Kisah Nyata Seputar Ayat Kursi
Kisah Nyata Seputar Ayat Kursi, Tahukah kalian bahwa
sahabat mulia Abu Hurairah pernah mendapat pengajaran ilmu dari setan? Dia
pernah diajarkan ayat kursi dan diberitahukan manfaatnya oleh setan bahwa
dengan membaca ayat kursi sebelum tidur, Allah akan memberikan penjagaan dan
setan pun tidak mengganggu hingga pagi hari. Hal ini yang menunjukkan keutamaan
ayat kursi.
Dalam Shahih Bukhari disebutkan kisah di atas secara
lengkap sebagai berikut,
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ – رضى الله عنه – قَالَ وَكَّلَنِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله
عليه وسلم – بِحِفْظِ زَكَاةِ رَمَضَانَ ، فَأَتَانِى آتٍ فَجَعَلَ يَحْثُو مِنَ
الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ ، وَقُلْتُ وَاللَّهِ لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ
اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ إِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ ،
وَلِى حَاجَةٌ شَدِيدَةٌ . قَالَ فَخَلَّيْتُ عَنْهُ فَأَصْبَحْتُ فَقَالَ
النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – « يَا أَبَا هُرَيْرَةَ مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ
الْبَارِحَةَ » . قَالَ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً
فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ
وَسَيَعُودُ »
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam pernah mewakilkan padaku untuk menjaga zakat Ramadhan (zakat fitrah).
Lalu ada seseorang yang datang dan menumpahkan makanan dan mengambilnya. Aku
pun mengatakan, “Demi Allah, aku benar-benar akan mengadukanmu pada Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata, “Aku ini benar-benar dalam
keadaan butuh. Aku memiliki keluarga dan aku pun sangat membutuhkan ini.” Abu
Hurairah berkata, “Aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh
tawananmu semalam?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa
dia dalam keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu
kasihan padanya sehingga aku melepaskannya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“
. فَعَرَفْتُ أَنَّهُ
سَيَعُودُ لِقَوْلِ رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِنَّهُ سَيَعُودُ .
فَرَصَدْتُهُ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ
لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – . قَالَ دَعْنِى
فَإِنِّى مُحْتَاجٌ ، وَعَلَىَّ عِيَالٌ لاَ أَعُودُ ، فَرَحِمْتُهُ ، فَخَلَّيْتُ
سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – «
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ ، مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
شَكَا حَاجَةً شَدِيدَةً وَعِيَالاً ، فَرَحِمْتُهُ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ
« أَمَا إِنَّهُ قَدْ كَذَبَكَ وَسَيَعُودُ »
Aku pun
tahu bahwasanya ia akan kembali sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam katakan. Aku pun mengawasinya, ternyata ia pun datang dan menumpahkan
makanan, lalu ia mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan
mengadukanmu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Lalu ia berkata,
“Biarkanlah aku, aku ini benar-benar dalam keadaan butuh. Aku memiliki keluarga
dan aku tidak akan kembali setelah itu.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun menaruh
kasihan padanya, aku membiarkannya. Lantas di pagi hari, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padaku: “Wahai Abu Hurairah, apa yang dilakukan oleh
tawananmu?” Aku pun menjawab, “Wahai Rasulullah, dia mengadukan bahwa dia dalam
keadaan butuh dan juga punya keluarga. Oleh karena itu, aku begitu kasihan
padanya sehingga aku melepaskannya pergi.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Dia telah berdusta padamu dan dia akan kembali lagi.“
. فَرَصَدْتُهُ
الثَّالِثَةَ فَجَاءَ يَحْثُو مِنَ الطَّعَامِ ، فَأَخَذْتُهُ فَقُلْتُ
لأَرْفَعَنَّكَ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – ، وَهَذَا آخِرُ
