Menggapai Ridha Allah
Ketika belajar di TK dan madrasah dahulu, kita pernah
diajari oleh guru kita sebuah bacaan “Radhiitu billahi rabba, wabil Islami
dina, wabi Muhammadin nabiyya wa rasula.” Artinya: “Aku rela (senang) Allah sebagai Rabb
(Tuhanku), Islam agamaku dan Muhammad SAW sebagai Nabi dan Utusan-Nya.”
Selain itu, kita juga sering berdoa: “Allhumma inni
as’aluka ridhaka wal jannah, wa a’udzu bika min sakhathika wan nar.” Artinya:
Ya Allah aku (kami) memohon kepada-Mu akan ridha-Mu dan surga; dan aku (kami)
berlindung kepada-Mu dari kemurkaan-Mu dan siksa neraka.
Dalam konteks ini kita patut bertanya kepada diri
sendiri: “ Apakah selama ini kita sudah ridha terhadap Allah, Islam dan Nabi
Muhammad SAW? Dan mengapa kita perlu memohon ridha Allah?”
Ridha merupakan bentuk mashdar (infinitive), dari
radhiya-yardha yang berarti: rela, menerima dengan senang hati, cinta, merasa
cukup (qana’ah), berhati lapang.
Bentuk lain dari ridha adalah mardhat dan ridhwan (yang
super ridha). Antonim kata ridha adalah shukht atau sakhat, yang berarti murka,
benci, marah, tidak senang, dan tidak menerima.
Ridha adalah engkau berbuat sesuatu yang membuat Allah
senang atau ridha, dan Allah meridhai apa yang engkau perbuat. Ridha hamba
kepada Allah berarti ia menerima dan tidak membenci apa yang menjadi ketetapan
Allah.
Sedangkan ridha Allah kepada hamba berarti Dia melihat
dan menyukai hamba-Nya yang menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Ada dua dimensi ridha, yaitu ridha billah dan ridha
‘anillah. Ridha billah atau rela dan cinta kepada Allah berarti bersedia
mengimani dan menjadikan-Nya sebagai Dzat yang wajib diibadahi, tidak
menyekutukan-Nya, dimintai pertolongan, dan ditaati syariat-Nya.
Sedangkan ridha ‘anillah berarti hamba menerima
ketentuan, takdir, rizki, dan segala sesuatu yang ditetapkan oleh-Nya.
Ridha dalam konteks ini tidak berarti hamba
menyerah-pasrah tanpa usaha, berdoa dan bertawakkal. Sebaliknya, hamba
diharuskan memahami hukum sebab-akibat, berusaha maksimal dan berdoa.
Ridha kepada Allah mengharuskan hamba untuk selalu
beriman kepada-Nya, termasuk percaya kepada qadha dan qadar-Nya; mencintai dan
menaati syariat-Nya; mencintai Rasul-Nya dan mengikuti keteladananya;
menjadikan Islam sebagai agama pilihan hidupnya; dan mengorientasikan hidupnya
dengan penuh keikhlasan untuk meraih cinta dan ridha-Nya.
Oleh karena itu, ada tiga kategori ridha yang harus
ditapaki hamba. Pertama, ridha bi syar’illah (syariat Allah)
berarti menerima dan menjalankan syariat-Nya dengan ikhlas dan penuh dedikasi.
Kedua, ridha bi qadha’illah (ketentuan Allah) berati
tidak menolak dan membenci apa yang telah ditetapkan Allah, termasuk segala
sesuatu yang tidak menyenangkan (musibah), karena ujian dari Allah merupakan
tangga peningkatan derajat iman.
Ketiga, ridha bi rizqillah (rezeki Allah) berarti menerima dan merasa cukup (qana’ah)
terhadap rezeki yang dianugerahkan kepadanya, tidak rakus dan tidak
serakah, meskipun sedikit dan belum
mencukupi kebutuhannya.
Dengan demikian, menggapai ridha Allah itu merupakan
keharusan bagi setiap Muslim, karena Allah menjadikan ridha itu sebagai syiar
kehidupan akhirat.
“Pada hari itu banyak (pula) wajah yang berseri-seri,
merasa senang (ridha) karena usahanya (sendiri), (mereka) dalam surga yang
tinggi.. (QS. al-Ghasyiyah/88: 8-10). Allah selalu memanggil hamba-Nya yang
berhati ridha. “Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang ridha dan diridhai-Nya.” (QS. al-Fajr/89: 27-28)
Selain itu, Allah menjadikan ridha itu sebagai salah satu
syarat terwujudnya rukun iman. Seseorang tidak disebut beriman manakala tidak
ridha terhadap segala ketentuan Allah.
Ridha juga dapat mengantarkan Mukmin menjadi mukhlis,
tulus ikhlas karena Allah sehingga amalan-amalannya dapat diterima oleh-Nya.
Ridha juga dapat menjadi obat hati yang dapat menangkal
segala penyakit hati, sekaligus dapat membuat hati lapang dan merasa qana’ah
terhadap segala pemberian Allah.
Ridha merupakan salah satu faktor yang menyebabkan hidup
Muslim menjadi tenang, damai, tenteram, tidak diliputi keresahan dan kegalauan.
Ridha merupakan salah satu jalan yang mengantarkan kepada pendekatan diri
(taqarrub) kepada Allah.
Dengan ridha, hamba dapat menghiasi dirinya dengan akhlak
mulia, menjauhkan diri dari perbuatan tercela dan sia-sia, karena standar ridha
kepada Allah itu menuntut hamba untuk selalu taat dan bertaqwa kepada-Nya.
Menggapai ridha Allah senantiasa dilakukan dengan
memperoleh ridha kedua orang tua dalam segala hal. Rasulullah Saw bersabda:
“Ridha Allah itu tergantung pada ridha kedua orang tua; dan kemurkaan Allah itu
juga tergantung pada kemurkaan keduanya.” (HR. Muslim)
Untuk lebih memantapkan usaha kita dalam menggapai
ridha-Nya, ada baiknya kita selalu berdoa: "Ya Tuhanku, anugerahkanlah aku
ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau anugerahkan kepadaku
dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku mengerjakan kebajikan yang Engkau
ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam golongan hamba-hamba-Mu
yang shaleh.“ (QS. an-Naml/27: 19)
Red: Damanhuri
Zuhri
0 komentar:
Posting Komentar