BOLEHKAH MENGGABUNGKAN
DUA NIAT PUASA ATAU LEBIH DALAM SATU HARI ??
Banyaknya pertanyaan yang masuk kepada kami tentang
perkara boleh tidaknya menggabungkan puasa syawal atau puasa dzulhijjah dengan
puasa senin kamis atau lainnya, ditambah lagi munculnya banyak perbedaan
pendapat mengenai perkara ini dalam dunia nyata ataupun dunia maya, maka kami
terpanggil kembali untuk membahas permasalahan ini secara ilmiyah, agar bisa
menjadi pencerah, insya Allah. Kajian ilmiyah berikut ini adalah salah satu
bahasan dalam buku yang kami pribadi tulis sejak tiga tahun lalu yang berjudul
“Untaian Puasa Sunnah” yang semoga Allah memudahkan pencetakannya bila memang
memiliki faktor penting untuk mencetaknya.
Berikut penjelasannya, selamat membaca !!
Untuk membahas masalah ini ,saya tidak hanya akan fokus
pada masalah puasa saja karena kaidah dalam masalah ini tidak hanya berkaitan
dengan masalah puasa tapi berkaitan dengan semua amalan, lagipula kaidah dalam
masalah ini mungkin belum diketahui oleh sebagian penuntut ilmu apalagi selain
mereka dari kalangan awam. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata dalam Kitab
AlJawaab AlKaafiy alias Ad-Daau wadDawaa’ (110) ;
… باب تداخل العبادات فى العبادة الواحدة وهو من باب عزيز
شريف, لا يدخل منه إلا صادق حاذق الطلب متضلع من العلم عالي الهمة بحيث يدخل فى
عبادة يظفر فيها بعبادات شتي وذلك فضل الله يؤتيه من يشاء.
“Bab
(Permasalahan) saling berbercampurnya antara banyak ibadah dalam satu ibadah
merupakan bab/permasalahan rumit lagi agung, tidak ada yang bisa melakukannya
kecuali orang yang benar-benar bersungguh-sungguh, cerdas dalam menuntut ilmu,
menguasai ilmu, dan memiliki semangat tinggi (dalam beribadah) yang mana
tidaklah ia melakukan satu ibadah melainkan dengannya ia meraih (pahala) ibadah
yang berbeda-beda ,dan ini merupakan karunia Allah yang dianugerahkan kepada
siapa saja yang Dia kehendaki”.
Masalah ini
para ulama menyebutnya sebagai “AtTadaakhul fil ‘ibaadaat” (saling
bercampurnya antara banyak ibadah –yang jenis ,waktu dan sifat amalannya sama –
) , atau sebagian mereka juga menyebutnya “AtTasyriik fi anniiyah” (
Kebersamaan -banyak amalan yang satu jenis, waktu dan sifat- dalam satu niat).
Dalil dari kaidah ini adalah berdasarkan pengkajian dan penelitian terhadap
dalil-dalil AlQuran dan Hadis.
Kaidah
dalam masalah ini adalah “Jika dua amalan ibadah berasal dari jenis yang
sama , sifat atau cara amalannya sama, dan waktu pelaksanaanya juga sama, maka
keduanya bisa dilakukan dengan hanya melakukan satu amalan saja”. Ini
merupakan cabang dari salah satu kaidah utama dalam Kaidah Fiqh ; “Al-Umuur
bi Maqaashiidihaa” (suatu perkara –baik berupa amalan atau ucapan-
tergantung pada tujuannya –atau niatnya- ).
Ibnu Rajab
–rahimahullah- berkata (Al-Qawaa’id fil Fiqh: hal.23) ; “Jika dua ibadah dari
jenis yang sama berkumpul dalam waktu yang sama, yang mana salah satunya tidak
dilakukan sebagai qadha atau sebagai tab’iyyah / ibadah yang mengikuti ibadah
lainnya dalam waktu (seperti rawaatib -pent) , maka amalan-amalan keduanya
saling berkaitan sehingga cukup melakukan keduanya dengan satu amalan saja”.
Syaikh
AbdurRahman AsSa’di rahimahullah berkata (AlQawaa’id Wal-ushul Al-Jami’ah (90)
; “Jika dua ibadah dari jenis yang sama berkumpul, maka amalan-amalan
keduanya saling berkaitan, sehingga cukup melakukan keduanya dengan satu amalan
saja jika maksud kedua ibadah tersebut sama”.
