Bersabarlah Ini 5 Hikmah ketika Kamu Tabah Menghadapi Wabah
Oase.id- Tak ada perkara yang dicipta dengan nihil makna.
Sudah pasti, di balik semuanya, Allah Swt telah menyisipkan serangkaian hikmah
yang bisa dipelajari.
Pun seperti sekarang, setidaknya ada lima hikmah yang
bisa diambil di balik datangnya ujian berupa ancaman dan musibah korona
(Covid-19).
Menguatkan karakter keimanan
Allah Swt berfirman;
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kalian
dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan.
Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS.
Al-Baqarah: 155)
Ath-Thabari dalam Jami Al-Bayan menjelaskan, ayat ini
merupakan pemberitahuan dari Allah Swt kepada umat Nabi Muhammad Saw, bahwa Dia
akan menguji mereka dengan perkara-perkara yang berat untuk menunjukkan siapa
yang taat dan mana yang ingkar.
Dari Shuhaib, Rasulullah Saw bersabda;
"Sungguh menakjubkan keadaan seorang Mukmin. Seluruh
urusannya itu baik. Ini tidaklah didapati kecuali pada seorang yang beriman.
Jika mendapatkan kesenangan, ia bersyukur. Itu baik baginya. Dan jika
mendapatkan kesusahan, maka ia bersabar. Dan Itu pun baik baginya." (HR.
Bukhari Muslim)
Imam Al-Munawi dalam Faidh Al-Qadir menjelaskan,
bersyukur ketika mendapat kesenangan dan bersabar saat mendapatkan ujian adalah
sebenar-benarnya karakter orang yang beriman.
Dua sikap itu, tulis Al-Munawi, tidak ditemukan dalam
diri kalangan kafir dan munafik. Keajaiban sifat tersebut adalah ketika
seseorang diberi kesenangan berupa sehat, keselamatan, harta, dan kedudukan,
lalu ia bersyukur pada Allah Swt atas karunia tersebut, maka Allah akan
mencatat mereka ke dalam golongan orang-orang yang bersyukur.
Begitu pun ketika ditimpa musibah lantas ia bersabar,
maka seseorang itu pun akan dimasukkan ke dalam orang-orang yang bersabar.
Pintu kesabaran dalam menghadapi musibah ialah dengan
mengucapkan istirja, alias kalimat "Inna lillahi wa inna ilaihi
rajiun." Imam An-Nawawi dalam Al-Adzkar melengkapinya sebagai doa
sebagaimana yang pernah diucapkan Rasulullah Saw;
"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Allahumma
ajirni fi mushibati wa akhlif li khairan minha. Sesungguhnya kami adalah
milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah,
karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti
yang lebih baik dari padanya." (HR Muslim)
Mengangkat derajat dan menghapus dosa
Allah Swt berfirman;
"Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru
Tuhannya, '(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau
adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang'. Maka Kami pun
memperkenankan seruannya itu, lalu Kami lenyapkan penyakit yang ada padanya dan
Kami kembalikan keluarganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka,
sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua
yang menyembah Allah." (QS. Al Anbiya': 83-84)
Fakhruddin Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib mengisahkan,
bahwa pada mulanya Nabi Ayub merupakan seorang yang kaya raya, memiliki
anak-anak, dan istri yang sangat dicintainya. Nabi Ayub, sama sekali tak
memiliki kesulitan untuk berdoa dan beribadah kepada Allah Swt karena serba
berkecukupan.
Kemudian, Allah Swt menguji Nabi Ayub berupa penyakit
hingga ia ditinggalkan para pengikutnya, termasuk keluarga dan anak-anaknya.
Tak hanya itu, kekayaan Nabi Ayub pun habis tiada bersisa.
Akan tetapi, Nabi Ayub tetap menjalaninya dengan penuh
kesabaran dan dengan ketakwaan yang kian meningkat. Kemudian Allah pun
mengembalikan seluruh kekayaan Nabi Ayub dengan berlipat ganda, dan anak-anak
yang lebih banyak ketimbang sebelumnya.
