PENTINGNYA PENYEMBUHAN DENGAN ALQURAN DAN AS SUNNAH
Tidak diragukan lagi bahwa penyembuhan dengan Al-Qur’an
dan dengan apa yang diajarkan oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa
ruqyah [1], merupakan penyembuhan yang bermanfaat sekaligus penawar yang
sempurna.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
قُلْ
هُوَ لِلَّذِينَ آمَنُوا هُدًى وَشِفَاءٌ
“Katakanlah
; Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman”
[Fushshilat/41 : 44]
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ
مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan Kami
turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman” [Al-Israa/17 : 82]
Pengertian
“dari Al-Qur’an”, pada ayat di atas adalah Al-Qur’an itu sendiri. Karena
Al-Qur’an secara keseluruhan adalah penyembuh, sebagaimana yang disebutkan
dalam ayat di atas [2]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى
وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Hai
sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian pelajaran dari Rabb
kalian, dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada, dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman” [Yunus/10 : 57]
Dengan
demikian, Al-Qur’an merupakan penyembuh yang sempurna di antara seluruh obat
hati dan juga obat fisik, sekaligus sebagai obat bagi seluruh penyakit dunia
dan akhirat. Tidak setiap orang mampu dan mempunyai kemampuan untuk melakukan
penyembuhan dengan Al-Qur’an. Jika pengobatan dan penyembuhan itu dilakukan
secara baik terhadap penyakit, dengan didasari kepercayaan dan keimanan,
penerimaan yang penuh, keyakinan yang pasti, terpenuhi syarat-syaratnya, maka
tidak ada satu penyakit pun yang mampu melawan Al-Qur’an untuk selamanya.
Bagaimana mungkin penyakit-penyakit itu akan menentang dan melawan
firman-firman Rabb bumi dan langit yang jika (firman-firman itu) turun ke
gunung, maka ia akan memporak-porandakan gunung-gunung tersebut, atau jika
turun ke bumi, niscaya ia akan membelahnya.
Oleh karena
itu, tidak ada satu penyakit hati dan juga penyakit fisik pun melainkan di
dalam Al-Qur’an terdapat jalan penyembuhannya, sebab kesembuhan, serta
pencegahan terhadapnya bagi orang yang dikaruniai pemahaman oleh Allah terhadap
Kitab-Nya. Dan Allah Azza wa Jalla (Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung) telah
menyebutkan di dalam Al-Qur’an beberapa penyakit hati dan fisik, juga disertai
penyebutan penyembuhan hati dan juga fisik.
Adapun
penyakit-penyakit hati terdiri dari dua macam, yaitu : penyakit syubhat
(kesamaran) atau ragu, dan penyakit syahwat atau hawa nafsu. Allah yang
Mahasuci telah menyebutkan beberapa penyakit hati secara terperinci yang
disertai dengan beberapa sebab, sekaligus cara penyembuhan penyakit-penyakit
tersebut. [3]
Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
أَوَلَمْ يَكْفِهِمْ أَنَّا
أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ يُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ
لَرَحْمَةً وَذِكْرَىٰ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ
“Dan apakah
tidak cukup bagi mereka, bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur’an) sedang dia dibacakan kepada mereka? Sesungguhnya di dalam Al-Qur’an
itu terdapat rahmat yang besar dan pelajaran bagi orang-orang yang beriman”
[Al-Ankabuut/ 29 : 51]
Al-Allamah
Ibnul Qayyim rahimahullah mengemukakan. “Barangsiapa yang tidak dapat
disembuhkan oleh Al-Qur’an, berarti Allah tidak memberikan kesembuhan
kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak dicukupkan oleh Al-Qur’an, maka Allah
tidak memberikan kecukupan kepadanya” [4]
Mengenai
penyakit-penyakit badan atau fisik, Al-Qur’an telah membimbing dan menunjukkan
kita kepada pokok-pokok pengobatan dan penyembuhannya, dan juga kaidah-kaidah
yang dimilikinya. Yakni, bahwa kaidah pengobatan penyakit badan secara
keseluruhan terdapat di dalam Al-Qur’an, yaitu ada tiga point.
