LARANGAN ISBAL (MELABUHKAN PAKAIAN HINGGA MENUTUP MATA
KAKI)
Isbal artinya melabuhkan pakaian hingga menutupi mata
kaki, dan hal ini terlarang secara tegas baik karena sombong maupun tidak.
Larangan isbal bagi laki-laki telah dijelaskan dalam hadits-hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sangat banyak, maka selayaknya bagi seorang
muslim yang telah ridho Islam sebagai agamanya untuk menjauhi hal ini. Namun
ada sebagian kalangan yang dianggap berilmu, menolak (larangan) isbal dengan
alasan yang rapuh seperti klaim mereka kalau tidak sombong maka dibolehkan?!
Untuk
lebih jelasnya, berikut kami paparkan perkara yang
sebenarnya tentang isbal agar menjadi pelita bagi orang-orang yang mencari
kebenaran. Amin. Wallahul Musta’an.
DEFINISI ISBAL
Isbal secara bahasa adalah masdar dari “asbala”,
“yusbilu-isbaalan”, yang bermakna “irkhaa-an”, yang artinya; menurunkan,
melabuhkan atau memanjangkan. Sedangkan menurut istilah, sebagaimana
diungkapkan oleh Imam Ibnul ‘Aroby rahimahullah dan selainnya adalah ;
memanjangkan, melabuhkan dan menjulurkan pakaian hingga menutupi mata kaki dan
menyentuh tanah, baik karena sombong ataupun tidak. [Lihat Lisanul ‘Arob, Ibnul
Munzhir 11/321, Nihayah Fi Gharibil Hadits, Ibnul Atsir 2/339]
BATAS PAKAIAN MUSLIM
Salah satu kewajiban seorang muslim adalah meneladani
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam segala perkara, termasuk dalam
masalah pakaian. Rasulullah telah memberikan batas-batas syar’I terhadap
pakaian seorang muslim, perhatikan hadits-hadits berikut:.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Keadaan sarung seorang muslim hingga setengah betis,
tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis hingga di atas mata
kaki. Dan apa yang turun dibawah mata kaki maka bagiannya di neraka.
Barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong maka Alloh tidak akan
melihatnya” [Hadits Riwayat. Abu Dawud 4093, Ibnu Majah 3573, Ahmad 3/5, Malik
12. Dishahihkan oleh Al-Albani dalam Al-Misykah 4331]
Berkata Syaroful Haq Azhim Abadi rahimahullah : “Hadits
ini menunjukkan bahwa yang sunnah hendaklah sarung seorang muslim hingga
setengah betis, dan dibolehkan turun dari itu hingga di atas mata kaki. Apa
saja yang dibawah mata kaki maka hal itu terlarang dan haram.[ Aunul Ma’bud
11/103]
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang otot
betisku lalu bersabda, “Ini merupakan batas bawah kain sarung. Jika engkau
enggan maka boleh lebih bawah lagi. Jika engkau masih enggan juga, maka tidak
ada hak
bagi sarung pada mata kaki” [Hadits Riwayat. Tirmidzi
1783, Ibnu Majah 3572, Ahmad 5/382, Ibnu Hibban 1447. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Ash-Shahihah 1765]
Hadits-hadits di atas mengisyaratkan bahwa panjang
pakaian seorang muslim tidaklah melebihi kedua mata kaki dan yang paling utama
hingga setengah betis, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam haditsnya yang banyak
Dari Abi Juhaifah Radhiyallahu ‘anhu berkata.
Aku melihat Nabi keluar dengan memakai Hullah Hamro’
seakan-akan saya melihat kedua betisnya yang sangat putih” [Tirmidzi dalam
Sunannya 197, dalam Syamail Muhammadiyah 52, dan Ahmad 4/308]
‘Ubaid bin Khalid Radhiyallahu ‘anhu berkata : “Tatkala
aku sedang berjalan di kota Madinah, tiba-tiba ada seorang di belakangku sambil
berkata, “Tinggikan sarungmu! Sesungguhnya hal itu lebih mendekatkan kepada
ketakwaan.” Ternyata dia adalah Rasulullah. Aku pun bertanya kepadanya, “Wahai
Rasulullah, ini Burdah Malhaa (pakaian yang mahal). Rasulullah menjawab, “Tidakkah
pada diriku terdapat teladan?” Maka aku melihat sarungnya hingga setengah
betis”.[Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364. Dishahihkan oleh
Al-Albani dalam Mukhtashor Syamail Muhammadiyah, hal. 69]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah pernah ditanya
tentang seseorang yang memanjangkan celananya hingga melebihi mata kaki. Beliau
menjawab :’ Panjangnya qomis, celana dan seluruh pakaian hendaklah tidak
melebihi kedua mata kaki, sebagaimana telah tetap dari hadits-hadits Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam” [Majmu’ Fatawa 22/14]
Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata : “ Walhasil, ada dua
keadaan bagi laki-laaki; dianjurkan yaitu menurunkan sarung hingga setengah
betis, boleh yaitu hingga di atas kedua mata kaki. Demikian pula bagi wanita
ada dua keadaan; dianjurkan yaitu menurunkan di bawah mata kaki hingga
sejengkal, dan dibolehkan hingga sehasta” [Fathul Bari 10/320]
DALIL-DALIL HARAMNYA ISBAL
Pertama.
