KEISTIMEWAAN KALIMAT HAUQOLAH (lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh)
Segala puji bagi Allah Rabbul ‘alamin, shalawat dan salam
semoga dilimpahkan kepada.Rasulullah, keluarganya, para sahabatnya, dan
orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamat, amma ba’du:
Berikut pembahasan tentang, semoga Allah menjadikan
penyusunan risalah ini ikhlas karena-Nya dan bermanfaat,
==
ﻻﺣﻮﻝ ﻭﻻ
ﻗﻮﺓ ﺍﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ
Laa Haula Wa Laa Quwwata Illa Billah
” Tiada daya dan kekuatan selain dari Alloh. “
Hauqolah atau bacaan ﻻﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻ
ﺑﺎﻟﻠﻪ maknanya adalah tiada daya untuk berpindah dari suatu keadaan
kepada keadaan yang lain, dan tiada kekuatan untuk mengerjakan perintah kecuali
dengan pertolongan, taufik dan petunjuk Alloh Azza wa Jalla. [Al-Jami’ Lil
Buhuts wa arr-Rosail hlm. 200 oleh Syaikh Abdurrozzaq aI-Badr].
Di antara kalimat istimewa yang diajarkan di dalam agama
kita adalah kalimat hauqolah, yakni kalimat lâ haula wa lâ quwwata illâ billâh.
Terjemahannya: “Tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik Allah”.
Banyak nas yang menjelaskan keistimewaan kalimat mulia
yang satu ini. Ada hadits-hadits yang menyebutkan keistimewaan kalimat ini
berbarengan dengan empat kalimat mulia lainnya, yakni tasbih, tahmid, tahlil
dan takbir. Ada pula hadits-hadits yang menyebutkan keistimewaan kalimat
hauqolah secara khusus.
Berikut ini beberapa hadits yang menyebutkan keistimewaan
kalimat hauqolah berbarengan dengan empat kalimat mulia lainnya:
➡ 1. Menghapuskan dosa-dosa
✅ Rasulullah shallallahu’alaihiwasallam bersabda,
“مَا عَلَى الْأَرْضِ رَجُلٌ يَقُولُ: لَا إِلَهَ إِلَّا
اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَسُبْحَانَ اللهِ، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ، وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ، إِلَّا كُفِّرَتْ عَنْهُ ذُنُوبُهُ، وَلَوْ كَانَتْ
أَكْثَرَ مِنْ زَبَدِ الْبَحْرِ”
“Tidaklah
seorang di muka bumi mengucapkan la ilaha illallah, Allahu akbar, subhanallah,
alhamdulillah dan la haula wa la quwwata illah billah; melainkan dosa-dosanya
akan diampuni, walaupun lebih banyak dibanding buih di lautan”. HR. Ahmad dari
Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu’anhu dan dinilai sahih oleh al-Hakim dan
adz-Dzahaby.
➡ 2.
Memenuhi tangan hamba dengan kebaikan
✅ Ibnu Abi
Aufa radhiyallahu’anhu bertutur,
أَتَى رَجُلٌ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: “يَا رَسُولَ اللهِ، إِنِّي لَا
أَقْرَأُ الْقُرْآنَ، فَمُرْنِي بِمَا يُجْزِئُنِي مِنْهُ!”، فَقَالَ لَهُ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “قُلْ: الْحَمْدُ لِلَّهِ،
وَسُبْحَانَ اللهِ، وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ
وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ”. قَالَ: فَقَالَهَا الرَّجُلُ: وَقَبَضَ كَفَّهُ،
وَعَدَّ خَمْسًا مَعَ إِبْهَامِهِ، فَقَالَ: “يَا رَسُولَ اللهِ، هَذَا لِلَّهِ
تَعَالَى فَمَا لِنَفْسِي؟” قَالَ: “قُلْ: “اللهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي،
وَعَافِنِي، وَاهْدِنِي، وَارْزُقْنِي” . قَالَ: فَقَالَهَا وَقَبَضَ عَلَى
كَفِّهِ الْأُخْرَى، وَعَدَّ خَمْسًا مَعَ إِبْهَامِهِ، فَانْطَلَقَ الرَّجُلُ
وَقَدْ قَبَضَ كَفَّيْهِ جَمِيعًا، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: “لَقَدْ مَلَأَ كَفَّيْهِ مِنَ الْخَيْرِ”.
