimana para ulama saling
berbeda dalam menarik kesimpulan hukum yang terkait dengan syarat dan ketentuan
itu.
1. Dalil
Sebelum membahas lebih lanjut dengan syarat dan
ketentuan, tidak ada salahnya kalau kita kaji terlebih dulu dalil-dalil yang
digunakan para ulama. Di antara penyebab mengapa syarat yang diajukan
berbeda-beda, karena dalil-dalil yang digunakan tidak secara tegas menyebutkan
syarat dan batasan-batasannya.
a. Dalil Pertama
Sebuah hadits yang dishahihkan oleh Al-Bukhari dan Muslim
menyebutkan bahwa pernah Rasulullah SAW menjama' shalat Dzhuhur dengan Ashar,
serta shalat Maghrib dengan Isya' di kota Madinah. Namun kalau kita perhatikan
sebenarnya tidak disebutkan karena hujan. Hujan itu adalah semata dugaan para
shahabat saja.
صَلَّى
رَسُول اللَّهِ بِالْمَدِينَةِ الظُّهْرَ
وَالْعَصْرَ جَمِيعًا وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا زَادَ مُسْلِمٌ مِنْ
غَيْرِ خَوْفٍ وَلاَ سَفَرٍ
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu 'anhu Bahwa Rasulullah SAW di Madinah menjama' shalat
Dzhuhur dan Ashar serta menjama' shlat Maghrib dan Isya'. Imam Muslim
menambahkan,"Itu dilakukan bukan karena takut atau safar.” (HR. Muslim)
Al-Imam Malik
dan Al-Imam Asy-Syafi'i rahimahumallah, keduanya memandang riwayat tambahan
dari Imam Muslim yang menegaskan bahwa jama' itu terjadi bukan karena takut dan
juga bukan karena safar, padahal jama' itu dilakukan di dalam kota Madinah,
maka kemungkinan hal itu dilakukan karena terjadinya hujan.
Namun
jumhur ulama tidak menerima tambahan riwayat dari Imam Muslim bahwa hal itu
terjadi bukan karena takut dan safar. Sebab riwayat itu menyelisihi riwayat
jumhur.
b. Dalil
Kedua
Dari Ibnu
Abbas radhiyallahu'anhu Bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau
delapan ; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya'”. Ayyub berkata,”Barangkali pada
malam turun hujan?”. Jabir berkata,”Mungkin”. (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Dalil
Ketiga
Dari Nafi'
maula Ibnu Umar berkata,”Abdullah bin Umar bila para umara menjama' antara
maghrib dan isya' karena hujan, beliau ikut menjama' bersama mereka”. (HR. Ibnu
Abi Syaibah).
2. Mazhab
Al-Hanafiyah
Sejak awal
mazhab Al-Hanafiyah tidak membolehkan jama' shalat kecuali hanya karena satu
sebab saja, yaitu ketika haji di Arafah dan Mina saja. Alasannya karena yang
punya dasar masyru'iyah qath'i dari Rasulullah SAW hanya sebatas pada haji
saja.
Sedangkan
di luar Arafah dan Mina pada saat haji itu, mazhab ini mengaku tidak menemukan
dalil qath'i yang memperbolehkan shalat jama'. Dalil-dalil yang digunakan oleh
mazhab lain dianggap kurang kuat untuk dijadikan alasan kebolehan menjama'
shalat. Apalagi hadist-hadits di atas, jelas-jelas tidak menyebutkan alasannya
hujan, kecuali hanya tafsiran dari para shahabat.
Maka dalam
mazhab ini shalat jama' tidak dibenarkan kalau alasannya hanya sekedar safar,
sakit, hujan, dan lainnya.
3. Mazhab
Al-Malikiyah
Mazhab
Al-Malikiyah membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama' shalat, namun
ada syarat yang harus dipenuhi untuk kebolehannya, yaitu :
a.
Masyaqqah : Maghrib dan Isya
Shalat
jama' itu hanya sebatas shalat Maghrib dan Isya' saja. Sedangkan Dzhuhur dan
Ashar, meski turun hujan, tidak diperkenankan untuk dijama'. Alasannya karena
dalam Shalat Dzhuhur dan Ashar tidak ada masyaqqah.
