Bolehkah Berkurban
Seekor Kambing untuk Satu Keluarga?
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apakah mungkin berkurban
dengan, umpamanya, seekor kambing untuk satu keluarga? Direktur Rumah Fiqih
Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat menuturkan, berkurban seekor kambing (atau
hewan kurban yang setara) atas nama lebih dari satu orang dapat mengacu salah
satu hadis.
Rasulullah SAW disebutkan pernah menyembelih seekor
kambing yang ditujukan untuk diri beliau sendiri dan keluarga.
"Nabi SAW menyembelih dua ekor kambing kibash yang
gemuk bertanduk. Yang pertama untuk umatnya, dan yang kedua untuk diri beliau
dan keluarganya." (HR Ibnu Majah).
"Kami wukuf bersama Rasulullah SAW. Aku mendengar
beliau bersabda, 'Wahai manusia, hendaklah atas tiap-tiap keluarga menyembelih seekor
udhiyah (hewan kurban) setiap tahun" (HR Ahmad, Ibnu Majah, dan
at-Tirmizy).
Meski demikian, Ustaz Ahmad menjelaskan, tidak benar jika
kurban seekor kambing boleh dilakukan atas nama satu keluarga. Dalam hal ini,
menurut dia, satu keluarga yang dimaksud adalah dalam hal terkait pahala kurban
yang--insya Allah--mereka terima, bukan soal beban biaya.
"Satu keluarga" itu pun mesti diperinci.
Menurut dia, jika salah seorang anggota keluarga sudah menyembelih kurban, maka
cukuplah di keluarga tersebut tidak perlu lagi ada yang berkurban. Hal ini
dalam mazhab Syafi'i disebut sebagai sunnah kifayah.
"Kurban tetap harus perorangan. Kurban untuk satu
keluarga, maksudnya pahalanya sampai untuk dirinya dan keluarganya. Yang kurban
satu orang, tetapi sekeluarga kebagian pahala dan keberkahannya," ujar
Ustaz Ahmad melalui pesan elektronik kepada Republika.co.id, Selasa (23/7).
Berkurban sendiri hukumnya sunah muakkadah. Artinya,
sunah yang sangat dianjurkan untuk dilaksanakan. Mayoritas ulama, mulai dari
mazhab Maliki, Syafi'i hingga Hambali, menyepakati hukum berkurban tak wajib.
Menurut dia, Abu Bakar dan Umar bin Khaththab juga tidak
selalu berkurban. Bahkan, Nabi SAW juga hanya memberi pilihan.
"Satu-satunya yang mengatakan wajib hanya (mazhab fikih) Hanafi. Itupun
hanya berlaku kalau mampu saja. Kalau tidak mampu, ya tidak wajib,"
lanjutnya.
Dalam mazhab Hanafi, batas mampu yang dimaksud adalah
harus mempunyai harta senilai nishab emas, yaitu 85 gram. Jika 1 gram emas
seharga Rp 500 ribu, nishab emas ialah sebesar Rp 42,5 juta.
Saat memasuki 10 hari pertama dzulhijah, umat Islam yang
mampu secara ekonomi diperbolehkan untuk berkurban. Menurut Ustaz Ahmad, orang
yang berkurban disunahkan untuk tidak memotong kuku dan rambut. Namun,
dikatakannya hal itu tidak berarti haram, melainkan hanya makruh saja dalam
mazhab Syafi'i.
0 komentar:
Posting Komentar