Selasa, 24 Mei 2022

DZIKIR YANG MAMPU MENEMBUS PINTU LANGIT

DZIKIR YANG MAMPU MENEMBUS PINTU LANGIT

 

 

Dari Ibnu Umar -radhiyallahu anhuma- ia berkata

 

بَيْنَمَا نَحْنُ نُصَلِّي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذْ قَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ الْقَائِلُ كَذَا وَكَذَا فَقَالَ رَجُلٌ مِنْ الْقَوْمِ أَنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ عَجِبْتُ لَهَا فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ قَالَ ابْنُ عُمَرَ مَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

 

“: Ketika kami sedang shalat bersama Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- tiba-tiba seorang lelaki dari suatu kaum mengatakan, “Allahu Akbar Kabira Wal Hamdulillahi Katsira Wasubhanallaha Bukratan Wa Ashilan” , artinya : “Allah Maha Agung, segala puji bagi Allah dengan (pujian yang) banyak, maha suci Allah pada waktu pagi dan sore” . Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- kemudian bertanya, “Siapa yang mengatakan ini dan itu? ” Seorang lelaki dari suatu kaum menjawab, “Aku wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Aku kagum terhadap perkataan itu; akan dibukakan untuknya pintu-pintu langit. ” Ibnu Umar berkata, “Aku tidak pernah meninggalkan perkataan itu sejak aku mendengarnya dari Rasulullah”. (HR Muslim : 601, Ahmad : 3/179, Tirmidzi : 3592, Nassa’I : 886).

Dalam lafadz lain di katakan :

 

قَامَ رَجُلٌ خَلْفَ نَبِيِّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا فَقَالَ نَبِيُّ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ صَاحِبُ الْكَلِمَةِ فَقَالَ رَجُلٌ أَنَا يَا نَبِيَّ اللَّهِ فَقَالَ لَقَدْ ابْتَدَرَهَا اثْنَا عَشَرَ مَلَكًا

 

Ada seorang laki-laki berdiri di belakang Nabi -Shallallahu’alaihi wasallam- yang mengucapkan, ‘Allaahu akbar kabiiraa wal hamdu lillaahi katsiraa, wa subhaanallaahi bukralan-wa’ashiilaa (Allah Maha Besar, segala puji bagi-Nya, Allah Maha Suci pada pagi dan sore hari) ‘ maka Nabi -Shallallahu’alaihi wasallam- bersabda: ‘Siapa yang mengucapkan kalimat ini? ‘ Laki-laki tersebut berkata; ‘Aku wahai Nabi Allah! ‘ Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam lalu bersabda: “Kalimat tersebut diperebutkan oleh dua belas malaikat (untuk diangkat ke tempat diterimanya amalan)”. (HR Nassa’I : 886).

PELAJARAN DARI HADITS

[1] Dzikir tersebut di baca sebagai doa istiftah sebelum membaca al Fatihah. Hal ini sebagai mana disebutkan didalam kitab shifat shalat Nabi -shalallahu alaihi wasallam-. Ini menunjukan pula bahwa lafadz do’a istiftah itu beragam, selayaknya bagi setiap muslim untuk membacanya seluruhnya secara bergantian

[2] Adanya sebagian amalan dan keta’atan yang dicatat oleh malaikat khusus yang bukan malaikat pencatat amalan, menunjukan keagungan dan keutamaan amalan tersebut.

[3] Bahwasanya pintu langit dibuka setelah adzan.

Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda :

 

إِذَا نُوْدِيَ بِالصَّلَاةِ فُـتِحَتْ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَاسْتُجِيْبَ الدُّعَاءُ

 

“Apabila dikumandangkan adzan dibukalah pintu langit dan diijabahlah do’a”. (Shahihul Jaami’ No : 818, Silsilah As Shahihah : 1413).

[4] Pujian Nabi -shalallahu alaihi wasallam- kepada kebaikan sahabatnya, menunjukan kemuliaan akhlaqnya.

