Bersedekah dengan
Harta yang Paling Dicintai (Teladan dari Abu Thalhah)
Sepertinya bersedekah dengan harta yang kita cintai itu
amat berat. Karena sifat manusia itu sangat mencintai harta, enggan
mengeluarkannya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَتُحِبُّونَ
ٱلْمَالَ حُبًّا جَمًّا
“Dan kamu
mencintai harta benda dengan kecintaan yang berlebihan.” (QS. Al-Fajr: 20).
Ibnu Katsir menafsirkan “jammaa” dengan katsiroon (banyak). Lihat Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:563. Artinya, manusia itu sangat berlebihan dalam mencintai
hartanya.
Dalam ayat
lainnya disebutkan,
وَإِنَّهُۥ لِحُبِّ ٱلْخَيْرِ
لَشَدِيدٌ
“Dan
sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya kepada harta.” (QS. Al-‘Adiyat:
8). Ada dua makna yang ditafsirkan oleh Ibnu Katsir rahimahullah mengenai ayat
ini:
Manusia itu
sangat cinta pada harta.
Manusia
sangat tamak dan bakhil (pelit) dengan harta sehingga mencintainya berlebihan.
Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7:635.
Sehingga
jika ada yang bisa mengeluarkan harta yang ia cintai untuk bersedekah, itu sangat
luar biasa.
Anas bin
Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu adalah orang
Anshar yang memiliki banyak harta di kota Madinah berupa kebun kurma. Ada kebun
kurma yang paling ia cintai yang bernama Bairaha’. Kebun tersebut berada di
depan masjid. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memasukinya dan
minum dari air yang begitu enak di dalamnya.”
Anas
berkata, “Ketika turun ayat,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ
حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Lalu Abu
Thalhah berdiri menghadap Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia
menyatakan, “Wahai, Rasulullah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kamu
sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu
menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai.” (QS. Ali Imran: 92)
Sungguh
harta yang paling aku cintai adalah kebun Bairaha’. Sungguh aku wakafkan kebun
tersebut karena mengharap pahala dari Allah dan mengharap simpanan di akhirat.
Aturlah tanah ini sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberi petunjuk
kepadamu. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bakh! Itulah
harta yang benar-benar beruntung. Itulah harta yang benar-benar beruntung. Aku
memang telah mendengar perkataanmu ini. Aku berpendapat, hendaknya engkau
sedekahkan tanahmu ini untuk kerabat. Lalu Abu Thalhah membaginya untuk
kerabatnya dan anak pamannya.” (HR. Bukhari, no. 1461 dan Muslim, no. 998).
Bakh maknanya untuk menyatakan besarnya suatu perkara.
Pelajaran
dari hadits
Keutamaan
menafkahi dan memberi sedekah kepada kerabat, istri, anak, dan orang tua walau
mereka musyrik. Sebagaimana Imam Nawawi membuat judul bab untuk hadits di atas dalam
Syarh Shahih Muslim.
Kerabat
harusnya lebih diperhatikan dalam silaturahim. Abu Thalhah akhirnya memberikan
kebunnya kepada Ubay bin Ka’ab dan Hassan bin Tsabit.
Bersedekah
kepada kerabat punya dua pahala yaitu pahala menjalin hubungan kerabat (silaturahim)
dan pahala sedekah.
Bisakah kita bersedekah dengan harta yang kita
cintai seperti Abu Thalhah?
Semoga
Allah memberikan keberkahan untuk harta kita dan terus semangat bersedekah.
Referensi:
Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama,
Tahun 1433 H. Yahya bin Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431
H. Ibnu Katsir. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.
—
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Artikel Rumaysho.Com
0 komentar:
Posting Komentar