Dari Abu Dzar bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda :
ثَلاَثَةٌ
لاَ يُكَلِّمُهُمُ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلاَ يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ وَلاَ
يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
قَالَ: فَقَرَأَهَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
ثَلاَثَ مِرَارًا. قَالَ أَبُو ذَرٍّ: خَابُوا وَخَسِرُوا، مَنْ هُمْ يَا رَسُولَ
اللهِ؟ قَالَ: الْمُسْبِلُ، وَالْمَنَّانُ، وَالْمُنَفِّقُ سِلْعَتَهُ بِالْحَلِفِ
الْكَاذِبِ
“Ada tiga
golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada hari kiamat dan bagi
mereka adzab yang pedih. Rasulullah menyebutkan tiga golongan tersebut
berulang-ulang sebanyak tiga kali, Abu Dzar berkata : “Merugilah mereka!
Siapakah mereka wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab : “Orang yang suka
memanjangkan pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang
melariskan dagangannya dengan sumpah palsu.” [Hadits Riwayat Muslim 106, Abu
Dawud 4087, Nasa’i 4455, Darimi 2608. Lihat Irwa’: 900]
Kedua.
“Dari
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda :
لاَ يَنْظُرُ اللَّهُ إِلَى
مَنْ جَرَّ ثَوْبَهُ خُيَلاَءَ
“Barangsiapa
yang melabuhkan pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya
pada hari kiamat.” [Hadits Riwayat Bukhari 5783, Muslim 2085]
Ketiga.
Dari Abu
Hurairah bahwasanya Nabi ersabda :
مَا
أَسْفَلَ مِنَ الْكَعْبَيْنِ مِنَ الإِزَارِ فَفِى النَّارِ
“Apa saja
yang di bawah kedua mata kaki di dalam neraka.” [Hadits Riwayat Bukhari 5797,
Ibnu Majah 3573, Ahmad 2/96]
Keempat
“Dari
Mughiroh bin Syu’bah Radhiyallahu ‘anhu, adalah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Wahai Sufyan bin Sahl! Janganlah kamu isbal, sesungguhnya
Allah tidak menyenangi orang-orang yang isbal.” [Hadits Riwayat. Ibnu Majah
3574, Ahmad 4/26, Thobroni dalam Al-Kabir 7909. Dishahihkan oleh Al-Albani
dalam Ash-Shahihah: 2862]
Kelima
“Waspadalah
kalian dari isbal pakaian, karena hal itu termasuk kesombongan, dan Allah tidak
menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu Dawud 4084, Ahmad 4/65. Dishahihkan
oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah: 770]
Keenam
Dari Ibnu
Umar Radhiyallahu ‘anhu berkata, : “Saya lewat di hadapan Rasulullah sedangkan
sarungku terurai, kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menegurku
seraya berkata, “Wahai Abdullah, tinggikan sarungmu!” Aku pun meninggikannya.
