KEWAJIBAN DAN
KEUTAMAAN TAUBAT DAN ISTIGHFAR
Allah ta’ala berfirman tentang ucapan Nabi Nuh
‘alaihissalaam:
فَقُلْتُ
اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كانَ غَفَّاراً يُرْسِلِ السَّماءَ عَلَيْكُمْ
مِدْراراً وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ
وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهاراً
“Maka aku
katakan kepada mereka: Mohonlah ampun kepada Rabb-mu. Sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan melimpah,
dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.” [Nuh: 10-12]
#Beberapa_Pelajaran:
1)
Kewajiban taubat dan istighfar; memohon ampun kepada Allah ta’ala yang Maha
Pengampun dari dosa syirik, bid’ah dan maksiat. Dan taubat yang benar haruslah
memenuhi enam syarat:
Pertama:
Ikhlas karena Allah ta’ala.
Kedua:
Segera meninggalkan dosa tersebut.
Ketiga:
Menyesalinya.
Keempat:
Bertekad tidak akan mengulanginya.
Kelima:
Sesegera mungkin sebelum tertutup pintu taubat, yaitu sebelum ajal menjemput,
atau terbitnya matahari dari arah Barat.
Keenam:
Jika dosa itu adalah kezaliman kepada orang lain seperti ghibah dan merampas
harta, maka wajib meminta maaf, atau meminta penghalalan dan atau mengembalikan
haknya. Kecuali ghibah yang tidak diketahui oleh orang yang dighibahi, maka
cukup dengan mendoakannya.
2)
Keutamaan istighfar di dunia dan Akhirat:
Di dunia
membuka pintu rezeki dan keturunan.
Di Akhirat
mendapatkan ampunan dan rahmat.
3) Di
antara metode dakwah yang digunakan para nabi dan rasul ‘alaihimussalaam
adalah:
Targhib:
Memberikan motivasi dengan menyebutkan keutamaan-keutamaan suatu amalan, baik
keutamaan di dunia maupun di Akhirat. Demikian pula dengan
Tarhib:
Mengingatkan bahaya-bahaya meninggalkan suatu amalan.
4) Terkait permasalahan
niat dalam ibadah:
Ayat yang
mulia ini menunjukkan bolehnya beribadah kepada Allah ta’ala dengan niat karena
Allah, dan juga ingin mendapatkan kenikmatan dunia.
Namun yang
paling utama apabila seseorang meniatkan semata-mata karena Allah ta’ala.
Atau
meniatkan bahwa kenikmatan dunia tersebut untuk membantunya dalam beribadah
kepada Allah ta’ala.
5) Adapun
niat ibadah yang tercela adalah:
Beribadah
demi untuk kenikmatan duniawi semata, tidak sedikit pun karena Allah dan
mengharap kebahagiaan di Akhirat. Maka ini termasuk syirik besar.
Beribadah
karena Allah dan juga ingin diperlihatkan kepada orang lain demi mendapat
pujian (riya’), maka ini syirik kecil.
Beribadah
semata-mata karena riya’, atau riya’ yang mendominasi, maka ini syirik besar.
وبالله التوفيق وصلى الله على
نبينا محمد وآله وصحبه وسلم
Penulis: Al-Ustadz
Sofyan Chalid Ruray hafizhahullah
0 komentar:
Posting Komentar