“Suatu hari
ada seseorang datang kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam seraya berkata,
“Wahai Rasulullah, saya tidak bisa membaca al-Qur’an. Ajarkan padaku bacaan
yang bisa menggantikan al-Qur’an (saat aku shalat)”. Maka Rasulullah
shallallahu’alaihiwasallam bersabda, “Bacalah alhamdulillah, subhanallah, la
ilaha illallah, Allahu akbar, la haula wa la quwwata illa billah”. Maka lelaki
mengucapkan kalimat tersebut sambil menggenggam telapak tangannya dan
menghitung lima dengan jari-jarinya. Lalu ia berkata, “Wahai Rasulullah, ini
yang untuk Allah. Lah yang untuk diriku mana?”. Nabi menjawab, “Ucapkanlah:
Allôhummaghfirlî, warhamnî, wa ‘âfinî, wahdinî, warzuqnî (Ya Allah, ampunilah
aku, sayangilah aku, sehatkanlah aku, berilah aku petunjuk dan karuniakanlah
padaku rizki)”. Maka lelaki tersebut menggenggam telapak tangannya yang satunya
sembari menghitung lima dengan jari-jarinya. Kemudian ia pergi sambil
menggenggam kedua telapak tangannya. Nabi shallallahu’alaihiwasallam pun
berkomentar, “Sungguh ia telah memenuhi kedua tangannya dengan kebaikan”. HR.
Ahmad dan dinilai hasan oleh al-Arna’uth.
➡ 3. Kalimat
hauqolah merupakan salah satu amal salih yang berpahala abadi
✅ Allah
ta’ala berfirman,
الْمَالُ وَالْبَنُونَ
زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَالْبَاقِيَاتُ الصَّالِحَاتُ خَيْرٌ عِنْدَ
رَبِّكَ ثَوَابًا وَخَيْرٌ أَمَلًا
Artinya:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi al-bâqiyat
ash-shâlihat (amal salih yang berpahala abadi) lebih baik di sisi Allah
pahalanya dan harapannya”. QS. Al-Kahfi (18): 46.
Ayat di
atas menjelaskan bahwa harta dan anak tidaklah kekal. Yang akan bermanfaat dan
kekal untuk manusia adalah al-bâqiyât ash-shâlihât.
Al-bâqiyât
ash-shâlihât adalah seluruh amal ketaatan, baik yang hukumnya wajib maupun yang
sunnah. Entah itu yang berkaitan dengan hak Allah maupun hak para hamba-Nya.[1]
Di
antaranya adalah mengucapkan kalimat tasbih, tahmid, tahlil, takbir dan
hauqolah. Demikian penafsiran yang disampaikan beberapa sahabat Nabi
shallallahu’alaihiwasallam. Seperti Utsman bin Affan dan Ibnu Umar
radhiyallahu’anhum.
Di atas
adalah sebagian nas yang menyebutkan keistimewaan kalimat ini berbarengan
dengan empat kalimat mulia lainnya, yakni tasbih, tahmid, tahlil dan takbir.
Adapun hadits-hadits yang menyebutkan keistimewaan kalimat hauqolah secara
khusus, antara lain:
➡ 4. Kalimat
hauqolah merupakan salah satu harta karun surga
✅ Abu Musa
al-Asy’ary radhiyallahu’anhu bertutur,
كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَكُنَّا إِذَا عَلَوْنَا كَبَّرْنَا
فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “أَيُّهَا النَّاسُ
ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا
وَلَكِنْ تَدْعُونَ سَمِيعًا بَصِيرًا”. ثُمَّ أَتَى عَلَيَّ وَأَنَا أَقُولُ فِي
نَفْسِي لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ فَقَالَ: “يَا عَبْدَ اللهِ بْنَ
قَيْسٍ قُلْ لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللهِ فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ
كُنُوزِ الْجَنَّةِ”
“Pada suatu
hari kami bepergian bersama dengan nabi shallallahu’alaihiwasallam. Setiap kali
melewati jalan menanjak kami bertakbir
(dengan suara keras). Maka Nabi shallallahu’alaihiwasallam pun bersabda, “Wahai
para manusia, kasihanilah diri kalian. Sungguh kalian tidaklah sedang memanggil
dzat yang tuli atau sesuatu yang tidak ada. Namun kalian sedang memanggil Dzat
Yang Maha mendengar dan Maha melihat!”. Kemudian beliau mendatangiku, dan saat
itu aku sedang membaca dengan lirih, “La haula wa la quwwata illa billah”. Maka
beliaupun berkata, “Wahai Abdullah bin Qais, ucapkanlah La haula wa la quwwata
illa billah. Sungguh ia merupakan salah satu harta karun surga”. HR. Bukhari
dan Muslim.
