Persiapkan Diri Menyambut Ramadhan
Wahai kaum muslimin, hendaknya kita mengetahui bahwa
salah satu nikmat yang banyak disyukuri meski oleh seorang yang lalai adalah
nikmat ditundanya ajal dan sampainya kita di bulan Ramadhan. Tentunya jika diri
ini menyadari tingginya tumpukan dosa yang menggunung, maka pastilah kita
sangat berharap untuk dapat menjumpai bulan Ramadhan dan mereguk berbagai
manfaat di dalamnya.
Bersyukurlah atas nikmat ini. Betapa Allah ta’ala
senantiasa melihat kemaksiatan kita sepanjang tahun, tetapi Dia menutupi aib
kita, memaafkan dan menunda kematian kita sampai bisa berjumpa kembali dengan
Ramadhan.
Ketidaksiapan yang Berbuah Pahit
Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua
perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ], yaitu kewajiban telah datang tetapi kita tidak siap untuk
menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah.
Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban
tersebut dan terhalang dari ridha-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman
atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan
mata.[1]
Abu Bakr Az
Zur’i menyitir firman Allah ta’ala berikut,
فَإِنْ رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى
طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ
أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ بِالْقُعُودِ
أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الْخَالِفِينَ (٨٣)
“Maka jika
Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta
izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), Maka katakanlah: “Kamu tidak
boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh
bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang
pertama. karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.”
(At Taubah: 83).
Renungilah
ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah ta’ala tidak menyukai keberangkatan
mereka dan Dia lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan dan niat mereka yang
tidak lurus lagi. Namun, bila seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan
ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk
menolak hamba yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib
menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah Allah ta’ala yang penuh
berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa
hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.
Allah
ta’ala berfirman,
وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ
وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي
طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ (١١٠)
“Dan
(begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum
pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka
bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” (Al An’am: 110).
Persiapkan
Amal Shalih dalam Menyambut Ramadhan
Bila kita
menginginkan kebebasan dari neraka di bulan Ramadhan dan ingin diterima amalnya
serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan.
Allah
ta’ala berfirman,
وَلَوْ أَرَادُوا الْخُرُوجَ
لأعَدُّوا لَهُ عُدَّةً وَلَكِنْ كَرِهَ اللَّهُ انْبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ
وَقِيلَ اقْعُدُوا مَعَ الْقَاعِدِينَ (٤٦)
“Dan jika
mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan
itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan
keinginan mereka. dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama
orang-orang yang tinggal itu.” (At Taubah: 46).
Harus ada
persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak
mempersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadhan. Oleh sebab itu, dalam
ayat di atas mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan
disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan.
Sebagai
persiapan menyambut Ramadhan, Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.
‘Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata,
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ
شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ
كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Saya sama
sekali belum pernah melihat rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa
dalam satu bulan sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Sya’ban, di
dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain, “Beliau berpuasa
di bulan Sya’ban, kecuali sedikit hari.”[2]
Beliau
tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan melebihi puasanya di bulan
Sya’ban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh kecuali di bulan
Ramadhan.
Generasi
emas umat ini, generasi salafush shalih, meeka selalu mempersiapkan diri
menyambut Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama salaf mengatakan,
كَانُوا يَدْعُوْنَ اللهَ
سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يُبَلِّغَهُمْ شَهْرَ رَمَضَانَ ثُمَّ يَدْعُوْنَ اللهَ
سِتَّةَ أَشْهُرٍ أَنْ يَتَقَبَّلَهُ مِنْهُمْ
”Mereka
(para sahabat) berdo’a kepada Allah selama 6 bulan agar mereka dapat menjumpai
bulan Ramadlan.”[3]
Tindakan
mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya bulan Ramadhan,
permohonan dan bentuk ketawakkalan mereka kepada-Nya. Tentunya, mereka tidak
hanya berdo’a, namun persiapan menyambut Ramadhan mereka iringi dengan berbagai
amal ibadah.
Abu Bakr al
Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan,
شهر رجب شهر للزرع و شعبان
شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah
bulan untuk menanam, Sya’ban adalah bulan untuk mengairi dan Ramadhan adalah
bulan untuk memanen.”[4]
Sebagian
ulama yang lain mengatakan,
السنة مثل الشجرة و شهر رجب
أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن
سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن
يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu
setahun itu laksana sebuah pohon. Bulan Rajab adalah waktu menumbuhkan daun,
Syaban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadhan adalah bulan memanen,
pemanennya adalah kaum mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan”
catatan amal mereka hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan taubat di
bulan-bulan ini, sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam
kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan
ketaatan) di waktu tesebut.”[5]
Wahai kaum
muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadhan, harus ada benih yang
disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa,
qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal shalih di bulan Rajab dan Sya’ban,
semua itu untuk menanam amal shalih di bulan Rajab dan diairi di bulan Sya’ban.
Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal shalih di bulan
Ramadhan, karena lezatnya Ramadhan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran,
perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadhan tidaklah banyak,
perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang
sebaik-baiknya.
Jangan
Lupa, Perbarui Taubat!
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ ابْنِ آدَمَ خَطَّاءٌ
وَخَيْرُ الْخَطَّائِينَ التَّوَّابُون
“Setiap
keturunan Adam itu banyak melakukan dosa dan sebaik-baik orang yang berdosa
adalah yang bertaubat.”[6]
Taubat
menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadhan. Dia ingin
memasuki Ramadhan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memperkeruh
perjalanan selama mengarungi Ramadhan.
Allah
memerintahkan para hamba-Nya untuk bertaubat, karena taubat wajib dilakukan
setiap saat. Allah ta’ala berfirman,
وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ
جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ (٣١)
“Bertaubatlah
kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu
beruntung.” (An Nuur: 31).
Taubat yang
dibutuhkan bukanlah seperti taubat yang sering kita kerjakan. Kita bertaubat,
lidah kita mengucapkan, “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati
kita lalai, akan tetapi setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang.
Namun, yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran taubat.
Jangan pula
taubat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadhan sementara di luar Ramadhan
kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadhan merupakan momentum ketaatan
sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal shalih sehingga jiwa terdidik
untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.
Wahai kaum
muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan memperbanyak amal shalih di dua
bulan ini, Rajab dan Sya’ban, sebagai modal awal untuk mengarungi bulan
Ramadhan yang akan datang sebentar lagi.
Ya Allah
mudahkanlah dan bimbinglah kami. Amin.
Waffaqaniyallahu
wa iyyakum.
Penulis:
Muhammad Nur Ichwan Muslim
[1] Badai’ul Fawaid 3/699.
[2] HR. Muslim: 1156.
[3] Lathaaiful Ma’arif hal. 232
[4] Lathaaiful Ma’arif hal. 130.
[5] Lathaaiful Ma’arif hal. 130.
[6] Hasan. HR. Tirmidzi: 2499.
0 komentar:
Posting Komentar