Kisah Manisnya Iman dari Zaid dan Abdullah
"Jika kami kembali ke Madinah, tentu kaum yang mulia akan mengusir
kaum yang hina," kata Abdullah bin Ubay, gembong munafik yang membenci
Nabi sallallaahu alaihi wasallam.
Zaid bin Arqam mendengar ucapan itu. Ia segera melaporkannya kepada
pamannya, lalu pamannya melaporkannya kepada Nabi.
Saat mendengar hal itu, Umar bin Khaththab sangat marah. "Perintahkan
Ubbad bin Bisyr untuk membunuhnya!"
"Umar," ujar Nabi. "Bagaimana jika orang-orang mengatakan
bahwa Muhammad membunuh sahabat-sahabatnya?" Nabi pun memerintahkan kepada
pasukannya untuk melanjutkan perjalanannya meski belum waktunya.
Pasukan muslim yang baru saja mengalahkan bani Mustaliq itu berjalan sehari
semalam hingga matahari memanggang ubun-ubun mereka di pagi hari. Mereka baru
berhenti dan beristirahat. Nabi memerintahkan hal itu agar mereka melupakan
pertikaian antara Anshar dan Muhajirin yang menjadi penyebab Abdullah bin Ubay
mengucapkan ancaman itu.
Saat mengetahui, Zaid bin Arqam mengadukan ucapannya, Abdullah bin Ubay
segera menemui Nabi Muhammad. "Aku tidak mengatakan sebagaimana yang dia
katakan. Aku tidak mengatakannya," kata gembong munafik itu berdusta.
"Rasulullah," kata seorang Anshar. "Karena yang mengucapkan
seorang anak kecil, mungkin sekali dia salah tafsir atau tidak ingat benar apa
yang dikatakan orang itu."
Nabi membenarkannya. Mendengar hal itu, Zaid bin Arqam merasa sedih. Belum
pernah dia merasa sesedih itu.
Allah Ta'aala menurunkan surah Al-Munafiqun ayat 1-8. Nabi mengutus seseorang
untuk membacakan ayat itu kepada Zaid bin Arqam. Nabi mengatakan,
"Sesungguhnya, Allah telah membenarkanmu."
Setibanya mereka di Madinah, Abdullah putra Abdullah bin Ubay menghadang
ayahnya di pintu masuk kota Madinah seraya menghunus pedang ke arah ayahnya.
"Demi Allah," kata Abdullah bin Abdullah. "Ayah tidak boleh
lewat di sini kecuali diizinkan oleh Rasulullah karena beliau orang yang mulia,
sementara Ayah orang yang hina!"
Abdullah bin Ubay tercengang menyaksikan sikap anaknya yang lebih membela
Nabi daripada dirinya.
Ketika Rasulullah datang, beliau memberikan izin bagi Abdullah bin Ubay
untuk masuk ke kota Madinah. Saat itu, Abdullah bin Abdullah berkata kepada
Rasulullah, "Jika Anda ingin membunuhnya, biarkan aku yang melakukannya.
Demi Allah, akan kubawa kepalanya ke hadapan Anda!"
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Ada tiga perkara, yang apabila ketiganya ada pada diri
seseorang, maka ia akan mendapatkan rasa manisnya iman, yaitu apabila Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada yang selain keduanya, apabila ia mencintai
seseorang, namun ia tidak mencintainya kecuali karena Allah. Dan apabila ia
membenci untuk kembali ke dalam kekafiran sesudah Allah menyelamatkannya dari
kekafiran itu, seperti halnya ia membenci jika ia dilemparkan ke dalam api.”
(HR Muttafaqun 'alaih)
Begitulah pelajaran al-wala dan al-baro (cinta dan benci karena Allah) dari
dua sahabat mulia, Zaid bin Arqam dan Abdullah bin Abdullah bin Ubay. Zaid
tidak rela seseorang menghina Nabi, bahkan Abdullah menghadang ayahnya yang
telah menghina Nabi seraya mengacungkan pedang kepada ayahnya itu.
Demikianlah dua sahabat yang telah mengecap manisnya iman. Semoga kita
termasuk ke dalam barisan orang-orang yang bisa menikmati manisnya iman.
Ditulis Oleh : DENNY PRABOWO
0 komentar:
Posting Komentar