Dalam Al
Asybaah Wa An-Nadzhoir (1/208) ,Jalaluddin As-Suyuthi rahimahullah juga berkata
; “Jika dua perkara ibadah dari jenis yang sama berkumpul ,sedangkan maksud
dari keduanya tidaklah berbeda, maka kebanyakan amalan salah satunya masuk
kedalam amalan lainnya “.
Contohnya ; puasa hari senin dan puasa
aasyuraa’ yang mana jika aasyura tepat pada hari senin maka waktu keduanya
sama ,keduanya memiliki jenis yang sama yaitu puasa sunat, juga sifat atau cara
pelaksanaan yang sama yaitu dimulai dari sahur sebelum fajar, menahan diri dari
pembatal-pembatal puasa ,hingga berbuka puasa disore harinya. Maka dengan
melaksanakan satu kali puasa dihari senin ini, ia telah mendapatkan dua pahala
sekaligus jika ia meniatkan puasanya untuk puasa senin sekaligus aasyuraa.
Contoh
lainnya ; ketika
masuk masjid setelah adzan, maka seorang muslim disunatkan untuk melakukan dua
jenis shalat yaitu dua rakaat tahiyyatul-masjid dan dua rakaat shalat sunnah
qabliyah…namun karena jenis kedua shalat ini sama yaitu shalat sunat,
waktunya juga sama, serta tata cara pelaksanaanya sama, maka walaupun hanya
melaksanakan dua rakaat asal dengan niat kedua shalat tersebut , ia telah
meraih kedua pahalanya. Bahkan jika ia menggabungkan lebih dari dua shalat
,misalnya setelah wudhu ia ingin melakukan shalat sunat wudhu, shalat dhuha,
dan shalat taubat…maka ia mendapatkan semua pahala shalat ini cukup dengan dua
rakaat.
Contoh
lainnya ; mandi
janabah dan mandi untuk shalat jumat, jika mandi janabah ini tepat sebelum
shalat jumat, maka boleh sekalian meniatkan mandinya untuk mandi sunat jumat
sebab waktu, jenis yaitu mandi, dan tata cara keduanya sama.
Contoh
lainnya juga ; Tawaf Umrah dan tawaf Quduum (ketika baru masuk Mekah). Jika
seorang jamaah umrah memasuki Kota Mekkah maka diwajibkan baginya tawaf Umrah
dan disunatkan untuk tawaf Qudum..Tapi karena dua tawaf ini sama waktunya,
jenisnya, dan tata caranya ,maka dengan cukup melaksanakan satu kali umrah
dengan niat dua umrah, ia telah mendapat kedua pahala umrah ini.
Berdasarkan
ucapan para ulama diatas dan juga ulama lainnya –melalui pengkajian dalil-dalil
– maka amalan-amalan yang niatnya bisa digabungkan dalam satu amalan ini,
memiliki empat syarat ;
Syarat
Pertama ; Dua amalan
tersebut berasal dari jenis ibadah yang sama, seperti antara shalat dengan
shalat, puasa dengan puasa, tawaf dengan tawaf. Jika keduanya berbeda jenisnya
seperti shalat dan puasa, maka ini tidak bisa digabungkan niatnya.
Syarat
Kedua ; Tercapainya
maksud atau tujuan dua ibadah tersebut dengan hanya melakukan satu kali amalan.
Misalnya , mandi janabah yang bermaksud mensucikan diri dari hadats, dan mandi
jum’at yang bermaksud membersihkan diri, dengan satu kali mandi, kedua maksud
ini dapat tercapai. Atau tawaf umrah yang bermaksud sebagai salah satu rukun
umrah, dan tawaf qudum yang bermaksud penghormatan terhadap Baitullah tatkala
pertama masuk Kota Mekkah, dengan satu kali tawaf maka kedua maksud ibadah ini
dapat tercapai.
Syarat
Ketiga ; Adanya waktu
pelaksanaan antara dua ibadah ini. Misalnya antara shalat dhuha dan shalat
wudhu ,keduanya cukup dua rakaat dilakukan setelah wudhu diwaktu dhuha. Dan
bila waktunya tidak bersamaan seperti shalat shubuh dan witir, atau shalat isya
dan tahajjud, maka ini tidak bisa digabungkan niatnya.