ثَلاَثِ مَرَّاتٍ أَنَّكَ تَزْعُمُ لاَ تَعُودُ ثُمَّ تَعُودُ . قَالَ دَعْنِى
أُعَلِّمْكَ كَلِمَاتٍ يَنْفَعُكَ اللَّهُ بِهَا . قُلْتُ مَا هُوَ قَالَ إِذَا
أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ ( اللَّهُ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الآيَةَ ، فَإِنَّكَ لَنْ
يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى
تُصْبِحَ . فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ ، فَقَالَ لِى رَسُولُ اللَّهِ –
صلى الله عليه وسلم – « مَا فَعَلَ أَسِيرُكَ الْبَارِحَةَ » . قُلْتُ يَا رَسُولَ
اللَّهِ زَعَمَ أَنَّهُ يُعَلِّمُنِى كَلِمَاتٍ ، يَنْفَعُنِى اللَّهُ بِهَا ،
فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ . قَالَ « مَا هِىَ » . قُلْتُ قَالَ لِى إِذَا أَوَيْتَ
إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِىِّ مِنْ أَوَّلِهَا حَتَّى تَخْتِمَ (
اللَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ الْحَىُّ الْقَيُّومُ ) وَقَالَ لِى لَنْ يَزَالَ
عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلاَ يَقْرَبَكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ ،
وَكَانُوا أَحْرَصَ شَىْءٍ عَلَى الْخَيْرِ . فَقَالَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه
وسلم – « أَمَا إِنَّهُ قَدْ صَدَقَكَ وَهُوَ كَذُوبٌ ، تَعْلَمُ مَنْ تُخَاطِبُ
مُنْذُ ثَلاَثِ لَيَالٍ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ » . قَالَ لاَ . قَالَ « ذَاكَ
شَيْطَانٌ »
Pada hari
ketiga, aku terus mengawasinya, ia pun datang dan menumpahkan makanan lalu
mengambilnya. Aku pun mengatakan, “Aku benar-benar akan mengadukanmu pada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ini sudah kali ketiga, engkau katakan
tidak akan kembali namun ternyata masih kembali. Ia pun berkata, “Biarkan aku.
Aku akan mengajari suatu kalimat yang akan bermanfaat untukmu.” Abu Hurairah
bertanya, “Apa itu?” Ia pun menjawab, “Jika engkau hendak tidur di ranjangmu,
bacalah ayat kursi ‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum …‘ hingga engkau
menyelesaikan ayat tersebut. Faedahnya, Allah akan senantiasa menjagamu dan
setan tidak akan mendekatimu hingga pagi hari.” Abu Hurairah berkata, “Aku pun
melepaskan dirinya dan ketika pagi hari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bertanya padaku, “Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?” Abu
Hurairah menjawab, “Wahai Rasulullah, ia mengaku bahwa ia mengajarkan suatu
kalimat yang Allah beri manfaat padaku jika membacanya. Sehingga aku pun
melepaskan dirinya.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa kalimat
tersebut?” Abu Hurairah menjawab, “Ia mengatakan padaku, jika aku hendak pergi
tidur di ranjang, hendaklah membaca ayat kursi hingga selesai yaitu bacaan
‘Allahu laa ilaha illa huwal hayyul qoyyum’. Lalu ia mengatakan padaku bahwa
Allah akan senantiasa menjagaku dan setan pun tidak akan mendekatimu hingga
pagi hari. Dan para sahabat lebih semangat dalam melakukan kebaikan.” Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pun bersabda, “Adapun dia kala itu berkata benar,
namun asalnya dia pendusta. Engkau tahu siapa yang bercakap denganmu sampai
tiga malam itu, wahai Abu Hurairah?” “Tidak”, jawab Abu Hurairah. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Dia adalah setan.” (HR. Bukhari no.
2311).
Beberapa
faedah dari hadits di atas:
1- Imam
Bukhari membawakan hadits di atas dalam Bab “Jika seseorang mewakilkan pada
orang lain (suatu barang), lalu yang diwakilkan membiarkannya (diambil),
kemudian yang mewakilkan menyetujuinya setelah itu, maka itu boleh. Dan jika
dia juga berniat meminjamkan hingga tempo tertentu, juga dibolehkan.”
2- Al
Muhallab rahimahullah berkata, “Pelajaran yang bisa diambil dari judul bab,
jika yang mewakilkan tidak menyetujuinya, maka orang yang diwakilkan tidak
boleh melakukannya.”
3- Hadits
ini menunjukkan bahwa zakat fitrah boleh dikumpulkan terlebih dahulu sebelum
dibagikan. Sedangkan waktu penyalurannya adalah pada saat malam hari raya Idul
Fithri.
