Merasakan Manisnya Iman itu dengan Amal
Jika benar-benar ingin merasakan manisnya Iman, maka tidak ada cara lain
kecuali menguatkan niat, memantapkan tekad untuk terjun langsung melakukan
Merasakan Manisnya Iman itu dengan Amal
IMAN bukanlah sesuatu yang dapat dirasakan kehadirannya, peningkatannya,
hanya dengan memahami ilmu agama secara teoritis semata. Tanpa amal tanpa
pengorbanan.
Iman di dalam Islam sebagaimana juga dibuktikan dalam sejarah adalah
perkara yang manisnya bisa dirasakan ketika jiwa raga seseorang menceburkan
dirinya di dalam segala bentuk aktivitas ataupun pekerjaan yang menyangkut
hajat hidup umat Islam dan demi tegaknya peradaban Islam.
Mengapa dahulu para sahabat Nabi sangat antusias dalam jihad? Karena dalam
jihad ada manisnya iman yang tak bisa dirasakan melainkan dengan mencicipi dan
lebih jauh menikmatinya. Sebagian ulama larut dengan aktivitas mengajarkan ilmu
dan bersedekah setiap hari. Mengapa mereka terus melakukannya? Karena manisnya
iman nyata mereka rasakan.
Oleh karena itu penting dipahami, bahwa untuk meningkatkan iman dan taqwa
adalah dengan langsung menjalankan segala macam bentuk amalan bahkan perjuangan
dan pengorbanan bagi tegaknya iman dan peradaban Islam.
Ustadz Abdullah Said di dalam bukunya Kuliah Syahadat mengatakan bahwa
mencari pengalaman melalui keterlibatan langsunglah satu-satunya cara paling
efektif untuk merasakan sendiri halawatul Iman (manisnya iman) atau kenikmatan
beriman. Bagaimana mungkin umat bisa menikmati kalau belum pernah mengalami,
akan sangat berbeda bobot keyakinan yang diperoleh lewat berita dibandingkan
dengan yang dirasakan secara langsung.” (halaman: 144).
Beliau melanjutkan “Selama hal tersebut hanya berupa teori yang tak beda
dengan berita, selama bentuknya sekadar informasi dan indoktrinasi semata,
tidak dengan menunjukan langsung di lapangan agar mereka dapat mengalami
sendiri pahit getirnya mempertahankan syahadat, suka dukanya mengembangkan
syahadat, sampai-sampai kepada titik klimaksnya sebagai fase-fase penentuan uji
cobanya, terlalu sulit kita harapkan kualitas (iman) yang baik itu.”
Itulah mengapa di dalam Islam banyak sekali perintah yang mesti dilakukan
oleh umat Islam di mana sebagian besar di antaranya hanya dapat dilakukan oleh
mereka yang benar-benar meyakini ajaran Islam, sehingga mereka inilah orang
yang dapat merasakan keindahan sekaligus mampu merepresentasikan keindahan
ajaran Islam.
Sebagai contoh, bukti empirik yang paling dekat dengan kehidupan kita hari
ini adalah Aksi Bela Islam III 212 yang dilakukan oleh jutaan kaum muslimin di
ibukota Jakarta.
Mereka yang merasakan guyuran hujan saat sholat Jumat,dan semangat
mendengarkan khutbah, beserta saling terima dan lempar senyum kepada sesama
kaum Muslimin akan merasakan sebuah getaran iman yang luar biasa, yang tak mudah
untuk dipaparkan secara lisan apalagi tulisan, dan tidak mungkin bisa dirasakan
secara utuh manisnya perasaan kala itu, sejuk dan damainya jiwa saat itu,
kecuali oleh mereka yang hadir merasakan secara langsung betapa hebatnya Aksi
212 itu.
Lebih jauh bisa kita lihat dalam kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi
Wa Sallam dari berbagai sisi.
Dari sisi ibadah beliau mampu menghidupkan malam-malam dengan sholat, dari
sisi kepedulian beliau menjadi orang yang sangat gelisah apabila di dalam rumah
masih ada harta yang belum disedekahkan. Dari sisi kepemimpinan beliau adalah
orang yang paling mengkhawatirkan nasib umatnya sampai-sampai menjelang
wafatnya beliau masih mengatakan, “ummati, ummati, ummati.”
Di sisi lain kita juga dapat menemukan heroisme para sahabat dalam mencari
keridhaan Allah subhanahu wa ta’ala, mereka yang memiliki harta dengan
mengorbankan untuk agama, mereka yang memiliki tekad belajar rela melakukan
apapun demi mendapatkan ilmu dari sisi Rasulullah, dan mereka yang memiliki
keterampilan memimpin pasukan, senantiasa menghabiskan umur dan tenaganya untuk
memenangkan agama Allah.
Ini semua menunjukkan kepada kita bahwa jika benar-benar ingin merasakan
manisnya Iman di dalam hati, maka tidak ada cara lain kecuali menguatkan niat,
memantapkan tekad untuk terjun langsung melakukan hal-hal yang strategis lagi
dibutuhkan untuk kemaslahatan umat Islam.
Tanpa itu maka boleh jadi kita hanya akan menjadi seorang Muslim yang belum
pernah benar-benar merasakan manisnya iman dan pada saat yang sama kita hanya
menjadi pribadi yang merasa puas dan cukup menjadi Muslim yang hanya
menjalankan ibadah-ibadah ritual, namun abai dalam menjalankan fungsi diri
sebagai pemimpin, khalifah Allah di muka bumi ini.
Seperti ditegaskan oleh Iqbal dalam bukunya “Rekonstruksi Pemikiran
Religius di dalam Islam” bahwa Al-Quran adalah sebuah kitab yang menekankan
‘perbuatan’ daripada ‘pemikiran,’ ini menunjukkan bahwa Islam adalah agama yang
keindahannya hanya bisa ditampilkan manakah umatnya benar-benar siap untuk
menjadi garda yang terdepan dalam mengamalkan ajaran Islam.*
Rep: Imam Nawawi
Editor: Cholis Akbar
0 komentar:
Posting Komentar