Keutamaan Sedekah
Saat Wabah Corona Melanda
Ayat berikut menunjukkan keutamaan bersedekah saat masa
krisis, bencana, dan kebutuhan hidup melilit. Itulah yang dimaksud dengan
memberi makan pada saat dzi mas-ghabah.
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَا
اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (11) وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ (12) فَكُّ رَقَبَةٍ (13) أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (14)
“Tetapi dia
tiada menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang
mendaki lagi sukar itu? (yaitu) melepaskan budak dari perbudakan, atau memberi
makan pada hari kelaparan.” (QS. Al-Balad: 11-14).
Tafsir
“pada hari dzi mas-ghabah“
Ibnu Jarir
Ath-Thabari rahimahullah (224-310 H) menerangkan bahwa memberi makan pada hari
“dzi mas-ghabah”, maksudnya adalah pada masa kelaparan, ketika makanan menjadi
langka, di masa semua kebutuhan terfokus pada makanan. Lihat Tafsir
Ath-Thabari, 23:255-256.
Dalam Zaad
Al-Masir (9:135), Ibnul Jauzi rahimahullah (508-597 H) berkata menyebutkan
perkataan Ibnu Qutaibah bahwa mas-ghabah artinya menderita kelaparan, kata
tersebut berasal dari saghiba, yas-ghabu, su-ghuuban, artinya ketika lapar.
Ibnu Katsir
rahimahullah, nama aslinya adalah Ismail bin Umar Al-Quraisyi bin Katsir
Al-Bashri Ad-Dimasyqi Asy-Syafii (701-774 H), dalam Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim
(7:573) menyebutkan pendapat dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bahwa arti
dari dzi mas-ghabah adalah hari kelaparan (dzi ma-jaa’ah). Ibnu Katsir
menyatakan bahwa pendapat ini dinyatakan pula oleh Mujahid, Adh-Dhahak, Qatadah,
dan selainnya.
Dalam
Tafsir Al-Jalalain (hlm. 605), Jalaluddin As-Suyuthi rahimahullah (849-911 H)
mengatakan bahwa memberi makan pada hari dzi mas-ghabah adalah memberi makan
sewaktu terjadi bencana kelaparan.
Dalam Fath
Al-Qadir (5:597), Imam Asy-Syaukani rahimahullah (1173-1250 H) menyebutkan
tentang dzi mas-ghbah maksudnya kelaparan. Beliau menyebutkan perkataan sahabat
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang hal ini.
Syaikh
As-Sa’di rahimahullah (1307-1376 H) menafsirkan, “Memberi makan pada saat keadaan
benar-benar lapar di mana-mana orang-orang butuh mencari makan.” (Tafsri
As-Sa’di, hlm. 972)
Syaikh
Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah (1347-1421 H) menyatakan, “Dzi
mas-ghabah berarti keadaan penuh kelaparan, bisa jadi karena kelaparan melanda,
bisa jadi karena hasil pertanian dan buah-buahan berkurang, bisa jadi pula
karena penyakit pada tubuh mereka, atau bisa pula ada makanan namun tidak
mengenyangkan.” (Tafsir Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma, hlm. 220)
Renungkanlah!
Coba kita
renungkan saat wabah melanda seperti ini, kira-kira sudah banyak orang butuh
makan ataukah belum?
·
Sekarang
pekerja OJOL sulit cari makan, padahal mereka masih menanggung nafkah anak dan
istri.
·
Pekerja
bangunan di daerah kami sudah tidak punya pekerjaan lagi karena sedang sepi
proyek bangunan.
·
Para
dokter dan ahli medis sekarang hanya bisa focus menangani pasien padahal mereka
juga butuh makan dan butuh berbagai alat kebutuhan mereka seperti Alat
Pelindung Diri.
·
Ini
belum waktunya pemerintah memutuskan untuk lockdown atau pilihan karantina
wilayah, tentu sedekah kebutuhan saat itu benar-benar dibutuhkan.
Manfaat sedekah begitu banyak
Ditambah
lagi jika wabah corona mau segera terangkat, sedekah harus jadi solusinya.
Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa manfaat sedekah begitu banyak, hanya Allah
yang bisa menghitungnya, di antara manfaatnya adalah:
أَنَّهَا تَقِيَ مَصَارِعَ
السُّوْءِ وَتَدْفَعُ البَلاَءَ حَتَّى إِنَّهَا لَتَدْفَعَ عَنِ الظَّالِمِ ,
قاَلَ إِبْرَاهِيْمُ النَّخَعِي: وَكَانُوْ يَرَوْنَ أَنَّ الصَّدَقَةَ تَدْفَعُ
عَنِ الرَّجُلِ الظَّلُوْمِ ,وَتُطْفِئُ الخَطِيْئَةَ وَتَحْفَظُ المَالَ
وَتَجْلِبُ الرِّزْقَ وَتُفْرِحُ القَلْبَ وَتُوْجِبَ الثِّقَّةَ بِاللهِ وَحُسْنَ
الظَّنِّ بِهِ
“Sungguh
bersedekah itu mencegah kematian yang jelek, mencegah malapetaka (bala), sampai
sedekah itu melindungi dari orang yang zalim. Ibrahim An-Nakha’i mengatakan,
‘Orang-orang dahulu memandang bahwa sedekah akan melindungi dari orang yang
suka berbuat zalim.’ Sedekah juga akan menghapus dosa, menjaga harta,
mendatangkan rezeki, membuat gembira hati, serta menyebabkan hati yakin dan
berbaik sangka kepada Allah.” (‘Uddah Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin,
hlm. 313).
Mumpung
kita masih sehat
Mumpung
sekarang kita masih sehat dan punya kesempatan sedekah, yuk, bersedekah.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ada seseorang yang menemui Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ
الصَّدَقَةِ أَعْظَمُ أَجْرًا قَالَ « أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ ،
تَخْشَى الْفَقْرَ وَتَأْمُلُ الْغِنَى ، وَلاَ تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ
الْحُلْقُومَ قُلْتَ لِفُلاَنٍ كَذَا ، وَلِفُلاَنٍ كَذَا ، وَقَدْ كَانَ
لِفُلاَنٍ »
“Wahai
Rasulullah, sedekah mana yang lebih besar pahalanya?” Beliau menjawab, “Engkau
bersedekah pada saat engkau masih sehat, saat engkau takut menjadi fakir, dan
saat engkau berangan-angan menjadi kaya. Janganlah engkau menunda-nunda sedekah
itu, hingga apabila nyawamu telah sampai di tenggorokan, barulah engkau
berkata, ‘Untuk si fulan sekian dan untuk si fulan sekian, padahal harta itu
sudah menjadi hak si fulan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 1419 dan
Muslim no. 1032).
Silakan
direnungkan. Moga Allah mudahkan kita untuk bersedekah sehingga bala wabah
corona segera terangkat dari negeri ini.
Referensi:
1.
Fath
Al-Qadir Al-Jaami’ bayna Fanni Ar-Riwayah wa Ad-Dirayah min ‘Ilmi At-Tafsir.
Muhammad bin ‘Ali bin Muhammad Asy-Syaukani. Penerbit Darul Wafa’.
2.
Jaami’
Al-Bayan ‘an Ta’wil Aayi Al-Qur’an (Tafsir Ath-Thabari). Cetakan pertama, Tahun
1423 H. Al-Imam Abu Ja’far Muhammad bin Jarir Ath-Thabari. Penerbit Dar Ibnu
Hazm.
3.
Tafsir
Al-Jalalain. Cetakan kedua, Tahun 1422 H. Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin
Muhammad Al-Mahalli dan Jalaluddin ‘Abdurrahman bin Abu Bakr As-Suyuthi.
Penerbit Darus Salam.
4.
Tafsir
Al-Qur’an Al-Karim Juz ‘Amma. Cetakan ketiga, Tahun 1424 H. Syaikh Muhammad bin
Shalih Al-‘Utsaimin. Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
5.
Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof.
Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
6.
Tafsir
As-Sa’di. Cetakan kedua, Tahun 1433 H. Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
7.
‘Uddah
Ash-Shabirin wa Dzakhirah Asy-Syakirin. Cetakan kedua, Tahun 1429 H. Abu
‘Abdillah Muhammad bin Abu Bakr bin Ayyub Az-Zar’i (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah).
Penerbit Maktabah Ar-Rusyd.
8.
Zaad
Al-Masiir. Cetakan keempat, Tahun 1407 H. Al-Imam Abul Faraj Jamaluddin
‘Abdurrahman bin ‘Ali bin Muhammad Al-Jauzi Al-Qurasyi Al-Baghdadi (Ibnul
Jauzi). Penerbit Al-Maktab Al-Islami.
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumasyho.Com
0 komentar:
Posting Komentar