4- Ketika
pencuri dalam hadits tersebut mengadu pada Abu Hurairah tentang keadaannya yang
sangat butuh, Abu Hurairah meninggalkannya. Jadi, seakan-akan Abu Hurairah
meminjamkan zakat tersebut pada pencuri tadi hingga waktu tertentu, yaitu
ditunaikan saat penyaluran zakat (saat malam Idul Fithri).
5- Boleh
mengadukan suatu kemungkaran pada hakim.
6- Hadits
ini menunjukkan bahwa jin itu ada yang miskin karena dalam riwayat Abu
Mutawakkil sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar disebutkan bahwa setan yang
mencuri tersebut mengambil zakat fitrah tadi untuk dibagikan pada fuqoro’ (para
fakir) dari kalangan jin.
7- Maksud
dari bacaan yang diajarkan setan dapat membawa manfaat adalah jika diucapkan,
maka setan laki-laki maupun perempuan tidak akan mengganggu atau mendekat
sebagaimana disebutkan dalam riwayat Abu Mutawakkil yang dinukil oleh Ibnu
Hajar.
8- Setan
itu ada laki-laki dan perempuan.
9- Sifat
seorang muslim adalah selalu membenarkan perkataan Nabinya. Lihatlah bagaimana
Abu Hurairah begitu menaruh percaya pada perkataan Rasulnya bahwa besok pencuri
tersebut akan datang.
10- Dalam
riwayat Abu Mutawakkil disebutkan bahwa ayat kursi yang disebutkan dalam hadits
dibaca ketika pagi dan petang. Sedangkan riwayat Bukhari di atas menyebutkan
bahwa ayat kursi tersebut diamalkan sebelum tidur.
11- Hadits
ini menunjukkan keutamaan (fadhilah) dari membaca Al Qur’an dan ayat kursi
yaitu kita akan mendapatkan penjagaan Allah dan terlindung dari gangguan setan.
12- Para
sahabat adalah orang yang paling semangat dalam melakukan kebaikan. Oleh
karenanya, jika ada satu kebaikan yang tidak mereka lakukan, maka itu tanda
amalan itu bukan kebaikan.
13- Setan
itu asalnya pendusta.
14- Setan
bisa saja mengajarkan sesuatu yang bermanfaat pada orang beriman.
15- Orang
fajir (yang gemar maksiat) seperti setan kadang tidak membawa manfaat, lain
waktu kadang membawa manfaat.
16- Bisa
saja seseorang mengilmui sesuatu namun ia tidak mengamalkannya.
17- Bisa
saja orang kafir itu benar dalam sesuatu yang tidak ditemui pada seorang
muslim.
18- Orang
yang biasa dusta bisa saja jujur pada satu waktu.
19- Setan
bisa berubah wujud jadi manusia sehingga bisa dilihat.
20- Hadits
ini juga menunjukkan bahwa jin juga memiliki makanan yang sama seperti manusia.
21- Jin
bisa berbicara dengan bahasa yang digunakan manusia.
22- Jin
bisa mencuri dan mengelabui orang lain.
23- Jin
akan menyantap makanan yang tidak disebut nama Allah di dalamnya.
24- Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bisa mengetahui hal yang ghaib.
25- Boleh
mengumpulkan zakat fitrah sebelum malam Idul Fithri.
26- Boleh
menyerahkan zakat fitrah pada wakil untuk menjaga dan menyalurkannya.
27- Dari
mana pun ilmu, dari setan sekali pun boleh diterima. Asalkan diketahui bahwa
itu benar atau ada bukti benarnya. Namun jika tidak diketahui bukti benarnya,
maka tidak boleh mengambil ilmu dari penjahat atau ahli maksiat.
Faedah
berharga di atas, kami kembangkan dan ringkaskan dari penjelasan Ibnu Hajar Al
Asqolani dalam Fathul Bari, 6: 487-490.
Semoga
bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Fathul Bari
bi Syarh Shahih Al Bukhari, Ibnu Hajar Al Asqolani, terbitan Dar Thiybah,
cetakan keempat, tahun 1432 H
0 komentar:
Posting Komentar