Delapan Sikap Siapkan Diri Menyambut Ramadhan
Ya Allah, serahkanlah aku kepada Ramadhan dan serahkan
Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya kepadaku dengan kerelaan
Delapan Sikap Siapkan Diri Menyambut Ramadhan
TAK terasa kita telah memasuki bulan Sya’ban. Sebentar
lagi kita akan kedatangan bulan Ramadhan. Setelah sekian lama berpisah, kini
Ramadhan kembali akan hadir di tengah-tengah kita. Bagi seorang muslim, tentu
kedatangan bulan Ramadhan akan disambut dengan rasa gembira dan penuh syukur,
karena Ramadhan merupakan bulan maghfirah, rahmat dan menuai pahala serta
sarana menjadi orang yang muttaqin.
Oleh karena itu, sudah sepatutnya kita melakukan
persiapan diri untuk menyambut kedatangan bulan Ramadhan, agar Ramadhan kali
ini benar-benar memiliki nilai yang tinggi dan dapat mengantarkan kita menjadi
orang yang bertaqwa.
Tentu saja persiapan diri yang dimaksud di sini bukanlah
dengan memborong berbagai macam makanan dan minuman lezat di pasar untuk
persiapan makan sahur dan balas dendam ketika berbuka puasa. Juga bukan dengan
mengikuti berbagai program acara televisi yang lebih banyak merusak dan
melalaikan manusia dari mengingat Allah Subhanahu Wata’ala dari pada manfaat
yang diharapkan, itupun kalau ada manfaatnya. Bukan pula pergi ke pantai
menjelang Ramadhan untuk rekreasi, makan-makan dan bermain-main.
Jadi, bagaimana sebenarnya cara kita menyambut Ramadhan?
Apa yang mesti kita persiapkan dalam hal ini? Maka tulisan ini mencoba memberi
jawaban dari pertanyaan tersebut. Menurut penulis, banyak hal yang perlu
dilakukan dalam rangka persiapan menyambut kedatangan Ramadhan, yaitu:
Pertama, berdoa kepada Allah Subhanahu Wata’ala, sebagaimana
yang dicontohkan para ulama salafusshalih. Mereka berdoa kepada Allah Subhanahu
Wata’ala dengan sungguh-sungguh agar dipertemukan dengan bulan Ramadhan sejak
enam bulan sebelumnya dan selama enam bulan berikutnya mereka berdoa agar
puasanya diterima Allah Subhanahu Wata’ala, karena berjumpa dengan bulan ini
merupakan nikmat yang besar bagi orang-orang yang dianugerahi taufik oleh Allah
Subhanahu Wata’ala, Mu’alla bin al-Fadhl berkata, “Dulunya para salaf berdoa
kepada Allah Ta’ala (selama) enam bulan agar Allah mempertemukan mereka dengan
bulan Ramadhan, kemudian mereka berdoa kepada-Nya (selama) enam bulan
berikutnya agar Dia menerima (amal-amal shaleh) yang mereka kerjakan” (Lathaif
Al-Ma’aarif: 174)
Di antara doa mereka itu adalah: ”Ya Allah, serahkanlah
aku kepada Ramadhan dan serahkan Ramadhan kepadaku dan Engkau menerimanya
kepadaku dengan kerelaan”. Dan doa yang populer: ”Ya Allah, berkatilah kami di
bulan Rajab dan Sya’ban, serta sampaikanlah kami pada bulan Ramadhan”.
Kedua, menuntaskan puasa tahun lalu. Sudah seharusnya kita
mengqadha puasa sesegera mungkin sebelum datang Ramadhan berikutnya. Namun
kalau seseorang mempunyai kesibukan atau halangan tertentu untuk mengqadhanya
seperti seorang ibu yang sibuk menyusui anaknya, maka hendaklah ia menuntaskan
hutang puasa tahun lalu pada bulan Sya’ban.
Sebagaimana Aisyah r.a tidak bisa mengqadha puasanya
kecuali pada bulan Sya’ban. Menunda qadha puasa dengan sengaja tanpa ada uzur
syar’i sampai masuk Ramadhan berikutnya adalah dosa, maka kewajibannya adalah
tetap mengqadha, dan ditambah kewajiban membayar fidyah menurut sebagian ulama.
Ketiga, persiapan keilmuan (memahami fikih puasa). Mu’adz bin
Jabal r.a berkata: ”Hendaklah kalian memperhatikan ilmu, karena mencari ilmu
karena Allah adalah ibadah”. Imam Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah mengomentari atsar
diatas, ”Orang yang berilmu mengetahui tingkatan-tingkatan ibadah,
perusak-perusak amal, dan hal-hal yang menyempurnakannya dan apa-apa yang
menguranginya”.