Beliau bersabda lagi, “Tinggikan lagi!” Aku pun meninggikannya lagi, maka
semenjak itu aku senantiasa menjaga sarungku pada batas itu. Ada beberapa orang
bertanya, “Seberapa tingginya?” “Sampai setengah betis.”[Hadits Riwayat Muslim
2086. Ahmad 2/33]
Berkata
Syakh Al-Albani rahimahullah, : “Hadits ini sangat jelas sekali bahwa kewajiban
seorang muslim hendaklah tidak menjulurkan pakaiannya hingga melebihi kedua
mata kaki. Bahkan hendaklah ia meninggikannya hingga batas mata kaki, walaupun
dia tidak bertujuan sombong, dan di dalam hadits ini terdapat bantahan kepada
orang-orang yang isbal dengan sangkaan bahwa mereka tidak melakukannya karena
sombong! Tidakkah mereka meninggalkan hal ini demi mencontohkan perintah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap Ibnu Umar?? Ataukah mereka
merasa hatinya lebih suci dari Ibnu Umar?” [Ash-Shahihah: 4/95]
Berkata
Syaikh Bakr Abu Zaid :” Dan hadits-hadits tentang pelarangan isbal mencapai
derajat mutawatir makna, tercantum dalam kitab-kitab shohih, sunan-sunan,
ataupun musnad-musnad, diriwayatkan dari banyak sekali oleh sekelompok para
sahabat. Beliau lantas menyebutkan nama-nama sahabat tersebut hingga dua puluh
dua orang. Lanjutnya : “ Seluruh hadits tersebut menunjukkan larangan yang
sangat tegas, larangan pengharaman, karena di dalamnya terdapat ancaman yang
sangat keras. Dan telah diketahui bersama bahwa sesuatu yang terdapat ancaman
atau kemurkaan, maka diharamkan, dan termasuk dosa besar, tidak dihapus dan
diangkat hukumnya. Bahkan termasuk hukum-hukum syar’i yang kekal
pengharamannya.”[Hadd Tsaub Wal Uzroh Wa Tahrim Isbal Wa Libas Syuhroh, hal.
19]
DAMPAK
NEGATIF ISBAL
Isbal
kehaaramannya telah jelas, bahkan di dalam isbal terdapat beberapa kemungkaran
yang tidak bisa diangga remeh, berikut sebagiannya..
1.
Menyelisihi Sunnah
Menyelesihi
sunnah termasuk perkara yang tidak bisa dianggap enteng dan ringan, karena
kewajiban setiap muslim untuk mengamalkan setiap sendi dien dalam segala
perkara baik datangnya dari Al-Qur’an atau Sunnah.
Alloh
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rosul, takut akan di timpa cobaan
(fitnah) atau ditimpa adzab yang pedih” [an-Nur/24 : 63]
2. Mendapat
Ancaman Neraka
Berdasarkan
hadits yang sangat banyak berisi ancaman neraka [2], bagi yang melabuhkan
pakaiannya, baik karena sombong taupun tidak.
3. Termasuk
Kesombongan
Berkata
Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah : “Kesimpulannya isbal melazimkan menarik
pakaian, dan menarik pakaian melazimkan kesombongan, walaupun pelakunya tidak
bermaksud sombong” (Fathul Bari 10/325). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda : “Waspadalah kalian dari isbal pakaian, karena hal itu
termasuk kesombongan, dan Allah tidak menyukai kesombongan” [Hadits Riwayat Abu
Dawud 4084, Ahmad 4/65, dishohihkan oleh Al-Albany dalam As-Shohihah 770]
Berkata
Ibnul Aroby rahimahullah : “Tidak boleh bagi laki-laki untuk memanjangkan
pakaiannya melebihi kedua mata kaki, meski dia mengatakan : “Aku tidak
menariknya karena sombong”, karena larangan hadits secara lafazh mecakup pula
bagi yang tidak sombong, maka tidak boleh bagi yang telah tercakup dalam
larangan, kemudian berkata : “Aku tidak mau melaksanakannya karena sebab
larangan tersebut tidak ada pada diriku”, ucapan semacam ini merupakan klaim
yang tidak bisa diterima, bahkan memanjangkan pakaian itu sendiri menunjukkan
kesombongan” [Fathul Bari 10/325]
4.
Menyerupai Wanita
Isbal bagi
wanita disyari’atkan bahkan wajib, dan mereka tidak diperkenankan untuk
menampakkan anggota tubuh kecuali wajah dan telapak tangan. Orang yang isbal
berarti mereka telah menyerupai wanita dalam berpakaian, dan hal itu terlarang
secara tegas, berdasarkan hadits.
