Tiga Macam Ujian
dan Derajat Kesabaran Manusia
KABAR BANTEN - Syekh Abdus Shomad Al-Palimbani, penghulu
tasawuf yang hidup pada abad ke-17 M memiliki pandangan terhadap berbagai macam
ujian dari Allah SWT kepada manusia. Dalam tulisan di kitab “Anisul Muttaqien”,
Syekh Abdus Shomad memaparkan tentang tiga bagian ujian Allah terhadap manusia
tersebut.
Pertama, ujian sebagai siksaan (litta’dzib). Ujian ini
diperuntukkan sebagai azab bagi para pelaku maksiat.
Kedua, ujian sebagai pendidikan (litta’dib). Ujian yang
diberikan Allah SWT sebagai pendidikan bagi orang-orang yang bertakwa.
Sedangkan yang ketiga, ujian sebagai pendekatan
(littaqarrub). Yakni ujian yang diberikan untuk mendekatkan seseorang kepada
Allah SWT bagi orang-orang yang mencintainya (muhibbin).
Abdus Shomad mengutip pendapat beberapa ulama yakni
“Setiap ujian yang mendekatkanmu kepada Allah merupakan nikmat, dan setiap
nikmat yang menjauhkanmu dari Allah merupakan ujian.”
Dalam menghadapi ujian Allah SWT, manusia harus
menghadapinya dengan jiwa sabar. Sebagaimana firman Allah SWT, “Dan kami pasti
akan menguji kamu dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan sampaikanlah
kabar gembira kepada orang-orang yang
sabar“.(Q.S.Al-Baqarah:155).
Dalam kitab “Hidayatus Salikin”, Syekh Abdus Shomad juga
membagi derajat kesabaran manusia dalam menghadapi ujian.
Pertama, sabar bagi kaum awam. Derajat kesabaran dialami manusia
secara umum, yakni dia akan mengendalikan diri disaat susah dan segala
penderitaan yang diberikan Allah SWT sebagai hukumannya, karena ia melihat
pahala sabar sebagaimana firman Allah SWT, “… Sesungguhnya hanya orang-orang
yang bersabar lah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS Az Zumar:
96).
Derajat kesabaran bagi kaum awam ini juga yakni sabar
dalam berbuat taat dan menghindari kemaksiatan, karena ingin mendapat pahala
dan takut akan siksa-Nya.
Derajat kesabaran yang kedua yakni sabar bagi
orang-orang yang muridin. Yakni derajat kesabaran bagi orang yang menuju
derajat kewalian. Bagi golongan ini, mereka sabar dengan jiwanya senentiasa
riang hati dalam menerima kesusahaan dan penderitaan.
Hal itu karena mereka melihat dengan mata hatinya sesuatu
yang akan menimpanya semuanya berasal dari Allah SWT.
Maka ketika itu, dia tidak susah meninggalkan semua itu
dan tidak melihat pahala ataupun siksa. Mereka semata-mata mengikuti perintah
Allah, “Dan bersabar lah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
(QS Al Anfal:46).
Sedangkan derajat ketiga yakni seorang yang zuhud
dan salik. Yakni sabar atas segala hukuman Allah yang datang kepada mereka
serta tidak mau berikhtiar dan mengatur karena yakni bahwa seluruhnya Allah dan
takdirnya yang di dalam azali, di lauhul mahfudz tidak akan berubah.
Bagi golongan ini, hati mereka semata-mata ridha dengan
segala yang dihukumkan Allah kepadanya. Jika badannya mengalami sakit,
menderita, hati mereka tetap ridha. Bagi golongan ketiga ini, yang dinamakan
sabar yakni sabar atas hukum dan qadha-Nya.
Syekh Abdus Shomad lahir di Palembang 1704 M dan wafat tahun
1789 M. Sejarawan Taufik Abdullah (2002) menyebut Syekh Abdus Shomad ulama yang
memiliki perhatian besar pada bidang tasawuf dan ulama yang berpengaruh dalam
penyebaran pemikiran neo sufisme di Nusantara.***
https://kabarbanten.pikiran-rakyat.com
Maksuni Husen
0 komentar:
Posting Komentar