Oleh karena itu, suatu amal perbuatan tanpa dilandasi
ilmu, maka kerusakannya lebih banyak daripada kebaikannya. Maka dalam hal ini,
hanya dengan ilmu kita dapat mengetahui cara berpuasa yang benar sesuai dengan
petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Begitu juga ilmu sangat
diperlukan dalam melaksanakan ibadah lainnya seperti wudhu, shalat, haji dan
sebagainya. Maka, menjelang Ramadhan ini sudah sepatutnya kita untuk membaca
buku fiqhus shiyam (fikih puasa) dan ibadah lain yang berkaitan dengan Ramadhan
seperti shalat tarawih, i’tikaf dan membaca al-Quran.
Kempat, persiapan jiwa dan spiritual. Persiapan yang dimaksud
di sini adalah mempersiapkan diri lahir dan batin untuk melaksanakan ibadah
puasa dan ibadah-ibadah agung lainnya di bulan Ramadhan dengan
sebaik-sebaiknya, yaitu dengan hati yang ikhlas dan praktek ibadah yang sesuai
dengan petunjuk dan sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam.
Persiapan jiwa dan spiritual merupakan hal yang penting
untuk diperhatikan dalam upaya untuk memetik manfaat sepenuhnya dari ibadah
puasa. Penyucian jiwa (Tazkiayatun nafs) dengan berbagai amal ibadah dapat
melahirkan keikhlasan, kesabaran, ketawakkalan, dan amalan-amalan hati lainnya
yang akan menuntun seseorang kepada jenjang ibadah yang berkualitas. Salah satu
cara untuk mempersiapkan jiwa dan spritual untuk menyambut Ramadhan adalah
dengan jalan melatih dan memperbanyak ibadah di bulan sebelumnya, minimal di
bulan Sya’ban ini seperti memperbanyak puasa Sunnat.
Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban merupakan sunnah
Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Aisyah ra, ia berkata, “Aku belum pernah
melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam berpuasa sebulan penuh kecuali bulan
Ramadhan, dan aku belum pernah melihat Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam
berpuasa sebanyak yang ia lakukan di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam riwayat lain, dari Usamah bin Zaid r.a ia berkata,
aku bertanya, “Wahai Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa pada
bulan-bulan lain yang sesering pada bulan Sya’ban”. Beliau bersabda, “Itu
adalah bulan yang diabaikan oleh orang-orang, yaitu antara bulan Ra’jab dengan
Ramadhan. Padahal pada bulan itu amal-amal diangkat dan dihadapkan kepada Rabb
semesta alam, maka aku ingin amalku diangkat ketika aku sedang berpuasa.” (HR.
Nasa’i dan Abu Daud serta dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah).
Adapun pengkhususan puasa dan shalat sunat seperti shalat
tasbih pada malam nisfu sya’ban (pertengahan Sya’ban) dengan menyangka bahwa ia
memiliki keutamaan, maka hal itu tidak ada dalil shahih yang mensyariatkannya.
Menurut para ulama besar, dalil yang dijadikan sandaran mengenai keutamaan
nisfu sya’ban adalah hadits dhaif (lemah) yang tidak bisa dijadikan hujjah
dalam persoalan ibadah, bahkan maudhu’ (palsu). Oleh Sebab itu, Imam Ibnu
Al-Jauzi memasukkan hadits-hadits mengenai keutamaan nishfu Sya’ban ke dalam
kitabnya Al-Maudhu’at (hadits-hadits palsu).
Al-Mubarakfuri berkata, “Saya tidak mendapatkan hadits
marfu’ yang shahih tentang puasa pada pertengahan bulan Sya’ban. Adapun hadits
keutamaan nisfu Sya’ban yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah saya telah mengetahui
bahwa hadits ini adalah hadits sangat lemah” (Tuhfah Al-Ahwazi: 3/444).
Syaikh Shalih bin Fauzan berkata, “Adapun hadits-hadits
yang terdapat dalam masalah ini, semuanya adalah hadits palsu sebagaimana
dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan
berpuasa pada ayyamul bidh (tanggal 14, 15, 16), maka ia boleh melakukan puasa
pada bulan Sya’ban seperti bulan-bulan lainnya tanpa mengkhususkan hari itu
saja.”
