Pengertian Syukur,
Hakikat Syukur, dan Rukun Syukur
Kita diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur. Apa itu
syukur? Bagaimana cara bersyukur? Rukun syukur itu seperti apa?
Kita diperintahkan oleh Allah untuk bersyukur sebagaimana
disebutkan dalam ayat berikut.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَقَدْ
آَتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا
يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
“Dan
sesungguhnya telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu: “Bersyukurlah
kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya
ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS. Luqman: 12)
Dalam
Mawsu’ah Nadhrah An-Na’im (6:2393) disebutkan pengertian syukur secara bahasa
(lughatan). Syukur itu terdiri dari huruf syin kaaf raa’ yang menunjukkan
pujian pada seseorang atas kebaikan yang ia perbuat.
Imam
Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Bersyukur kepada Allah adalah memuji-Nya
sebagai balasan atas nikmat yang diberikan dengan cara melakukan ketaatan
kepada-Nya” (Fath Al-Qadir, 4:312).
Ibnu
Taimiyah rahimahullah menyatakan,
الشُّكْرُ يَكُوْنُ
بِالقَلْبِ وَاللِّسَانُ وَالجَوَارِحُ وَالحَمْدُ لاَ يَكُوْنُ إِلاَّ
بِاللِّسَانِ
“Syukur
haruslah dijalani dengan hati, lisan, dan anggota badan. Adapun al-hamdu
hanyalah di lisan.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 11:135)
Hakikat
syukur menurut Ibnul Qayyim dalam Thariq Al-Hijratain (hlm. 508) adalah,
الثَّنَاءُ عَلَى النِّعَمِ
وَمَحَبَّتُهُ وَالعَمَلُ بِطَاعَتِهِ
“Memuji
atas nikmat dan mencintai nikmat tersebut, serta memanfaatkan nikmat untuk
ketaatan.”
Al-Munawi
rahimahullah berkata, “Syukur itu ada dua tahapan. Pertama adalah bersyukur
dengan lisan yaitu memuji pada yang memberikan nikmat. Sedangkan terakhir
adalah bersyukur dengan semua anggota badan, yaitu membalas nikmat dengan yang
pantas. Orang yang banyak bersyukur (asy-syakuur) adalah yang mencurahkan
usahanya dalam menunaikan rasa syukur dengan hati, lisan, dan anggota badan
dalam bentuk meyakini dan mengakui.” (Mawsu’ah Nadhrah An-Na’im, 6:2393)
Dalam
Madarij As-Salikin (1:337), Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
أَنَّ المَعَاصِي كُلَّهَا
مِنْ نَوْعِ الكُفْرِ الأَصْغَرِ فَإِنَّهَا ضِدُّ الشُّكْرِ الَّذِي هُوَ
العَمَلُ بِالطَّاعَةِ
“Seluruh
maksiat termasuk dalam kufur ashghar. Maksiat ini bertolak belakang dengan
sikap syukur. Karena bentuk syukur adalah dengan beramal ketaatan.”
Ibnul
Qayyim dalam ‘Uddah Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin (hlm. 187), rukun
syukur itu ada tiga:
·
Mengakui
nikmat itu berasal dari Allah.
·
Memuji
Allah atas nikmat tersebut.
·
Meminta
tolong untuk menggapai rida Allah dengan memanfaatkan nikmat dalam ketaatan.
Kesimpulannya, syukur kepada Allah adalah
memuji Allah atas nikmat dengan mengakui dalam hati, memuji dengan lisan, serta
memanfaatkan nikmat untuk beribadah dan bukan untuk bermaksiat.
Referensi:
Fath Al-Qadir Al-Jam’u bayna Fanni Ar-Riwayah wa
Ad-Dirayah min ‘Ilmi At-Tafsir. Cetakan kedua, Tahun 1426 H. Muhammad bin ‘Ali
Asy-Syaukani. Tahqiq: Dr. ‘Abdurrahman ‘Umairah. Penerbit Darul Wafa’.
Majmu’ah Al-Fatawa. Cetakan keempat, Tahun 1432 H.
Syaikhul Islam Taqiyyuddin Ahmad bin Taimiyyah Al-Harrani. Penerbit Darul Wafa’
dan Dar Ibnu Hazm.
Mawsu’ah Nadhrah An-Na’im fii Makarim Akhlaq Ar-Rasul
Al-Karim shallallahu ‘alaihi wa sallam. Cetakan kesembilan, Tahun 1435 H.
Penerbit Darul Wasilah.
Madarij As-Salikin bayna Manazil Iyyaka Na’budu wa Iyyaka
wa Nasta’in. Cetakan kedua, Tahun 1393. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Darul
Kitab Al-‘Arabi. (Asy-Syamilah)
Thariq Al-Hijratain wa Bab As-Sa’aadatain. Cetakan kedua,
Tahun 1414. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Tahqiq: ‘Umar bin Mahmud Abu ‘Umar.
Penerbit Dar Ibn Al-Qayyim. (Asy-Syamilah)
‘Uddah Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin. Cetakan
kedua, Tahun 1429 H. Ibnu Qayyim Al-Jauziyah. Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
—
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar