Sebab Sebab
Terkabulnya Doa
Doa termasuk ibadah yang paling agung. Doa bukan sekedar
hanya kalimat-kalimat yang diucapkan secara lisan. Akan tetapi, terdapat
beberapa syarat dan kondisi sehingga doa kita dikabulkan.
Sebab-Sebab Terkabulnya Doa
Pertama, mengikhlaskan doa tersebut untuk Allah Ta’ala,
konsisten (istiqamah) dan menjauhi kemusyrikan. Allah Ta’ala berfirman,
فَادْعُوا
اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
“Maka
berdoalah (sembahlah) Allah Ta’ala dengan memurnikan ibadah kepada-Nya,
meskipun orang-orang kafir tidak menyukai(nya)” (QS. Ghaafir [40]: 14).
Oleh karena
itu, tauhid (ikhlas) merupakan syarat terkabulnya doa tersebut. Karena tauhid
akan mendekatkan seseorang kepada Allah Ta’ala dan sebagai sarana (wasilah) dikabulkannya
doa seorang hamba.
Kedua, berdoa kepada Allah Ta’ala dengan
sepenuh hati, menghadirkan hatinya untuk benar-benar dikabulkan oleh Allah
Ta’ala. Tidak berdoa dengan hati yang lalai dan berpaling, sehingga hanya
menggerakkan lisannya saja, sedangkan hatinya berpaling memikirkan yang
lainnya.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ادْعُوا اللَّهَ وَأَنْتُمْ
مُوقِنُونَ بِالإِجَابَةِ، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ لَا يَسْتَجِيبُ دُعَاءً
مِنْ قَلْبٍ غَافِلٍ لَاهٍ
“Berdoalah
kepada Allah dengan keyakinan bahwa doa tersebut akan dikabulkan. Dan
ketahuilah, sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah mengabulkan doa dari hati yang
lalai dan berpaling” (HR. Tirmidzi no. 3488 dan Al-Hakim dalam Al-Mustadrak
1/493). [1]
Ketiga, berdoa kepada Allah Ta’ala dengan
menyebutkan nama dan sifat Allah Ta’ala, misalnya yaa Rahmaan, yaa Rahiim, yaa
Allah, dan sebagainya. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
وَلِلَّهِ الْأَسْمَاءُ
الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ
“Hanya
milik Allah asmaa-ul husna. Maka mohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul
husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam
(menyebut) nama-nama-Nya” (QS. Al-A’raf [7]: 180) .
Keempat, mencari waktu-waktu yang merupakan
waktu istimewa terkabulnya doa. Yang dituntut dari seorang muslim adalah berdoa
secara terus-menerus di waktu kapan pun. Akan tetapi, seorang muslim juga
hendaknya memperhatikan waktu-waktu khusus yang lebih besar kemungkinan untuk
dikabulkan. Misalnya, ketika bersujud, atau di akhir malam, atau di bulan
Ramadhan, lebih khusus lagi di sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan. Ini
adalah waktu-waktu istimewa, sehingga hendaknya kita lebih banyak berdoa di
waktu-waktu tersebut dibandingkan di waktu lainnya.
Penghalang
Terkabulnya Doa
Kita juga
harus menghindari penghalang-penghalang doa kita sehingga tidak dikabulkan.
Beberapa penghalang terkabulnya doa antara lain:
Pertama, hati yang lalai dan berpaling ketika
berdoa kepada Allah Ta’ala, sebagaimana telah dijelaskan pada poin sebelumnya.
Kedua, dan merupakan penghalang terbesar
terkabulnya doa adalah memakan harta atau barang haram. Sebagaimana yang
disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
ثُمَّ ذَكَرَ الرَّجُلَ
يُطِيلُ السَّفَرَ أَشْعَثَ أَغْبَرَ، يَمُدُّ يَدَيْهِ إِلَى السَّمَاءِ، يَا
رَبِّ، يَا رَبِّ، وَمَطْعَمُهُ حَرَامٌ، وَمَشْرَبُهُ حَرَامٌ، وَمَلْبَسُهُ
حَرَامٌ، وَغُذِيَ بِالْحَرَامِ، فَأَنَّى يُسْتَجَابُ لِذَلِكَ؟
“Kemudian
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menceritakan tentang seorang lelaki yang
telah menempuh perjalanan jauh, sehingga rambutnya menjadi kusut dan berdebu.
Orang itu mengangkat kedua tangannya ke langit dan berdoa, ‘Wahai Tuhanku,
wahai Tuhanku.’ Padahal, makanannya dari barang yang haram, minumannya dari yang
haram, pakaiannya dari yang haram dan diberi makan dari yang haram, maka
bagaimanakah Allah akan mengabulkan do’anya” (HR. Muslim no. 1015).
Seorang
muslim harus menjauhi makanan haram karena merupakan salah satu penghalang
terkabulnya doa dan menjadi penghalang antara dirinya dengan Allah Ta’ala.
Terkadang, kecintaan seseorang terhadap harta mendorongnya untuk memperoleh
harta tersebut dari cara yang haram, seperti melakukan penipuan, memakan harta
riba, atau harta suap, dan cara-cara lainnya yang diharamkan oleh syariat.
Demikian pula harus menjauhi memakan yang diharamkan, seperti babi atau khamr.
Wallahu a’lam. [2]
***
Penulis: Muhammad Saifudin Hakim
Artikel: Muslim.or.id
Catatan
kaki:
[1] Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini gharib
dan tidak diketahui kecuali melalui jalur ini. Akan tetapi, hadits ini memiliki
penguat yang diriwayatkan oleh Ahmad (2/177) dan dihasankan sanadnya oleh
Al-Haitsami dalam Majma’ Az-Zawaid 10/118. Demikian pula, dinilai hasan oleh
Al-Albani dalam Shahihul Jaami’ no. 245.
[2] Disarikan dari kitab Majaalisu Syahri
Ramadhan Al-Mubaarak, karya Syaikh Dr. Shalih bin Fauzan bin ‘Abdullah
Al-Fauzan, hal. 99-101 (cet. Daar Al-‘Ashimah, tahun 1422)
1 komentar:
DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
dicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :)
Posting Komentar