Bagaimana Hukum
Menjual Kulit dan Kepala Hewan Qurban ?
Istilah qurban secara bahasa berasal dari kata
qaruba-yaqrubu-qurbanan artinya pendekatan diri. Sedangkan menurut istilah
qurban artinya menyembelih hewan qurban pada hari nahar (10 Zulhijjah) dan hari tasyriq
(11, 12 dan 13 Zulhijjah) dengan niat untuk mendekatkan diri kepada Allah sebagai realisasi
rasa syukur atas nikmat Allah.
اْلأُضْحِيَةُ
هِيَ إِسْمٌ لِمَا يُذْبَحُ مِنَ اْلإِبِلِ وَالْبَقَرِ والْغَنَمِ يَوْمَ النَّحْرِ وَأَيَّامِ التَّسْرِيْقِ
تَقَرُّبًا إِلَى اللهِ تَعَالَى
Al-Udhhiyyah
adalah nama bagi binatang yang disembelih baik unta, sapi dan kambing pada hari
Nahar dan hari-hari Tasyriq untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala” (Fiqhus
Sunnah III/197).
Dalil
perintah berqurban cukup banyak baik dalam al-Qur’an maupun hadis, di antaranya
QS. al-Kautsar (108): 13, al-Hajj (22): 34. Dalam menjalankan ibadah qurban
bisa dilaksanakan langsung oleh shahibul qurban atau diserahkan kepada orang lain
yang ditunjuk. Apabila shahibul qurban menyerahkan pelaksanaan qurbannya kepada
orang lain atau panitia qurban, maka semua yang berkaitan dengan itu menjadi
tanggung jawab shahibul qurban seperti biaya untuk perawatan hewan qurban,
ongkos jagal, pengadaan plastik atau lainnya yang diperlukan diambil dari
shahibul qurban.
Hal ini
dilakukan untuk menghindari supaya daging, kulit atau lainnya dari hewan qurban
tidak dijadikan sebagai upah bagi jagal atau lainnya. Nabi Muhammad saw telah
menjelaskan beberapa perintah dan larangan berkaitan dengan ibadah qurban yakni
perintah untuk membagikan semua bagian yang ada dari hewan qurban dan larangan
memberikan upah yang diambilkan dari bagian hewan qurban. Sebagaimana
dijelaskan hadis Nabi Muhammad saw:
أَنَّ عَلِيَّ بْنَ أَبِي
طَالِبٍ أَخْبَرَهُ أَنَّ نَبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَهُ
أَنْ يَقُومَ عَلَى بُدْنِهِ وَأَمَرَهُ أَنْ يَقْسِمَ بُدْنَهُ كُلَّهَا
لُحُومَهَا وَجُلُودَهَا وَجِلَالَهَا فِي الْمَسَاكِينِ وَلَا يُعْطِيَ فِي
جِزَارَتِهَا مِنْهَا شَيْئًا [رواه البخاري]
“Bahwasanya
Ali bin Abi Thalib (diriwayatkan) mengkhabarkan Nabi saw memerintahkan dirinya
untuk membantu atas qurbannya, dan beliau (Nabi) memerintahkannya untuk membagi
semua daging, kulit dan pakaiannya (hewan qurban) kepada orang miskin serta
tidak memberikan sesuatupun dari qurban sebagai upahnya” [HR. al-Bukhari]
Aturan
lainnya berkaitan dengan ibadah qurban adalah sabda Nabi Muhammad saw:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ
الْخُدْرِىَّ أَتَى أَهْلَهُ فَوَجَدَ قَصْعَةً مِنْ قَدِيدِ الأَضْحَى فَأَبَى
أَن يَأْكُلَهُ فَأَتَى قَتَادَةَ بْنَ النُّعْمَانِ فَأَخْبَرَهُ أَنَّ
النَّبِىَّ صلى الله عليه وسلم قَامَ فَقَالَ إِنِّى كُنْتُ أَمَرْتُكُمْ أَنْ لاَ
تَأْكُلُوا الأَضَاحِىَّ فَوْقَ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ لِتَسَعَكُمْ وَإِنِّى
أُحِلُّهُ لَكُمْ فَكُلُوا مِنْهُ مَا شِئْتُمْ وَلاَ تَبِيعُوا لُحُومَ الْهَدْىِ
وَالأَضَاحِىِّ فَكُلُوا وَتَصَدَّقُوا وَاسْتَمْتِعُوا بِجُلُودِهَا وَلاَ
تَبِيعُوهَا وَإِنْ أُطْعِمْتُمْ مِنْ لَحْمِهَا فَكُلُوهُ إِنْ شِئْتُمْ [رواه
احمد].
“Dari Abu
Sa’id al-Khudri (diriwayatkan), ia mendatangi keluarganya lalu mendapati
semangkuk dari daging qurban, ia enggan memakannya lalu mendatangi Qatadah bin
Nu’man lalu mengkhabarkannya, Nabi saw berdiri lalu berkata: Sungguh aku telah
memerintahkan agar kamu tidak makan (daging) hewan qurban lebih dari tiga hari
karena untuk mencukupimu, dan (sekarang) aku menghalalkannya bagimu. Oleh
karena itu, makanlah darinya sekehendakmu, janganlah kamu menjual daging
qurban, makanlah, sedekahkanlah dan manfaatkanlah kulitnya dan janganlah kamu
menjualnya, dan jika kamu diberi dari dagingnya, maka makanlah sekehendakmu”
[HR. Ahmad].
Dari hadis
ini dapat diambil kesimpulan bahwa ada kebolehan bagi shahibul qurban seperti
kebolehan memakan, menyedekahkan dan memanfaatkan semua yang ada pada bagian
hewan qurban, juga terdapat larangan bagi shahibul qurban seperti larangan
menjual kulit atau bagian lain dari hewan qurban. Jika dicermati bahwa khitab
perintah dan larangan dari hadis tersebut ditujukan bagi shahibul qurban bukan
lainnya sehingga larangan menjual kulit hewan qurban tersebut berlaku kepada
shahibul qurban. Adapun salah satu tujuan dari larangan tersebut untuk
menghindari adanya keinginan mengambil keuntungan pribadi dari hasil penjualan
tersebut, sehingga bisa merusak niat utama dari ibadah qurban itu sendiri.
Dari
dalil-dalil yang telah kami jelaskan maka pertanyaan saudara dapat kami jawab
dengan simpulan sebagai berikut:
Pertama,
shahibul qurban boleh memanfaatkan atau menyedekahkan kulit atau lainnya dari
hewan qurban kepada perseorangan, sekelompok orang atau lembaga. Berkaitan
dengan pertanyaan saudara jika shahibul qurban telah meniatkan diri untuk
memberikan sebagian hewan qurban seperti kulit dan kepalanya kepada seorang
atau sekelompok orang kemudian yang bersangkutan menjualnya maka tidak dilarang
bagi shahibul qurban. Apa yang sudah diberikan oleh shahibul qurban maka
otomatis menjadi hak bagi orang yang menerimanya, sehingga boleh untuk dimakan,
dimanfaatkan, dijual maupun lainnya dan qurbannya tetap sah.
Kedua,
shahibul qurban dilarang menjual kulit maupun lainnya dari hewan qurban yang
sudah diniatkan ikhlas karena Allah. Berkaitan dengan pertanyaan saudara jika
yang dimaksud adalah shahibul qurban sengaja menjual sebagian dari hewan qurban
seperti kulit dan kepalanya baik untuk kepentingan pribadi atau untuk jasa
tukang potong (jagal), beli plastik, kas masjid atau lainnya maka ini termasuk
perkara yang dilarang dalam hadis Nabi saw dan berakibat tidak sah qurbannya.
Ketiga,
saran kami Tim Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
sebaiknya jika penyelenggaran ibadah qurban yang diserahkan kepada orang lain
maka semua yang berkaitan dengan keperluan biaya ibadah qurban seperti biaya
perawatan hewan sebelum disembelih, jasa tukang potong (jagal), plastik atau
keperluan lainnya adalah menjadi tanggung jawab shahibul qurban. Sehingga
pelaksanaan dan pendistribusian hewan qurban dapat berjalan sesuai aturan
sunnah Nabi saw.
0 komentar:
Posting Komentar