Bahagia Dengan
Qanaah
Qanaah atau puas diri dengan segala karunia Allah Taala
merupakan kemuliaan di sisi-Nya. Menerima ketentuan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
tulus, ridha dengan semua yang Dia tetapkan dan bersabar menghadapinya, serta
mengharap pahala besar di sisi Allah Taala adalah wujud kecintaan seorang
hamba. Kebahagiaan sejati tak sekadar diukur dengan kekuasaan rezeki. Oleh
karena itu, seorang mukmin harus selalu yakin tanpa ragu bahwa rezekinya telah
ditulis dan ditentukan oleh Allah Taala.
Orang yang qana’ah adalah hamba yang beruntung di dunia,
lebih-lebih di akhirat. Tidak hasad dan tamak dengan nikmat Allah Taala yang
diberikan kepada orang lain akan melahirkan perasaan syukur. Justru dengan
qanaah, beban hatinya terasa ringan karena betapa banyak orang yang diuji
dengan kelimpahan harta dan segala fasilitas hidup serba mewah, namun tak
sedikit di antara mereka tergelincir menjadi orang yang rakus. Bukankah
kekayaan atau kebahagiaan hati hanya akan dirasakan seorang mukmin yang merasa
puas dan bersyukur dengan segala takdir-Nya, baik dalam keadaan suka maupun
duka. Dan berlebih-lebihan dalam memburu dunia akan membuat hatinya gundah
lantaran sering kali manusia gagal dalam menggapai fatamorgana. Dengan qanaah,
niscaya manusia merasakan manisnya iman dan tak melalaikan akhirat, negeri
sesungguhnya yang diimpikan orang-orang beriman.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ
يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa yang merasa aman atas
keluarganya, sehat badannya, ada sesuatu yang dimakan pada harinya maka
seakan-akan dunia menjadi miliknya.” (HR. At Tirmidzi no. 2346)
Sungguh
indah apa yang dikatakan oleh Abu Farras al-Hamdani: Kekayaan sejati adalah
kekayaan akan diri sendiri. Meski kosong tanpa pangkat dan jabatan. Tiada
sesuatu di atas kesederhanaan yang dianggap cukup. Namun, bila kamu berpuas
diri, maka semuanya menjadi cukup. (Diwan Abi Farras, hlm. 223)
Ubay bin
Kaab rahimahullah berkata, Barangsiapa yang tidak menanamkan perasaan mulia
dengan kemuliaan Allah, maka jiwanya akan terputus. Barangsiapa pandangannya
selalu mengawasi apa yang ada di tangan orang lain, maka selalu dirundung
kesedihan. Barangsiapa menduga bahwa nikmat Allah itu hanya ada di makanan,
minuman, dan pakaiannya, maka sangat sedikit ilmu pengetahuannya dan siksaan
telah datang padanya. (Tafsir al-Baghawi, V : 303-304)
Demikianlah,
betapa untuk meraih qanaah butuh perjuangan dan kesabaran. Kesadaran mendalam
betapa lebih utamanya nikmat akhirat yang abadi dibandingkan dengan berbagai
kesengsaraan jasad sehingga ia tetap memiliki sikap qanaah dan selalu berbaik
sangka pada segala ketentuan Allah Taala.
Selayaknya
kita meneladani kehidupan Rasul mulia yang selalu qanaah dan zuhud, meskipun
dunia telah dibentangkan di hadapannya. Dengan qanaah yang dilandasi keimanan
yang kuat insyaa Allah setiap insan akan merasa selalu bahagia dan terhindari
sari sikap iri maupun dengki. Segala yang dianugerahkan Allah Taala adalah yang
terbaik untuk hambanya, meskipun terkadang terlihat tidak baik untuk manusia.
Allah Maha Adil dan sangat memahami hamba-Nya, memenuhi segala kebutuhannya,
dan Maha Penyayang pada hamba-Nya yang bertakwa.
Semoga
Allah pemilik Arsy yang agung memberi kita taufik dan petunjuk serta penjagaan
dari keburukan jiwa. Semoga Allah Taala menanamkan dalam hati dan memperkokoh
iman kita untuk selalu qanaah, ikhlas menjalaninya seraya hanya mengharap
ridha-Nya. Aamiin.
***
Penulis:
Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi
·
32
Dosa Suami, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Kiswah Media, Solo, 2011.
·
Senja
Kala Bidadari, Zaenal Abidin bin Syamsudin dan Ummu Ahmad Rifqi, Penerbit Imam
Bonjol, Jakarta, 2014.
·
Majalah
Elfata, Edisi 10 volume 11, 2011.
