Ancaman Bagi Yang Lalai Dari Birrul Walidain
Dicatat oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya (4/344),
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ ، قَالَ : سَمِعْتُ قَتَادَةَ
يُحَدِّثُ ، عَنْ زُرَارَةَ بْنِ أَوْفَى ، عَنْ أُبَيِّ بْنِ مَالِكٍ ، عَنِ
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ : ” مَنْ أَدْرَكَ
وَالِدَيْهِ أَوْ أَحَدَهُمَا ، ثُمَّ دَخَلَ النَّارَ مِنْ بَعْدِ ذَلِكَ ،
فَأَبْعَدَهُ اللَّهُ وَأَسْحَقَهُ “
Muhammad
bin Ja’far menuturkan kepadaku, Syu’bah menuturkan kepadaku, ia berkata,
Qatadah menyampaikan hadits dari Zurarah bin Aufa, dari Abu Ibni Malik dari
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bahwa beliau bersabda:
“Barangsiapa
yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup atau salah satunya, lalu setelah
itu ternyata ia masuk neraka, maka Allah akan masukan ia lebih dalam lagi ke
dalam neraka”
Derajat
hadits
Sanad
hadits ini shahih, semua perawinya tsiqah. Dan semuanya merupakan perawi
Shahihain kecuali Abu Ibni Malik, namun beliau adalah seorang shahabat Nabi,
dan sahabat Nabi itu semuanya adil. Abu Hatim Ar Razi berkata tentang beliau:
“lahu shahbah“. Syaikh Al Albani mengatakan: “ia seorang sahabat Nabi, termasuk
penduduk Bashrah”. Para ulama memang memperselisihkan nama beliau, dalam
sebagian riwayat disebut namanya Abu Ibni Malik, dalam sebagian riwayat lain
disebut namanya Malik, atau Ibnu Malik atau Abu Malik (diringkas dari Silsilah
Ahadits Shahihah, 2/42-43).
Faidah
Hadits
Birrul
walidain atau berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Karena jika
ditinggalkan Allah mengancam pelakunya dengan ancaman yang keras, yaitu
dimasukan ke neraka yang lebih dalam lagi. Selain itu banyak sekali dalil yang
memerintahkan untuk birrul walidain, Allah Ta’ala berfirman:
وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا
تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan
Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al
Isra: 23)
Oleh karena
itu bagi seorang muslim, berbuat baik dan berbakti kepada orang tua bukan
sekedar memenuhi tuntunan norma susila dan norma kesopanan, namun juga memenuhi
norma agama, atau dengan kata lain dalam rangka menaati perintah Allah Ta’ala
dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam
Hadits di
atas, semakna dengan hadits riwayat Muslim, Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam
bersabda:
رغمَ أنفُ ، ثم رغم أنفُ ، ثم
رغم أنفُ قيل : من ؟ يا رسولَ اللهِ ! قال : من أدرك أبويه عند الكبرِ ، أحدَّهما
أو كليهما فلم يَدْخلِ الجنةَ
“Kehinaan,
kehinaan, kehinaan“. Para sahabat bertanya: “siapa wahai Rasulullah?”. Nabi
menjawab: “Orang yang mendapati kedua orang tuanya masih hidup ketika mereka
sudah tua, baik salah satuya atau keduanya, namun orang tadi tidak masuk surga”
(HR. Muslim 2551)
An Nawawi
menjelaskan hadits Muslim ini: “Para ahli bahasa mengatakan bahwa raghima anfun
maknanya kehinaan dan kenistaan, kemurkaan baginya dan ia pantas dipermalukan,
yaitu dengan huruf ghain di fathah atau di-kasrah, huruf ra di-dhammah atau
di-fathah atau di-kasrah. Kata ini makna aslinya: ‘dilempar hidungnya dengan
righam’. Righam adalah pasir yang bercampur dengan kerikil. Sebagian ahli
bahasa juga mengatakan bahwa ar ragham adalah segala sesuatu yang mengganggu
jika mengenai hidung. Dalam hadits ini adalah anjuran untuk birrul walidain
(berbakti kepada orang tua), dan penjelasan tentang betapa besar pahalanya.
Artinya, berbakti kepada kedua orang tua ketika mereka sudah tua, dalam bentuk
khidmah (bantuan fisik), atau nafkah, atau dalam bentuk lain, merupakan sebab
untuk masuk surga. Barangsiapa yang lalai terhadap hal ini maka ia melewatkan
kesempatan masuk surga dan ia juga mendapat kehinaan di sisi Allah” (Syarh
Shahih Muslim, 1/85).
Hadits ini
juga menunjukkan bahwa berbakti kepada orang tua adalah ladang pahala yang
besar dan pintu masuk surga. Bahkan ada pintu di surga bagi orang-orang yang
berbakti kepada orang tua. Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
الوالِدُ أوسطُ أبوابِ
الجنَّةِ، فإنَّ شئتَ فأضِع ذلك البابَ أو احفَظْه
“Kedua
orang tua itu adalah pintu surga yang paling tengah. Jika kalian mau
memasukinya maka jagalah orang tua kalian. Jika kalian enggan memasukinya,
silakan sia-siakan orang tua kalian” (HR. Tirmidzi, ia berkata: “hadits ini
shahih”)
.
Bentuk
durhaka kepada orang tua itu tidak mesti berupa perbuatan jahat, kasar atau kejam
kepada orang tua, namun menyia-nyiakan mereka dan tidak berbakti kepada mereka
juga merupakan bentuk durhaka kepada orang tua.
Bisa
mendapati kedua orang tua kita dalam keadaan hidup sampai mereka tua adalah
sebuah kenikmatan besar.
—
Penulis:
Yulian Purnama
Artikel
Muslim.Or.Id
0 komentar:
Posting Komentar