1. Menjaga
kesehatan
2.
Melindungi diri dari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit
3.
Mengeluarkan unsur-unsur yang merusak badan. [5]
Jika
seorang hamba melakukan penyembuhan dengan Al-Qur’an secara baik dan benar,
niscaya dia akan melihat pengaruh yang sangat menakjubkan dalam penyembuhan
yang cepat.
Imam Ibnul
Qayyim rahimahullah berkata : “Pada suatu ketika aku pernah jatuh sakit, tetapi
aku tidak menemukan seorang dokter atau obat penyembuh. Lalu aku berusaha
mengobati dan menyembuhkan diriku dengan surat Al-Faatihah, maka aku melihat
pengaruh yang sangat menakjubkan. Aku ambil segelas air zamzam dan membacakan
padanya surat Al-Faatihah berkali-kali, lalu aku meminumnya hingga aku
mendapatkan kesembuhan total. Selanjutnya aku bersandar dengan cara tersebut
dalam mengobati berbagai penyakit dan aku merasakan manfaat yang sangat besar.
Kemudian aku beritahukan kepada orang banyak yang mengeluhkan suatu penyakit
dan banyak dari mereka yang sembuh dengan cepat”[6]
Demikian
juga pengobatan dengan ruqaa (jama’ dari ruqyah) Nabawi yang riwayatnya shahih
merupakan obat yang sangat bermanfaat. Dengan ayat dan do’a yang dipanjatkan.
Apabila do’a tersebut terhindar dari penghalang-penghalang terkabulnya do’a
itu, maka ia merupakan sebab yang sangat bermanfaat dalam menolak hal-hal yang
tidak disenangi dan akan tercapai hal-hal yang diinginkan. Yang demikian itu
termasuk salah satu obat yang sangat bermanfaat, khususnya yang dilakukan
berkali-kali. Dan do’a pun berfungsi sebagai penangkal bala’ (musibah),
mencegah dan menyembuhkannya, menghalangi turunnya, atau meringankannya jika ternyata
sudah sempat turun. [7]
“Tidak ada
yang dapat mencegah qadha’ (takdir) kecuali do’a, dan tidak ada yang dapat
memberi tambahan pada umur kecuali kebajikan” [8]
Tetapi yang
harus dimengerti dengan cermat, yaitu bahwa ayat-ayat, dzikir-dzikir, do’a-do’a
dan beberapa ta’awudz (permohonan perlindungan kepada Allah) yang dipergunakan
untuk mengobati atau untuk ruqyah pada hakikatnya pada semua ayat,
dzikir-dzikir, do’a-do’a dan ta’awwudz itu sendiri memberi manfaat yang besar
dan juga dapat menyembuhkan. Namun, ia memerlukan penerimaan (dari orang yang
sakit) dan kekuatan orang yang mengobati dan pengaruhnya. Jika suatu
penyembuhan itu gagal, maka yang demikian itu disebabkan oleh lemahnya pengaruh
pelaku, atau karena tidak adanya penerimaan oleh pihak yang diobati, atau
adanya rintangan yang kuat di dalamnya yang menghalangi reaksi obat.