Syarat
Keempat ; Salah satu
dari dua ibadah ini tidak memiliki maksud secara dzatnya . Perlu diketahui
bahwa ibadah terbagi dua ;
1).Ibadah
yang memiliki maksud secara dzatnya , atau dengan kata lain, keberadaan ibadah
merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Ibadah ini disyariatkan
dengan tujuan ibadah itu sendiri secara khusus tanpa maksud lain. Diantara
contohnya ; semua shalat wajib ,qadha, dan rawatib –qabliyah atau ba’diyah-,
atau puasa wajib, qadha, atau puasa rawatib (puasa enam hari syawal) , atau
juga Tawaf Umrah atau Tawaf Ifadhah/ Tawaf Haji ,dan lain sebagainya.
2).Ibadah
yang tidak memiliki maksud secara dzatnya atau ibadah yang disyariatkan bukan
dengan tujuan ibadah itu sendiri secara khusus, atau dnegan istilah lain:
ibadah itu bukan merupakan tujuan utama disyariatkannya ibadah tersebut. Tujuan
utamanya adalah yang penting amalan itu ada di kesempatan tersebut, apapun
bentuknya. contohnya ; 1.Shalat-shalat sunat selain shalat wajib ,qadha, dan
rawatib –qabliyah atau ba’diyah-, misalnya shalat sunat dhuha –yang bermaksud
mengisi waktu dhuha dengan shalat- ,tahiyyatul masjid –yang bermaksud mengawali
masuk masjid dengan shalat- , taubat –yang bermaksud permohonan ampun setelah
melakukan dosa- , shalat sunat wudhu – untuk mengawali ibadah setelah wudhu- .
2.Puasa-puasa sunat selain puasa wajib, qadha, atau puasa rawatib (puasa enam
hari syawal), misalnya puasa senin kamis –untuk memperbanyak amalan yang
diangkat pada hari itu kelangit- , puasa muharram –untuk mengisi bulan utama
ini dengan ibadah- .3.Tawaf quduum –untuk mengawali masuk Mekkah dengannya- ,
dan tawaf wadaa’ –untuk tanda keluar meninggalkan Mekkah- ,dan sebagainya.
Kembali
pada syarat diatas yaitu Salah satu dari dua ibadah ini tidak memiliki maksud
secara dzatnya. Maksudnya jika kedua ibadah ini memiliki maksud secara dzatnya
seperti shalat ashar dan shalat dzuhur, maka keduanya tidak bisa digabungkan
dalam satu niat. Contoh lainnya ; antara shalat qabliyah atau ba’diyah dzuhur
dengan shalat wajib dzuhur, ini juga tidak bisa digabungkan niatnya karena
keduanya sama-sama ibadah yang memiliki maksud secara dzatnya. Contoh lainnya ;
Puasa qadha ramadhan dengan puasa syawal, maka ini tidak bisa digabungkan
niatnya karena kedua-duanya merupakan ibadah yang memiliki maksud secara
dzatnya.
Adapun jika
salah satunya ; ibadah yang memiliki maksud secara dzatnya dan yang kedua ;
ibadah yang tidak memiliki maksud secara dzatnya ,maka ini dibolehkan
menggabungkan niatnya, seperti shalat wajib dengan shalat tahiyyatul masjid,
atau qadha puasa wajib dengan puasa hari senin , atau puasa syawal dengan puasa
hari senin kamis/ ayyaamul-bidh, atau juga tawaf ifadhah (tawaf haji) dengan
tawaf wadaa’, dan tawaf umrah dengan tawaf quduum .
Bahkan bisa
menggabungkan antara tiga puasa dengan syarat puasa yang memiliki maksud secara
dzatnya tidak lebih dari dua: misalnya puasa sunat syawal (memiliki maksud
secara dzatnya) dan puasa senin serta ayyaamul-bidh.
Dan jika
keduanya atau lebih sama-sama merupakan ibadah yang tidak memiliki maksud
secara dzatnya seperti antara puasa ‘asyuraa dengan puasa senin atau kamis,
atau puasa dzulhijjah dengan puasa tiga hari dalam sebulan, atau antara shalat
tahajjud dengan shalat taubat, maka ini dibolehkan secara mutlak.
0 komentar:
Posting Komentar