6 Bekal Wajib
Menuntut Ilmu dan Pengalaman Imam Syafii
Terdapat enam bekal wajib menuntut ilmu dalam Islam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu kitab yang populer
tentang pendidikan dan adab di lingkungan pesantren adalah kitab Ta’lim
al-Muta’allim karya Syekh Az-Zarnuji.
Kitab tersebut berisi nadzam (syair dan doa) tentang
bagaimana seseorang dapat menuntut ilmu dengan diiringi adab. Salah satu bunyi
petikan nadzam kitab tersebut yakni:
أَخي لَن تَنالَ العِلمَ إِلّا بِسِتَّةٍ سَأُنبيكَ عَن تَفصيلِها
بِبَيانِ ذَكاءٌ وَحِرصٌ وَاِجتِهادٌ وَبُلغَةٌ وَصُحبَةُ أُستاذٍ وَطولُ زَمانِ
“Akhi Ala
la tanalul ilma illa bi sittatin, sa-unabbiuka ‘an-tafshili’iha bibayanin.
Dzaka-in wa hirtsin wa-sthibarin wa bulghatin. Wa irsyadi ustazin wa thuli
zamanin.”
Yang
artinya: “Syarat mendapatkan ilmu itu ada enam. (Yakni) cerdas (sehat akal),
rakus yaitu rakus dalam menyerap ilmu-ilmu, bersungguh-sungguh, cukupnya modal
(harta, kemampuan, dan usaha yang keras), guru yang mengajarkan, dan waktu yang
lama.”
Di dalam
dunia pesantren, keenam elemen tadi wajib dimiliki para santri. Alasannya agar
segala ilmu yang dipelajari santri tidak hanya ilmu instan yang dikhawatirkan
berujung pada kesombongan dan merasa sudah paling pintar.
Di dalam
Islam sendiri, perintah untuk menuntut ilmu telah digaungkan dengan keras.
Yakni perintah untuk menuntut ilmu dari kandungan hingga liang lahat, artinya
betatapun lamanya seseorang telah menempuh pendidikan formal di instansi
apapun, sejatinya aktivitas menuntut ilmu dapat dilakukan di manapun dan
kapanpun. Tak hanya itu, ilmu yang mulai pun harus dibarengi dengan tidak
menjalankan aktivitas yang merugikan.
Dalam kitab
I’anatut Thalibin, Imam Syafii bercerita:
شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ
حِفظي فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ وَنورُ
اللَهِ لا يُهدى لِعاصي
“Syakautu
ila Waki’i su-a hifzhi, fa-arsyadani ila tarkil-ma’ashi, wa akhbarani
bi-anna-ilma nurun. Wa nurullahi la yuhda li-ashi.”
Artinya:
“Aku (Imam Syafii) pernah mengadukan kepada Imam Waki’i (guru beliau) tentang
jelek (sulitnya) hafalanku. Lalu beliau mengatakan kepadaku untuk meninggalkan
maksiat. Imam Waki’i berkata, sebab ilmu adalah caaya, dan cahaya Allah
tidaklah diberikan kepada para ahli maksiat.”
Rep: Imas
Damayanti/ Red: Nashih Nashrullah
0 komentar:
Posting Komentar