Artikel Muslimah.or.id
Bahagia Dengan
Qanaah
Qanaah atau puas diri dengan segala karunia Allah Taala
merupakan kemuliaan di sisi-Nya. Menerima ketentuan Allah ‘Azza wa Jalla dengan
tulus, ridha dengan semua yang Dia tetapkan dan bersabar menghadapinya, serta
mengharap pahala besar di sisi Allah Taala adalah wujud kecintaan seorang
hamba. Kebahagiaan sejati tak sekadar diukur dengan kekuasaan rezeki. Oleh
karena itu, seorang mukmin harus selalu yakin tanpa ragu bahwa rezekinya telah
ditulis dan ditentukan oleh Allah Taala.
Orang yang qana’ah adalah hamba yang beruntung di dunia,
lebih-lebih di akhirat. Tidak hasad dan tamak dengan nikmat Allah Taala yang
diberikan kepada orang lain akan melahirkan perasaan syukur. Justru dengan
qanaah, beban hatinya terasa ringan karena betapa banyak orang yang diuji
dengan kelimpahan harta dan segala fasilitas hidup serba mewah, namun tak
sedikit di antara mereka tergelincir menjadi orang yang rakus. Bukankah
kekayaan atau kebahagiaan hati hanya akan dirasakan seorang mukmin yang merasa
puas dan bersyukur dengan segala takdir-Nya, baik dalam keadaan suka maupun
duka. Dan berlebih-lebihan dalam memburu dunia akan membuat hatinya gundah
lantaran sering kali manusia gagal dalam menggapai fatamorgana. Dengan qanaah,
niscaya manusia merasakan manisnya iman dan tak melalaikan akhirat, negeri
sesungguhnya yang diimpikan orang-orang beriman.
Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda :
مَنْ
أَصْبَحَ مِنْكُمْ آمِنًا فِي سِرْبِهِ، مُعَافًى فِي جَسَدِهِ، عِنْدَهُ قُوتُ
يَوْمِهِ، فَكَأَنَّمَا حِيزَتْ لَهُ الدُّنْيَا
“Barangsiapa yang merasa aman atas
keluarganya, sehat badannya, ada sesuatu yang dimakan pada harinya maka
seakan-akan dunia menjadi miliknya.” (HR. At Tirmidzi no. 2346)
Sungguh
indah apa yang dikatakan oleh Abu Farras al-Hamdani: Kekayaan sejati adalah
kekayaan akan diri sendiri. Meski kosong tanpa pangkat dan jabatan. Tiada
sesuatu di atas kesederhanaan yang dianggap cukup. Namun, bila kamu berpuas
diri, maka semuanya menjadi cukup. (Diwan Abi Farras, hlm. 223)
Ubay bin
Kaab rahimahullah berkata, Barangsiapa yang tidak menanamkan perasaan mulia
dengan kemuliaan Allah, maka jiwanya akan terputus. Barangsiapa pandangannya
selalu mengawasi apa yang ada di tangan orang lain, maka selalu dirundung
kesedihan. Barangsiapa menduga bahwa nikmat Allah itu hanya ada di makanan,
minuman, dan pakaiannya, maka sangat sedikit ilmu pengetahuannya dan siksaan
telah datang padanya. (Tafsir al-Baghawi, V : 303-304)
Demikianlah,
betapa untuk meraih qanaah butuh perjuangan dan kesabaran. Kesadaran mendalam
betapa lebih utamanya nikmat akhirat yang abadi dibandingkan dengan berbagai
kesengsaraan jasad sehingga ia tetap memiliki sikap qanaah dan selalu berbaik
sangka pada segala ketentuan Allah Taala.
Selayaknya
kita meneladani kehidupan Rasul mulia yang selalu qanaah dan zuhud, meskipun
dunia telah dibentangkan di hadapannya. Dengan qanaah yang dilandasi keimanan
yang kuat insyaa Allah setiap insan akan merasa selalu bahagia dan terhindari
sari sikap iri maupun dengki. Segala yang dianugerahkan Allah Taala adalah yang
terbaik untuk hambanya, meskipun terkadang terlihat tidak baik untuk manusia.
Allah Maha Adil dan sangat memahami hamba-Nya, memenuhi segala kebutuhannya,
dan Maha Penyayang pada hamba-Nya yang bertakwa.
Semoga
Allah pemilik Arsy yang agung memberi kita taufik dan petunjuk serta penjagaan
dari keburukan jiwa. Semoga Allah Taala menanamkan dalam hati dan memperkokoh
iman kita untuk selalu qanaah, ikhlas menjalaninya seraya hanya mengharap
ridha-Nya. Aamiin.
***
Penulis:
Isruwanti Ummu Nashifa
Referensi
·
32
Dosa Suami, Muhammad bin Ibrahim al-Hamd, Kiswah Media, Solo, 2011.
·
Senja
Kala Bidadari, Zaenal Abidin bin Syamsudin dan Ummu Ahmad Rifqi, Penerbit Imam
Bonjol, Jakarta, 2014.
·
Majalah
Elfata, Edisi 10 volume 11, 2011.
Artikel Muslimah.or.id
0 komentar:
Posting Komentar