Padahal
syarat kebolehannya adalah harus adanya masyaqqah yang lebih dari biasanya (مزيد المشقة) untuk kebolehan menjama' kedua shalat
itu. Disebutkan di dalam kitab Minah Al-Jalil :
ورخص ندباً لمزيد المشقة في
صلاة العشاء في مختارها مع الجماعة في المسجد في جمع العشاء بين جمع تقديم فقط، أي
لا الظهرين لعدم مزيد المشقة في صلاة كل منهما في مختارها غالباً...
Dan diberi
keringanan secara nadab (sunnah) karena sebab tambahan masyaqqah dalam kaitan
shalat Isya' dalam pilihannya dilakukan secara berjamaah di masjid sebatas
hanya dengan menjama' taqdim saja. Artinya tidak berlaku pada Dzhuhur dan
Ashar, karena ketiadaan tambahan masyaqqah dalam shalat pada keduanya dalam
pilihannya secara umum. [1]
b. Hanya
Jama' Taqdim
Yang
dibolehkan hanya sebatas jama' taqdim saja. Sedangkan kalau jama' ta'khir
hukumnya tetap tidak dibenarkan.
3. Mazhab
Asy-Syafi'iyah
Mazhab
Asy-Syafi'iyah juga ikut membolehkan hujan dijadikan alasan untuk menjama'
shalat, namun ada syarat dan ketentuan yang harus dipenuhi untuk kebolehannya.
Ketentuan yang diajukan oleh mazhab Asy-Syafi'iyah terkait dengan menjama'
shalat karena hujan cukup banyak, antara lain :
a. Termasuk
Dzhuhur dan Ashar Juga
Yang
dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas Maghrib
dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga.
Dalam hal
ini mazhab Asy-Syafi'iyah tidak menganggap bahwa masyaqqahnya adalah waktu
Maghrib dan Isya', melainkan masyaqqah adalah hujan itu sendiri, sehingga bila
hujan terjadi di waktu Dzhuhur pun sudah bisa dijadikan alasan kebolehan
menjama'nya dengan Ashar.
b. Jama'
Taqdim
Namun
bentuk jama' yang dibenarkan dalam mazhab Asy-syafi'iyah hanya sebatas pada
jama' taqdim saja, sedangkan bila dikerjakan dengan cara menjama' ta'khir tidak
dibenarkan.
c. Shalat
Berjamaah
Selain itu
shalat yang boleh dijama' itu hanya dilakukan secara berjamaah. Sedangkan bila
dilakukan tidak berjamaah, alias shalat sendirian, maka hukumnya tidak
dibenarkan.
d. Masjid
Shalat
jama' itu hanya boleh dilakukan di dalam masjid saja, sedangkan bila dilakukan
di dalam rumah sendiri, meski dilakukan dengan cara berjamaah, maka hukumnya
tidak diperbolehkan untuk menjama'nya.
e.
Masyaqqah
Syarat
terakhir adalah harus adanya masyaqqah yang menghalangi seseorang untuk datang
ke masjid. Dan untuk syarat masyaqqah ini Al-Imam An-Nawawi menjelaskan
detailnya di dalam Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab.
والجمع بعذر المطر وما في
معناه من الثلج وغيره يجوز لمن يصلي في مسجد يقصده من بعد ويتأذى بالمطر في طريقه
Menjama'
shalat karena hujan air atau salju dan sejenisnya dibolehkan bagi yang
shalatnya di masjid yang diniatkan sebelumnya dan mendapatkan halangan hujan
dalam perjalanannya. [2]
فأما من يصلي في بيته منفرداً
أو جماعة أو يمشي إلى المسجد في ركن أو كان المسجد في باب داره أو صلى النساء في
بيوتهن أو الرجال في المسجد البعيد أفراداً فهل يجوز الجمع ؟
Sedangkan
orang yang shalatnya di rumah sendirian atau berjamaah, ataupun berjalan ke
masjid padahal masjid terletak di depan pintu rumahnya, atau wanita yang shalat
di rumahnya atau laki-laki tetapi masjidnya jauh tanpa berjamaah, apakah
dibolehkan menjama'nya?
Dalam hal
ini ada perbedaan sebagaimana disampaikan oleh jamaah dari Khuasaniyyin dengan
dua wajah.
