5 Akhlak Rasulullah
SAW
REPUBLIKA.CO.ID,
BANDUNG -- Akhlak Rasul SAW yang seharusnya menjadi suri teladan bagi kita,
karena kepribadian beliau dengan seizin-Nya yang langsung telah berhasil
mengubah masyarakat Jahiliyah menghijrahkan diri mereka ke dalam kehidupan yang
benar-benar diridhai-Nya. Kepribadian beliau langsung menerjemahkan nilai-nilai
ilahi dalam kehidupan masyarakat pada waktu itu. Ajaran yang beliau sampaikan
langsung beliau contohkan dengan sikap dan perbuatan.
Oleh sebab itu ketika Aisyah, istri Rasulullah SAW,
ditanya oleh para sahabat tentang bagaimana akhlak Rasulullah, maka singkat
saja Aisyah menjawab, akhlak beliau adalah Alquran. Jika kita ingin melihat
akhlak Rasulullah SAW secara sempurna maka tinggal lihatlah Alquran, karena
semua nilai-nilai yang mulia yang dituntun oleh Alquran diterjemahkan oleh
Rasul dalam pribadi beliau.
Paling tidak, ada "lima" hal yang bisa kita
petik hikmahnya untuk menjadi suri teladan bagi kita dari perjuangan Nabi Saw
merombak masyarakat yang Jahiliyah.
Rasulullah SAW memberikan contoh akhlak yang harus ditiru
umat Islam
Pertama, akhlak beliau kepada Allah SWT. Akhlak beliau kepada
Allah terbukti begitu sangat cintanya beliau kepada Allah SWT mengalahkan cinta
beliau kepada selain-Nya. Ini yang beliau ajarkan dan contohkan kepada para
sahabat dan ummat pada waktu itu,
"Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada
Allah"(QS. Al Baqarah, 2:165). Cinta kita kepada Allah SWT melebihi cinta
kita kepada selain Allah SWT harus kita buktikan sebagai bukti keimanan kita
kepada-Nya. Seorang mu'min, tidak akan mungkin mencintai sesuatu di dunia ini
jika sesuatu itu tidak dicintai oleh Allah SWT.
Seorang suami hanya akan mencintai istri jika dia yakin
bahwa istrinya memang patut untuk dicintai oleh Allah, begitu sebaliknya
seorang istri akan mencintai suaminya jika dia yakin suaminya memang orang yang
patut untuk dicintai-Nya.
Demikian pula, orang tua akan mencintai anak jika orang
tua itu yakin anak tersebut memang pantas untuk dicintai-Nya. Inilah bukti
bahwa kita itu betul-betul mencintai Allah di atas cinta kita kepada
selain-Nya. Karena tidak mungkin kita bisa mencintai Allah SWT lalu pada saat
yang sama juga kita mencintai yang tidak dicintai oleh Allah SWT.
Kita hanya akan mencintai jabatan jika jabatan tersebut
memang bisa kita peroleh dengan cara yang diridhai-Nya. Kita hanya akan
mencintai harta jika harta tersebut bisa kita dapatkan dengan jalan yang
diridhai-Nya. Kecintaan kita kepada
Allah harus mengalahkan hawa nafsu kita untuk mencintai yang tidak
diridhai-Nya, membenci semua yang dibenci oleh Allah SWT.
Rasulullah SAW memberikan contoh akhlak yang harus ditiru
umat Islam
Kedua, akhlak Rasul SAW yang “Al Amin” (orang yang
sangat dipercaya). Beliau berhasil mengajarkan konsep "Al Ihsan" ini
kepada para sahabat.
Yakni, berbuat baik itu adalah kita melakukan sesuatu
pengabdian kepada Allah seakan-akan kita melihat Allah, kalau pun kenyataannya
tidak bisa melihat Allah kita yakin betul bahwa Allah itu melihat kita.
Inilah modal utama untuk lahirnya sifat “Al Amin”, yakni
munculnya figur orang-orang yang jujur yang selalu merasa bahwa dirinya baik
ucap, sikap maupun perilakunya senantiasa dalam pengawasan Allah SWT.
Ketiga, akhlak beliau dalam keluarga. Beliau dikenal
sangat lemah-lembut terhadap istrinya bila saatnya memang harus lemah-lembut.
Begitu juga sifat beliau keras dan tegas pada saat beliau
memang harus keras dan tegas.