Pengobatan
dengan ruqyah ini dapat dicapai dengan adanya dua aspek, yaitu dari pihak
pasien (orang yang sakit) dan dari pihak orang yang mengobati
Yang
berasal dari pihak pasien adalah berupa kekuatan dirinya dan kesungguhan
bergantung kepada Allah, serta keyakinannya yang pasti bahwa Al-Qur’an itu
memang penyembuh sekaligus rahmat bagi orang-orang yang beriman dan ta’awwudz
yang benar yang sesuai antara hati dan lisan, maka yang demikian itu merupakan
suatu bentuk perlawanan terhadap penyakit. Dan seseorang yang melakukan
perlawanan tidak akan memperoleh kemenangan dari musuh kecuali dengan dua hal,
yaitu :
Pertama :
Keadaan senjata yang dipergunakan haruslah benar, bagus dan kedua tangan yang
menggunakannya pun harus kuat. Jika salah satu dari keduanya hilang, maka
senjata itu tidak banyak berarti, apalagi jika kedua hal di atas tidak ada,
yaitu, hatinya kosong dari tauhid, tawakkal, takwa, tawajjuh (menghadap,
bergantung sepenuhnya kepada Allah) dan tidak memiliki senjata.
Kedua :
Dari pihak yang mengobati dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah juga harus memenuhi
kedua hal di atas [9]. Oleh karena itu, Ibnut Tiin rahimahullah berkata :
“Ruqyah dengan menggunakan beberapa kalimat ta’awwudz dan juga yang lainnya
dari Nama-Nama Allah adalah pengobatan rohani. Jika dilakukan oleh lisan
orang-orang yang baik, maka dengan izin Allah Subhanahu wa Ta’ala kesembuhan
tersebut akan terwujud” [10]
Para ulama
telah sepakat membolehkan ruqyah dengan tiga syarat, yaitu : [11]
1. Ruqyah
itu dengan menggunakan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, atau Asma dan
sifat-Nya, atau sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
2. Ruqyah
itu boleh diucapkan dalam bahasa Arab atau bahasa lain yang difahami maknanya.
3. Harus
diyakini bahwa bukanlah dzat ruqyah itu sendiri yang memberikan pengaruh,
tetapi yang memberi pengaruh itu adalah kekuasaan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
sedangkan ruqyah hanya merupakan salah satu sebab saja. [12]
[Disalin
dari buku Do’a & Wirid Mengobati Guna-Guna Dan Sihir Menurut Al-Qur’an Dan
As-Sunnah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam
Asy-Syafi’i, Cetakan Keenam Dzulhijjah 1426H/Januari 2006M]
_______
Footnote
[1]. Ruqyah jama’nya adalah ruqaa,
yaitu bacaan-bacaan untuk pengobatan yang syar’i (yaitu berdasarkan pada
riwayat yang shahih, atau sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah
disepakati oleh para ulama).
[2]. Lihat Al-Jawaabul Kaafi Liman
Sa’ala Anid Dawaa-isy Syaafi (jawaban yang memadai bagi orang yang bertanya
tentang obat penyembuh yang mujarab) atau Ad-Daa’wad Dawaa’ (penyakit dan
obatnya) karya Ibnul Qayyim (hal.7)
[3]. Lihat Zaadul Ma’aad karya Ibnul
Qayyim (IV/6, IV/352)
[4]. Lihat Zaadul Ma’aad (IV/352)
[5]. Lihat sumber-sumber sebelumnya Zaadul
Ma’aad (IV/6, 352)
[6]. Lihat Zaadul Ma’aad (IV/178) dan
Al-Jawaabul Kaafi (hal. 23)
[7]. Lihat Al-Jawaabul Kaafi (hal.
22-25)
[8]. HR Al-Hakim I/493, Ibnu Majah no.
4022, Ahmad V/277, 280, 282 dan Ath-Thahawi no. 3069 dari Tsauban dan
At-Tirmidzi no. 2139, Ath-Thahawi dalam Musykilul Autsaar VIII/78 no 3068 dari
Salman dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani, lihat Silsilah Al-Ahaadits
Ash-Shahiihah no. 154
[9]. Lihat Zaadul Ma’aad IV/67-68
[10]. Fathul Baari (X/196)
[11]. Lihat Fathul Baari (X/195), juga
Fataawa Al-Allamah Ibni Baaz (II/384)
[12]. Lihat Al-Ilaaj bir Ruqaa Minal
Kitaab wa Sunnah hal. 83
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
0 komentar:
Posting Komentar