Dari Ibnu
Abbas ia berkata ; “Rasulullah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan
wanita yang menyerupai laki-laki” [Hadits Riwayat Bukhari 5885, Abu Dawud 4097,
Tirmidzi 2785, Ibnu Majah 1904]
Imam
At-Thobari berkata : “Maknanya tidak boleh bagi laki-laki menyerupai wanita di
dalam berpakaian dan perhiasan yang menjadi kekhususan mereka, demikian pula
sebaliknya” [Fathul Bari II/521]
Dari
Khorsyah bin Hirr berkata : “Aku melihat Umar bin Khaththab, kemudian ada
seorang pemuda yang melabuhkan sarungnya lewat di hadapannya. Maka Umar
menegurnya seraya berkata : “Apakah kamu orang yang haidh?” pemuda tersebut
menjawab : “Wahai amirul mukminin apakah laki-laki itu mengalami haidh?” Umar
menjawab ; “Lantas mengapa engkau melabuhkan sarungmu melewati mata kaki?”
kemudian Umar minta diambilkan guting lalu memotong bagian sarung yang melebihi
kedua mata kakinya”. Kharsyah berkata : “Seakan-akan aku melihat benang-benang
di ujung sarung itu” [Hadits Riwayat Ibnu Syaibah 8/393 dengan sanad yang
shohih, lihat Al-Isbal Lighoiril Khuyala, hal. 18]
Akan tetapi
laa haula wal quwwata illa billah, zaman sekarang yang katanya modern, patokan
berpakaian terbalik, yang laki-laki melabuhkan pakaianya menyerupai wanita dan
tidak terlihat darinya kecuali wajah dan telapak tangan!, Yang wanita membuka
pakaianya hingga terlihat dua betisnya bahkan lebih dari itu. Yang lebih tragis
lagi terlontar cemoohan dan ejekan kepada laki-laki yang memendekkan pakaiannya
karena mencontoh Nabi dan para sahabat. Manusia zaman sekarang meman aneh,
mereka mencela dan mengejek para wanita yang memanjangkan jilbabnya karena taat
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasulnya, akhirnya kepada Alloh kita
mengadu” [Al-Isbal Lighoiril Khuyala hal. 18]
5. Berlebih
Lebihan
Tidak ragu
lagi syari’at yang mulia ini telah memberikan batas-batas berpakaian, maka
barangsiapa yang melebihi batasnya sungguh ia telah belebih-lebihan.
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
وَلَا تُسْرِفُوا ۚ إِنَّهُ
لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِينَ
“Dan
janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang yang
berlebih-lebihan” [al-A’raf/7: 31]
Al-Hafizh
Ibnu Hajar berkata : “Apabila pakaian melebihi batas semestinya, maka
larangannya dari segi isrof (berlebih-lebihan) yang berakhir pada keharaman”
[Fathul Bari II/436]
6. Terkena
Najis
Orang yang
isbal tidak aman dari najis, bahkan kemungkinan besar najis menempel dan
mengenai sarungnya tanpa ia sadari, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Naikkan
sarungmu karena hal itu lebih menunjukkan ketakwaan dalam lafazh yang lain
lebih suci dan bersih” [Hadits Riwayat Tirmidzi dalam Syamail 97, Ahmad 5/364,
dishohihkan oleh Al-Albani dalam Mukhtashar Syama’il Muhammadiyyah hal. 69]
SYUBHAT DAN
JAWABANNYA
Orang yang
membolehkan isbal melontarkan syubhat yang cukup banyak, di antara yang sering
muncul ke permukaan adalah klaim mereka bahwa isbal jika tidak sombong
dibolehkan. Oleh karena itu penulis perlu menjawab dalil-dalil yang biasa
mereka gunakan untuk membolehkan isbal jika tidak bermaksud sombong.
Pertama :
Hadits Ibnu Umar
Dari
Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang melabuhkan pakaiannya karena sombong,
maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat!” Abu Bakar bertanya, “Ya
Rasulullah, sarungku sering melorot kecuali bila aku menjaganya!” Rasulullah
menjawab, “Engkau bukan termasuk orang yang melakukannya karena
sombong.”[Hadits Riwayat Bukhari 5784]
Mereka
berdalil dengan sabda Rasulullah, “Engkau bukan termasuk orang yang
melakukannya karena sombong.”, bahwasanya isbal tidak sombong ibolehkan?!
Jawaban.