Dalam
hadits di atas Nabi shallallahu’alaihiwasallam ingin menjelaskan berbagai amal
salih kepada para sahabatnya. Saat beliau melihat mereka mengerjakan amal
salih, yakni takbir, beliau menginginkan mereka agar menambahkan amal salih
lainnya. Yaitu mengucapkan kalimat hauqolah.
➡ Faedah
Hadits
1.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi pengajar untuk umatnya. Tidak
ada kebaikan melainkan beliau ajarkan pada umatnya.
2. Laa
hawla wa laa quwwata illa billah merupakan simpanan surga.
3. Dorongan
untuk berdzikir sehingga mendapatkan pahala yang besar sebagai simpanan di
surga kelak.
➡ Makna Laa
Hawla wa Laa Quwwata illa Billah
Ada ulama
yang menafsirkan kalimat tersebut, “Tidak ada kuasa bagi hamba untuk menolak
kejelekan dan tidak ada kekuatan untuk meraih kebaikan selain dengan kuasa
Allah.”
Ulama lain
menafsirkan, “Tidak ada usaha, kekuatan dan upaya selain dengan kehendak
Allah.”
✅ Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔِ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻻَّ ﺑِﻌِﺼْﻤَﺘِﻪِ، ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﻋَﻠَﻰﻃَﺎﻋَﺘِﻪِ ﺇِﻻَّﺑِﻤَﻌُﻮْﻧَﺘِﻪِ
“Tidak ada
daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari Allah.
Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan
Allah.”
Imam Nawawi
menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim (17:26-27) dan
beliau katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.”
Dalam
penjelasan Safinah An-Najah , Imam Nawawi Al-Bantani rahimahullah menyebutkan
arti kalimat tersebut,
ﻻَ ﻳَﺤُﻮْﻝُ ﻋَﻦْ ﻣَﻌْﺼِﻴَﺔِ
ﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠﻪِ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَ ﻋَﻠَﻰ ﻃَﺎﻋَﺔِﺍﻟﻠﻪِ ﺇِﻻَّﺑِﻌَﻮْﻥِ ﺍﻟﻠﻪِ
“Tidak ada
yang menghalangi dari maksiat pada Allah melainkan dengan pertolongan Allah.
Tidak ada pula kekuatan untuk melakukan ketaatan pada Allah selain dengan
pertolongan Allah.” (Lihat Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najah, hlm. 33)
✅ Abu Ayyub
Al-Anshari menceritakan,
ﺃَﻥَّ ﺭَﺳُﻮﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺻَﻠَّﻰ
ﺍﻟﻠَّﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﻟَﻴْﻠَﺔَ ﺃُﺳْﺮِﻱَ ﺑِﻪِ ﻣَﺮَّ ﻋَﻠَﻰﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ،
ﻓَﻘَﺎﻝَ : ﻣَﻦْ ﻣَﻌَﻚَ ﻳَﺎ ﺟِﺒْﺮِﻳﻞُ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻫَﺬَﺍ ﻣُﺤَﻤَّﺪٌ ، ﻓَﻘَﺎﻝَ
ﻟَﻪُﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢُ : ﻣُﺮْ ﺃُﻣَّﺘَﻚَ ﻓَﻠْﻴُﻜْﺜِﺮُﻭﺍ ﻣِﻦْ ﻏِﺮَﺍﺱِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ،
ﻓَﺈِﻥَّ ﺗُﺮْﺑَﺘَﻬَﺎ ﻃَﻴِّﺒَﺔٌ، ﻭَﺃَﺭْﺿَﻬَﺎ ﻭَﺍﺳِﻌَﺔٌ ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻣَﺎ ﻏِﺮَﺍﺱُ
ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ؟ ﻗَﺎﻝَ : ﻻَ ﺣَﻮْﻝَ ﻭَﻻَ ﻗُﻮَّﺓَﺇِﻻَّ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ .
“Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat ke langit pada Malam Isra’
Mi’raj, beliau melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam . Ibrahim lantas bertanya, “Siapa
yang bersamamu wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Ia Muhammad.” Ibrahim lantas
mengatakan padanya, “Perintahkanlah pada umatmu untuk memperbanyak bacaan yang
akan menjadi tanaman di surga, debunya itu bersih dan tanamannya pun luas.”
Ibrahim ditanya,
“Lalu apa
bacaan yang disebut girasul jannah tadi?” Ibrahim menjawab, “Kalimat ‘laa hawla
wa quwwata illa billah’ .” (HR. Ahmad, 5:418. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if ).