[5] Adanya sunnah taqririyah, yakni perbuatan sahabat yang datang dari dirinya tapi disetujui Nabi -shalallahu alaihi wasallam- maka perbuatannya menjadi hukum dalam syari’at. Dan ini tidak berlaku bagi siapapun yang melakukannya setelah Nabi shalallahu alaihi wasallam wafat, karena Syari’at telah sempurna.

Oleh karena itu tidak benar sebagian orang yang melegalkan BID’AH berdalih dengan hadits hadits tersebut, dimana kata mereka bahwa para Sahabatpun mengada ada dalam agama.

[6] Keutamaan Ibnu Umar -radhiyallahu anhuma- ketika mendengar hadits ini yang langsung melakukannya dan tidak pernah meninggalkannya. Dan demikianlah Para Sahabat dan Salafus Shalih secara umum, dimana mereka begitu kuatnya kecintaan dan keta’atan serta pasrah menerima Syari’at yang datang dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- . Sehingga ketika mendengar sesuatu ilmu dan petunjuk mereka langsung mempraktekannya dalam ucapan atau perbuatan.

“Dari ‘Aun bin Abdullah rahimahullah bahwasanya ia mendengar ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma mengatakan :

 

كُنَّا جُلُوْسًا مَعَ رَسُوْلِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ رَجُلٌ اللَّهُ اَكْبَرُ كَبِيْرًا وَاْلحَمْدُ لِهَِ  كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللَّهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَنْ قَالَ الْكَلمات فقال الرجل : أنَا يَا رَسُوْلُ اللَّهِ فَقَالَ رَسُوْلُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ إِنِّيْ لَأَنْظُرُ إِلَيْهَا تَصْعَدُ حَتَّى فُتِحَتْ لَهَا أَبْوَابُ السَّمَاءِ فَقَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : وَالَّذِيْ نَفْسِيْ بِيَدِهِ مَا تَرَكْتُهَا مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَالَ عَوْنٌ رَحِمَهُ اللَّهُ : مَا تَرَكتُها مُنْذُ سَمِعْتُهَا مِنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا

 

“Kami dahulu duduk-duduk bersama Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- Lalu seseorang membaca Allahu Akbar kabiro walhamdulillahi katsiro wasubhanallahi bukrotan wa ashila Lalu Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda : “Siapa yang membaca kalimat itu ?”. Seseorang mengatakan Saya wahai Rasulullah, Lalu Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- bersabda : “Demi yang jiwaku berada ditangan-Nya Sesungguhnya aku melihat kalimat itu naik hingga pintu langit dibukakan untuknya” . Lalu Ibnu Umar mengatakan : “Demi yang jiwaku berada ditangan-Nya tidak pernah aku meninggalkan untuk membacanya sejak aku mendengar dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- ” . Dan ‘Aun mengatakan : “Aku tidak pernah meninggalkan untuk membacanya sejak mendengar dari ‘Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma ”. (HR Ahmad, Al Musnad : 5689, di shahihkan oleh Ahmad Syakir)

Dari Abdullah bin Umar -radhiyallahu anhuma- dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- beliau bersabda,

 

مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيْءٌ يُوصِي فِيهِ يَبِيتُ لَيْلَتَيْنِ إِلَّا وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوبَةٌ عِنْدَهُ قَالَ ابْنُ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : مَا مَرَتْ عَلَيَّ لَيْلَةٌ مُنْذُ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ذَلِكَ إِلَّا وَعِنْدِيْ وَصِيَّتِيْ

 

“Tidak layak bagi seorang muslim yang memiliki sesuatu yang (harus) diwasiatkan untuk bermalam selama dua hari, kecuali wasiatnya ditulis di sisinya”. Berkata Ibnu Umar : “Tidaklah berlalu satu malam kecuali washiatku sudah tertulis sejak aku dengar dari Rasulullah -shalallahu alaihi wasallam- tentang hal itu”. (HR Bukhari : 3728, Muslim : 1627).

 

Wallahua’lam bishowab

Abu Ghozie As Sundawie

https://pasuruanmengaji.com

 

0 komentar:

Posting Komentar