Berkata
Syaikh Al-Albani : “Dan termasuk perkara yang aneh, ada sebagian orang yang
mempunyai pengetahuan tentang Islam, mereka berdalil bolehnya memanjangkan
pakaian atas dasar perkatan Abu Bakar ini. Maka aku katakan bahwa hadits di
atas sangat gamblang bahwa Abu Bakar sebelumnya tidak memanjangkan pakaiannya,
sarungnya selalu melorot tanpa kehendak dirinya dengan tetap berusaha untuk
selalu menjaganya. Maka apakah boleh berdalil dengan perkataan ini sementara
perbedaannya sangat jelas bagaikan matahari di siang bolong dengan apa yang
terjadi pada diri Abu Bakar dan orang yang selalu memanjangkan pakaiannya? Kita
memohon kepada Allah keselamatan dari hawa nafsu. (As-Shohihah 6/401). Kemudian
Syaikh berkata di tempat yang lain : “Dalam hadits riwayat Muslim, Ibnu Umar
pernah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan
sarungnya melorot, Rasulullah menegur Ibnu Umar dan berkata, “Wahai Abdulloh,
naikkan sarungmu!”. Apabila Ibnu Umar saja yang termasuk sahabat yang mulia dan
utama, Nabi tidak tinggal diam terhadap sarungnya yang melorot bahkan
memerintahkannya untuk mengangkat sarung tersebut, bukankah ini menunjukkan
bahwa isbal itu tidak berkaitan dengan sombong atau tidak sombong?! [Mukhtashar
Syamail Muhammadiyyah hal. 11]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَذِكْرَىٰ
لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
”Sesungguhnya
pada yang demikian ini benar-benar terdapat peringatan bagi orang yang
mempunyai hati atau apa yang menggunakan pendengarannya, sedang ia
menyaksikannya” [Qoof/50: 37]
Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah berkata : “Dan adapun orang yang berhujjah dengan hadits
Abu Bakar, maka kita jawab dari dua sisi. “Pertama, bahwa salah satu sisi
sarung Abu Bakar kadang melorot tanpa disengaja, maka beliau tidak menurunkan
sarungnya atas kehendak dirinya dan ia selalu berusaha menjaganya. Sedangkan
orang yang mengklaim bahwa dirinya isbal karena tidak sombong, mereka
menurunkan pakaian mereka karena kehendak mereka sendiri. Oleh karena itu, kita
katakan kepada mereka, ‘Jika kalian menurunkan pakaian kalian di bawah mata
kaki tanpa niat sombong, maka kalian akan diadzab dengan apa yang turun di
bawah mata kaki dengan Neraka. Jika kalian menurunkan pakaian karena sombong,
maka kalian akan diadzab dengan siksa yang lebih pedih, yaitu Allah Subhanahu
wa Ta’ala tidak akan berbicara kepada kalian, tidak dilihat oleh-Nya, tidak
disucikan oleh-Nya dan bagi kalian adzab yang pedih”. Yang kedua, Abu Bakar
mendapat rekomendasi dan tazkiah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
ia bukan termasuk orang yang sombong, maka, apakah kalian juga mendapat tazkiah
dan rekomendasi yang serupa?” [Fatawa Ulama Balad Haram hal. 1140]
يُخْرِبُونَ بُيُوتَهُمْ
بِأَيْدِيهِمْ وَأَيْدِي الْمُؤْمِنِينَ فَاعْتَبِرُوا يَا أُولِي الْأَبْصَارِ
”Maka
ambillah hal itu untuk menjadi pelajaran, hai orang yang mempunyai pandangan”
[al-Hasyr/59 : 2]
.Kedua :
Mereka yang membolehkan isbal jika tidak sombong, menyangka bahwa hadits-hadits
larangan isbal yang bersifat mutlak (umum), harus ditaqyid (dikaitkan) ke
dalil-dalil yang menyebutkan lafazh khuyala’ (sombong), sesuai dengan kaidah
ushul fiqh, “Hamlul Mutlak ‘alal Muqoyyad Wajib” (membawa nash yang mutlak ke
muqoyyad adalah wajib).
Jawaban.
Kita
katakan kepada mereka, “ذَٰلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ
الْعِلْمِ Itulah sejauh-jauhnya pengetahuan mereka.[an-Najm/53 : 30]
Kemudian
kaidah ushul “Hamlul Muthlaq ‘alal Muqoyyad” adalah kaidah yang telah
disepakati dengan syarat-syarat tertentu. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak
perkataan ahlul ilmi dalam masalah ini.
Berkata
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah : “Isbal pakaian apabila karena sombong maka
hukumannya Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat, tidak mengajak bicara
dan tidak mensucikannya, serta baginya adzab yang pedih. Adapun apabila tidak
karena sombong, maka hukumannya disiksa dengan neraka apa yang turun melebihi
mata kaki, berdasarkan hadits.