==
➡ Keutamaan
Hauqolah ‘
✅ Dari Abi
Musa al-Asy’ari bahwa Nabiﷺ
bersabda:
ﺃَﻟَﺎ ﺃَﺩُﻟُّﻚَ ﻋَﻠَﻰ
ﻛَﻠِﻤَﺔٍ ﻫِﻲَ ﻛَﻨْﺰٌ ﻣِﻦْ ﻛُﻨُﻮﺯِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ ﻟَﺎ ﺣَﻮْﻝَﻭَﻟَﺎ ﻗُﻮَّﺓَ ﺇِﻟَّﺎ
ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ
”Maukah aku
tunjukkan kepadamu suatu kalimat yang merupakan perbendaharan Surga? ﻻﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻﺑﺎﻟﻠﻪ ” (HR. Bukhori 4205,
Muslim 2704).
✅ Berkata
an-Nawawi, “Makna perbendaharaan di sini adalah simpanan pahala di Surga yang
sangat berharga, seperti simpanan harta kalian yang paling bernilai.” (Syarah
Shahih Muslim 17/26)
✅ Imam
Ahmad meriwayatkan dari Qois bin Sa’d bin Ubadah, bahwa Nabi ﷺ berkata kepadanya:
‘Maukah aku
tunjukkan kepadamu suatu pintu dari Pintu- pintu Surga?” Aku menjawab, “Tentu.”
Beliau bersabda:”. ﻻﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ
” (Musnad: 3/422, Al-Mustadrak: 4/290, Ash-Shahîhah: 4/35-37)
✅ Nabi ﷺ bersabda, Jika ia mengatakan Laa ilaaha
illallaha lahul mulku walahul hamdu maka Alloh ta’aala berfirman: ‘Hambaku
benar, tidak ada sesembahan yang haq selain Aku dan bagiku kerajaan dan
pujian’. Jika hamba tersebut mengatakan Laa ilaaha illallahu wala haula wala
quwwata illa billlah maka Alloh ta’aala berfirman: ‘Hambaku benar, tidak ada
sesembahan yang benar kecuali Aku dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali
karena Aku’.”
✅ Berkata
Abu lshaq, “Kemudian Agorru (rowi hadits) mengatakan sesuatu yang aku tidak
pahami, lalu aku bertanya kepada Abu Ja’far tentang apa yang ia katakan. Abu
Ja’far menjawab, ‘Siapa Saja yang diberi rezeki dengan kalimat tersebut ketika
meninggalnya, maka tidak akan disentuh api neraka.” (HR. lbnu Majah 3794,
Tirmidzi 3430, al-Hakim 1/5 dan dishohihkan oleh Syaikh Albani dalam
ash-shahihah no. 1390)
✅ Dari Abi
Ayyub al-Anshori radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi ﷺ pada malam lsro’ melewati Nabi lbrahim alaihi wa sallam
kemudian beliau berkata, “Wahai Muhammad! Perintahkanlah umatmu untuk
memperbanyak tanaman Surga. Sesungguhnya tanahnya sangat baik dan sangat luas.”
Maka Nabi ﷺ bertanya, “Apa itu tanaman Surga?” Nabi
Ibrohim alaihissalam menjawab: ﻻ ﺣﻮﻝ ﻭﻻ ﻗﻮﺓ ﺍﻻ ﺑﺎﻟﻠﻪ
“ (HR. Imam Ahmad: 5/418 Shohih Targhib wa Tarhib no.1583)
➡ Kapan
Dzikir ini Dibaca?
Dzikir ini
bisa dibaca kapan saja dan di mana saja di luar dzikir yang terkait dengan
waktu dan tempat, namun harus disesuaikan dengan makna dzikir ini yang untuk
itulah dzikir ini dianjurkan dibaca.
Dzikir yang
agung ini merupakan kalimat isti’anah (memohon pertolongan) bukan kalimat
istrija’ (yang maknanya semisal dengan ucapan innaa lillahi wainnaa ilaihi
roji’un), sehingga dianjurkannya membaca dzikir ini ialah saat ingin meminta
pertolongan kepada Alloh ta’aala bukan dibaca saat tertimpa musibah. (Lihat:
AI-Istiqomah 2/81)
Walhamdulillahi
robbil ‘alamin.
[1] Baca:
Tafsîr as-Sa’diy (hal. 428).
Diringkas
oleh Abdullah Zaen, Lc., MA dari Fiqh al-Ad’iyyah wa al-Adzkâr karya Syaikh
Prof. Dr. Abdurrazzaq al-Badr (I/295)
Penulis : Abu Bakar Al-Atsari , Majalah al-Mawadah edisi
1 the. Ke-2 Sya’ban 1429H.
Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal
https://assunahsalafushshalih.wordpress.com
0 komentar:
Posting Komentar