Syaikh Sayyid Sabiq berkata, “Mengkhususkan puasa pada
hari nisfu Sya’ban dengan menyangka bahwa hari-hari tersbut memiliki keutamaan
dari pada hari lainnya, tidak memiliki dalil yang shahih” (Fiqh As-Sunnah:
1/416).
Kelima, persiapan dana (finansial). Sebaiknya aktivitas ibadah
di bulan Ramadhan harus lebih mewarnai hari-hari ketimbang aktivitas mencari
nafkah atau yang lainnya. Pada bulan ini setiap muslim dianjurkan memperbanyak
amal shalih seperti infaq, shadaqah dan ifthar (memberi bukaan). Karena itu,
sebaiknya dibuat sebuah agenda maliah (keuangan) yang mengalokasikan dana untuk
shadaqah, infaq serta memberi ifhtar selama bulan ini. Moment Ramadhan
merupakan moment yang paling tepat dan utama untuk menyalurkan ibadah maliah
kita. Ibnu Abbas r.a berkata, ”Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassallam adalah orang
yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan Ramadhan.” (H.R
Bukhari dan Muslim). Termasuk dalam persiapan maliah adalah mempersiapkan dana
agar dapat beri’tikaf dengan tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.
Keenam, persiapan fisik yaitu menjaga kesehatan. Persiapan
fisik agar tetap sehat dan kuat di bulan Ramadhan sangat penting. Kesehatan merupakan
modal utama dalam beribadah. Orang yang sehat dapat melakukan ibadah dengan
baik. Namun sebaliknya bila seseorang sakit, maka ibadahnya terganggu. Rasul
Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Pergunakanlah kesempatan yang lima
sebelum datang yang lima; masa mudamu sebelum masa tuamu, masa sehatmu sebelum
masa sakitmu, masa kayamu sebelum masa miskinmu, masa luangmu sebelum masa
sibukmu, dan masa hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim)
Maka, untuk meyambut Ramadhan kita harus menjaga kesehatan
dan stamina dengan cara menjaga pola makan yang sehat dan bergizi, dan
istirahat cukup.
Ketujuh, menyelenggarakan tarhib Ramadhan. Disamping persiapan
secara individual, kita juga hendaknya melakukan persiapan secara kolektif,
seperti melakukan tarhib Ramadhan yaitu mengumpulkan kaum muslimin di masjid
atau di tempat lain untuk diberi pengarahan mengenai puasa Ramadhan, adab-adab,
syarat dan rukunnya, hal-hal yang membatalkannya atau amal ibadah lainnya.
Menjelang bulan Ramadhan tiba, Rasul Shalallahu ‘alaihi
Wassallam memberikan pengarahan mengenai puasa kepada para shahabat. Beliau
juga memberi kabar gembira akan kedatangan bulan Ramadhan dengan menjelaskan
berbagai keutamaannya. Abu Hurairah ra berkata, “menjelang kedatangan bulan
Ramadhan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi Wassallam bersabda, “Telah datang
kepada kamu syahrun mubarak (bulan yang diberkahi). Diwajibkan kamu berpuasa
padanya. Pada bulan tersebut pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka
ditutup, syaithan-syaithan dibelunggu. Padanya juga terdapat suatu malam yang
lebih baik dari seribu bulan, barangsiapa yang terhalang kebaikan pada malam
itu, maka ia telah terhalang dari kebaikan tersebut.” (HR. Ahmad, An-Nasa’i dan
Al-Baihaqi). Selain itu, banyak lagi hadits-hadits yang menjelaskan tentang
keutamaan Ramadhan. Hal ini dilakukan oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
Wassallam untuk memberi motivasi dan semangat kepada para sahabat dan umat
Islam setelah mereka dalam beribadah di bulan Ramadhan.
Akhirnya, penulis mengajak seluruh umat Islam khususnya di Aceh
untuk menyambut bulan Ramadhan yang sudah di ambang pintu ini dengan gembira
dan mempersiapkan diri untuk beribadah dengan optimal. Selain itu kita berharap
kepada Allah Subhanahu Wata’ala agar ibadah kita diterima, tentu dengan ikhlas
dan sesuai Sunnah Rasul Shalallahu ‘alaihi Wassallam. Semoga kita dipertemukan
dengan Ramadhan dan dapat meraih berbagai keutamaannya.*
Penulis adalah ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda
Indonesia (MIUMI) Aceh & kandidat Doktor Ushul Fiqh, International Islamic
University Malaysia (IIUM)
Oleh: Muhammad Yusran Hadi, Lc, MA
Rep: Admin Hidcom
Editor: Cholis Akbar
0 komentar:
Posting Komentar