Beliaulah yang menerjemahkan firman Allah surah An Nisaa'
ayat 19 di mana Allah memerintahkan kepada para suami, “Dan pergaulilah istrimu
dengan cara yang baik, jika engkau dapati pada diri istrimu itu ada watak dan
tabiat yang kurang berkenan di hatimu bersabarlah, karena mungkin kamu tidak
menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Keempat, akhlak beliau dalam masyarakat. Beliau sangat
mencintai orang lemah yakni orang-orang yang sangat membutuhkan perhatian dan
pertolongan termasuk orang-orang yang lemah dalam sisi harta.
Beliau dikenal orang yang sangat "rendah hati"
bukan "rendah diri". Sebagai seorang muslim tidak boleh memiliki rasa
rendah diri terutama di hadapan orang-orang kafir, karena orang-orang kafir
tidak ada nilai sama sekali di hadapan-Nya, bahkan menurut Allah SWT mereka
lebih rendah dari binatang ternak, "Mereka itu seperti binatang ternak,
bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai" (QS.
Al A'raaf, 7 : 179).
Rasulullah SAW dikenal sangat rendah hati di hadapan
sesama Muslim, tetapi di hadapan orang-orang kafir beliau sangat keras terlebih
kepada golongan kafir harbi.
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang
bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih
sayang sesama mereka’ (QS. Al Fath, 48:29). Juga dalam firman-Nya: Wahai Nabi!
Berjihadlah (melawan) orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan bersikap
keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahannam. Dan itulah
seburuk-buruk tempat kembali” (QS. At Taubah, 9:73).
Sikap lemah-lembut, berkasih sayang sesama mu’min
senantiasa diutamakan oleh beliau, sebaliknya beliau bersikap keras dan tegas
terhadap orang-orang yang melanggar hak-hak Allah, tidak ada kompromi dan
toleransi bagi mereka.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari,
meriwayatkan: Seorang wanita pada zaman Rasulullah SAW sesudah Fathu Mekah
telah mencuri. Lalu Rasulullah memerintahkan agar tangan wanita itu dipotong.
Usamah bin Zaid menemui Rasulullah untuk meminta keringanan hukuman bagi wanita
tersebut.
Mendengar penuturan Usamah, wajah Rasulullah langsung
berubah. Beliau lalu bersabda: “Apakah kamu akan minta pertolongan untuk
melanggar hukum-hukum Allah SWT?” Usamah lalu menjwab: “Mohonkan ampunan Allah
untukku, Ya Rasulullah”.
Pada sore harinya Nabi Saw berkhotbah setelah terlebih
dulu memuji dan bersyukur kepada Allah. Sabdanya: “Amma ba’du. Orang-orang
sebelum kamu telah binasa disebabkan bila seorang bangsawan mencuri dibiarkan
(tanpa hukuman), tetapi jika yang mencuri seorang awam (lemah) maka dia
ditindak demngan hukuman.
Demi yang jiwaku dalam genggaman-Nya, apabila Faimah
binti Muhammad mencuri maka aku pun akan memotong tangannya”. Setelah bersabda,
beliau pun kembali menyuruh memotong tangan wanita yang mencuri itu.
Kelima, akhlak kesabaran Rasulullah Saw dalam menghadapi
berbagai tuduhan, fitnah bahkan upaya pembunuhan terhadap diri beliau.
Perjuangan Rasulullah Saw di awali dengan perang urat syaraf, awalnya
orang-orang Jahiliyah yang menentang Rasul menggunakan taktik psikologis dengan
memadamkan semangat juang Rasul Saw dengan melemparkan bertubi-tubi ejekan (QS.
Al Israa', 17 : 90-93).
Setelah ejekan-ejekan tidak berhasil, mereka melemparkan
tuduhan palsu dengan menyebarkan desas-desus bahwa beliau adalah ahli nujum,
gila, ahli syair dan tukang sihir (QS. Ath
Thuur, 52 : 30-33).
Setelah semua gagal maka pendekatan mereka melalui
wanita, harta dan tahta. Langkah ini pun tidak berhasil. Maka langkah
pembunuhan diri Rasul Saw mulai mereka rancang, langkah ini pun gagal pula.
Allah SWT berfirman: “Dan (ingatlah) ketika orang-orang
kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan
memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan
Allah menggagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya” (
QS. Al Anfaal, 8 : 30)
Semoga akhlak-akhlak mulia yang dicontohkan Rasul SAW
dapat kita teladani. Kita akan bisa selalu bersikap lemah-lembut dan
berkasih-sayang sesama mu’min, sebaliknya mampu bersikap keras dan tegas
terhadap orang-orang melanggar hak-hak Allah, tidak kompromi dan toleran
terhadap orang-orang yang menistakan Agama dan menghina Allah dan Rasul-Nya.
Red: Agung
Sasongko
Oleh: KH Athian
Ali
0 komentar:
Posting Komentar