Rasulullah Saw bersabda;
"Ujian senantiasa menimpa orang beriman pada diri,
anak, dan hartanya hingga ia bertemu Allah dengan tidak membawa satu dosa pun
atasnya." (HR. At-Tirmidzi)
Dalam riwayat lain, Nabi bersabda;
"Tidak ada satu pun musibah yang menimpa seorang
Muslim berupa duri atau yang semisalnya, melainkan dengannya Allah akan
mengangkat derajatnya atau menghapus kesalahannya.” (HR. Muslim)
Ada pula riwayat hadis berbunyi, "Tidaklah seorang
Muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan mengugurkan
bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Tanda cinta dan kebaikan Allah Swt
Musibah atau ujian juga bisa menjadi penanda atas cinta
dan kebaikan Allah Swt kepada makhluk-Nya. Nabi Saw bersabda;
"Sesungguhnya besarnya balasan tergantung dari
besarnya ujian, dan apabila Allah cinta kepada suatu kaum Dia akan menguji
mereka, barang siapa yang rida maka baginya keridaan Allah, namun barangsiapa
yang murka maka baginya kemurkaan Allah." (HR. Tirmizi).
Rasulullah Saw juga bersabda, "Sesungguhnya pahala
besar karena balasan untuk ujian yang berat. Sungguh, jika Allah mencintai
suatu kaum, maka Dia akan menimpakan ujian untuk mereka. Barangsiapa yang rida,
maka ia yang akan meraih rida Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah
pun akan murka.” (HR. Ibnu Majah)
Apabila Allah mencintai seseorang, maka bisa saja Allah
menujukkan rasa kasih sayang-Nya melalui sebuah ujian dan musibah. Allah
menjadikan musibah sebagai pengganti siksa di akhirat yang kadarnya akan jauh
lebih pedih.
Rasulullah Saw bersabda;
"Jika Allah menginginkan kebaikan pada hamba, Dia
akan segerakan hukumannya di dunia. Jika Allah menghendaki kejelekan padanya,
Dia akan mengakhirkan balasan atas dosa yang ia perbuat hingga akan ditunaikan
pada hari kiamat kelak.” (HR. Tirmidzi)
Dalam Faidh Al-Qadir, Al-Munawi menegaskan, hal itu juga
bisa menunjukkan sebaliknya. Allah Swt akan mengakhirkan siksa yang berlibat di
akhirat kelak, kepada siapa saja yang tidak dicintai-Nya dan siapa saja yang
dikehendakinya buruk.
Setara syahid
Anjuran bersabar dalam menghadapi musibah dan ujian,
terutama yang berupa wabah ditegaskan Nabi Saw melalui sabdanya;
"Wabah
penyakit adalah sejenis siksa (azab) yang Allah kirim kepada siapa yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Allah menjadikan hal itu sebagai rahmat bagi kaum
Muslimin. Tidak ada seorang pun yang terserang wabah, lalu dia bertahan di
tempat tinggalnya dengan sabar dan mengharapkan pahala, juga mengetahui bahwa
dia tidak terkena musibah melainkan karena Allah telah mentakdirkannya
kepadanya, maka dia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mati
syahid." (HR. Bukhari, An-Nasa'i, dan Ahmad)
Dalam Fath Al-Bari, Ibnu Hajar Al-Atsqalani menjelaskan,
makna gamblang dan akurat (manthuq) hadis ini adalah orang yang memiliki sifat
tersebut (Berdiam diri di rumah saat terjadi wabah) akan mendapatkan pahala
syahid walaupun yang bersangkutan tidak sampai meninggal dunia.
Pahala tanpa batas
Allah Swt berfirman;
"... Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah
yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas." (QS. Az-Zumar: 10)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya dengan mengutip
Al-Auza'iy mengatakan, yang dimaksud dengan pahala tanpa batas adalah kebaikan
orang-orang yang sabar tidak akan ditakar atau ditimbang. Mereka langsung
dimasukkan ke surga tanpa perhitungan.
Sobih AW Adnan
0 komentar:
Posting Komentar