Dari Abu
Dzar Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : “Ada tiga golongan yang tidak akan diajak bicara oleh Allah pada
hari kiamat dan bagi mereka adzab yang pedih: orang yang memanjangkan
pakaiannya, yang suka mengungkit-ungkit pemberian dan orang yang melariskan
dagangannya dengan sumpah palsu”. Juga sabdanya : “Barangsiapa yang melabuhkan
pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat,
Adapun yang isbal karena tidak sombong, maka hukumannya sebagaimana dalam
hadits : “Apa saja yang dibawah kedua mata kaki di dalam Neraka”. Dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mentaqyidnya dengan sombong atau
tidak, maka tidak boleh mentaqyid hadits ini berdasarkan hadits yang lalu. Juga
Abu Sa’id Al-Khudri Radhiyallahu ‘anhu telah berkata bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Keadaan sarung seorang muslim hingga
setengah betis, tidaklah berdosa bila memanjangkannya antara setengah betis
hingga di atas mata kaki, dan apa yang turun di bawah mata kaki, maka bagiannya
di neraka, barangsiapa yang menarik pakaiannya karena sombong, maka Allah tidak
akan melihatnya”.
Di dalam
hadits ini, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan dua permisalan dalam
satu hadits, dan ia menjelaskan perbedaan hukum keduanya karena perbedaan
balasannya. Keduanya berbeda dalam perbuatan dan berbeda dalam hukum dan
balasan. Maka selama hukum dan sebabnya berbeda, tidaklah boleh membawa yang
mutlak ke muqoyyad (khusus), di antara syaratnya adalah bersatunya dua nash
dalam satu hukum, apabila hukumnya berbeda, maka tidaklah ditaqyid salah satu
keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu ayat tayammum yang berbunyi
:”Basuhlah mukamu dan tanganmu dengan tanah” tidak ditaqyid dengan ayat wudhu,
“Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku” maka tayammum itu tidak sampai
siku, karena mengharuskan perlawanan”[As’ilah Muhimmah hal, 29-30, Lihat pula
Fatawa Syaikh Utsaimin 2/921, Isbal Lighoiril khuyala hal. 26]
Kesimpulannya
; Kaidah “Membawa nash yang mutlak ke muqoyyad wajib” adalah kaidah yang telah
muttofak alaihi (disepakati) pada keadaan bersatunya hukum dan sebab. Maka
tidak boleh membawa nash yang mutlak ke muqoyyad apabila hukum dan sebabnya
berbeda, atau hukumnya berbeda dan sebabnya sama! [Lihat Ushul Fiqh Al-Islamy
1/217 karya Dr Wahbah Az-Zuhaili] [3]
KESIMPULAN
Dari
pembahasan di muka, dapat disimpulkan:
1. Isbal
adalah memanjangkan pakaian hingga menutupi mata kaki, baik karena sombong
maupun tidak, dan hal ini haram dilakukan bagi laki-laki.
2. Batasan
pakaian seorang laki-laki ialah setengah betis, dan dibolehkan hingga di atas
mata kaki, tidak lebih.
3. Hukum
isbal itdak berlaku bagi wanita, bahkan mereka disyari’atkan menurunkan
pakaiannya hingga sejengkal di bawah mata kaki.
4. Isbal
pakaian tidak hanya sarung, berlaku bagi setiap jenis pakaian berupa celana,
gamis, jubah, sorban dan segala sesuatu yang menjulur ke bawah.
5. Isbal
karena sombong adalah dosa besar, oleh karena itu pelakunya berhak tidak
dilihat oleh Allah pada hari kiamat, tidak disucikan-Nya, dan baginya adzab
yang pedih.
6. Isbal
jika tidak sombong maka baginya adzab neraka apa yang turun di bawah mata kaki.
7. Isbal
memiliki beberapa kemungkaran, sebagaimana telah berlalu penjelasannya
8. Klaim
sebagian orang yang melakukan isbal dengan alasan tidak sombong merupakan klaim
yang tidak bisa diterima. Maka bagi mereka, kami sarankan untuk memperdalam
ilmu dan merujuk kalam ulama dalam masalah ini.
Demikian
yang bisa kami sajikan tentang masalah isbal. Semoga tulisan ini ikhlas karena
mengharap wajah-Nya dan bermanfaat bagi diri penulis serta kaum muslimin di
manapun berada, amiin. Wallahu a’lam.
Oleh Abu Abdillah
Ibnu Luqman
0 komentar:
Posting Komentar