- Pendapat
Pertama : Tidak Boleh
Perdapat
pertama yang lebih shahih adalah bahwa hal itu tidak diperbolehkan. Teksnya
terdapat dalam kitab Al-Umm dan juga merupaka qaul qadim. Di antara yang
mendukungnya adalah Al-Imam Haramain, Al-Baghawi, Ar-Rafi'i, Al-Muhamili dan
Al-Jurjani.
Alasannya
karena jama' hanya diperbolehkan dengan alasan masyaqqah untuk bisa berjamaah.
Dan kondisi di atas belum memenuhi syarat tersebut.
- Pendapat
Kedua : Boleh
Pendapat
kedua membolehkan, dengan alasan bahwa Rasulullah SAW pernah menjama' shalat
itu, padahal pintu rumah istri-istri beliau tepat berada di hadapan masjid.
Namun
pendapat kedua ini dijawab oleh kalangan pendukung pendapat yang tidak
membolehkan, dengan argumentasi bahwa hanya rumah Aisyah saja yang pintunya
dekat masjid, sedangkan pintu rumah istri-istri yang lainnya tidak demikian.
4. Mazhab
Al-Hanabilah
Sedangkan
dalam pandangan mazhab Al-Hanabilah tentang menjama' shalat karena hujan adalah
sebagai berikut :
a. Termasuk
Dzhuhur dan Ashar Juga
Yang
dibolehkan untuk dijama' dalam mazhab Asy-Syafi'iyah bukan hanya sebatas
Maghrib dan Isya' saja, tetapi juga termasuk Dzhuhur dan Ashar juga. Dalam hal
ini pendapat Al-Hanabilah menyamai pendapat Asy-syafi'iyah dan menyelisihi
pendapat Al-Hanafiyah.
b. Jama'
Ta'khir Juga Boleh
Yang
menarik dalam mazhab Al-Hanabilah ini adalah bahwa yang dibenarkan bukan hanya
jama' taqdim saja, tetapi jama' ta'khir pun juga dibolehkan. Dengan demikian,
mazhab Al-Hanabilah boleh dikatakan sebagai satu-satunya mazhab yang
membolehkan jama' takhir, dalam kasus hujan sebagai penyebab.
Di dalam
kitab Matan Al-Iqna' disebutkan :
ويجوز - أي الجمع - بين
العشاء لا الظهرين لمطر يبل الثياب، زاد جمع أو النعل أو البدن، وتوجد معه مشقة لا
الظل - فلا يباح له الجمع - ولثلج وبرد ووحل وريح شديدة باردة حتى لمن يصلي في
بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط ولمقيم في المسجد ونحوه.
Dan
dibolehkan untuk menjama' hanya antara Maghrib dan Isya' bukan Dzhuhur dan
Ashar karena hujan yang membasahi pakaian, ditambah sandal dan badan, yang
terdapat padanya masyaqqah tanpa pelindung.
Dan adanya
salju, embun, lumpur, angin kencang yang dingin, hingga orang yang shalat
sendirian di rumahnya atau di masjid pada jalanannya di bawah ... dan bagi
orang yang tinggalnya di dalam masjid.
وله الجمع لذلك (ولو صلى في
بيته أو في مسجد طريقه تحت ساباط) ونحوه لأن الرخصة العامة يستوي فيها حال وجود
المشقة وعدمها كالسفر
Dan dia
dibolehkan menjama' meski shalat di dalam rumahnya atau masjid jalannya, karena
keringanan ini bersifat umum mencakup adanya dan tidak adanya masyaqqah,
sebagaimana safar
5. Tabel
Perbedaan Mazhab
Untuk memudahkan
bagaimana perbedaan syarat pada masing-masing mazhab di atas, berikut ini
adalah tabelnya :
Mazhab Dzhuhur - Ashar Ta'khir
Hanafi x x
Maliki tidak boleh tidak boleh
Syafi'i boleh tidak boleh
Hambali tidak boleh boleh
Wallahu
a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad
Sarwat, Lc., MA
[1] Ulaisy, Minah Al-Jalil
[2] Al-Imam An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab
[3] Ar-Raudh Al-Murabbadh
0 komentar:
Posting Komentar