Menghidupkan Bulan
Ramadhan dengan Sunnah Puasa
“Barangsiapa ingin berpuasa, maka hendaklah dia
bersahur.” (HR. Ahmad. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani karena memiliki
banyak syawahid. Lihat Shohihul Jami’)
Berikut adalah sunnah-sunnah puasa yang dapat kita
hidupkan di bulan Ramadhan berdasarkan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Semoga bermanfaat.
[1] Mengakhirkan Sahur
Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
memerintahkan dan menganjurkan kepada orang yang hendak berpuasa agar makan
sahur. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
أَرَادَ أَنْ يَصُومَ فَلْيَتَسَحَّرْ بِشَىْءٍ
“Barangsiapa
ingin berpuasa, maka hendaklah dia bersahur.” (HR. Ahmad. Dikatakan shohih oleh
Syaikh Al Albani karena memiliki banyak syawahid. Lihat Shohihul Jami’)
Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan demikian karena di dalam sahur
terdapat keberkahan. Dari pembantu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
–Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu– berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِى
السَّحُورِ بَرَكَةً
“Makan
sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Keberkahan
yang dimaksudkan di sini di antaranya adalah dengan makan sahur seseorang akan
menjadi kuat berpuasa mulai dari terbit fajar hingga matahari tenggelam. (Lihat
Syarh Riyadhus Sholihin, 3/451, Darul Kutub Al ‘Ilmiyah)
Barokah
lain juga adalah sebagai pembeda antara puasa Yahudi-Nashrani (Ahlul Kitab)
dengan umat ini. Dari Amr bin ‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
فَصْلُ مَا بَيْنَ صِيَامِنَا
وَصِيَامِ أَهْلِ الْكِتَابِ أَكْلَةُ السَّحَرِ
“Perbedaan
antara puasa kita (umat Islam) dan puasa ahlul kitab terletak pada makan
sahur.” (HR. Muslim). Orang ahli kitab ketika berpuasa, mereka makan sahur
sebelum pertengahan malam dan mereka tidak makan sahur sama sekali. Kaum
muslimin diberi keutamaan dalam berpuasa yaitu diberi kemudahan untuk makan
sahur.
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang untuk meninggalkan sahur, di mana
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
السَّحُورُ أَكْلُهُ بَرَكَةٌ
فَلاَ تَدَعُوهُ وَلَوْ أَنْ يَجْرَعَ أَحَدُكُمْ جَرْعَةً مِنْ مَاءٍ فَإِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى المُتَسَحِّرِينَ
“Sahur
adalah makanan yang penuh berkah. Oleh karena itu, janganlah kalian
meninggalkannya sekalipun hanya dengan minum seteguk air. Karena sesungguhnya
Allah dan para malaikat bershalawat kepada orang-orang yang makan sahur.” (HR.
Ahmad. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohihul Jami’)
Dan sangat
dianjurkan untuk mengakhirkan waktu sahur hingga menjelang fajar. Hal ini dapat
dilihat dalam hadits Anas dari Zaid bin Tsabit bahwasanya beliau pernah makan
sahur bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, kemudian beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas
berkata,”Berapa lama jarak antara adzan dan sahur kalian?” Kemudian Zaid
berkata,”Sekitar 50 ayat”. (HR. Bukhari dan Muslim)
[2] Menyegerakan
berbuka
Menyegerakan
berbuka akan mendatangkan kebaikan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ يَزَالُ النَّاسُ
بِخَيْرٍ مَا عَجَّلُوا الْفِطْرَ
“Manusia
akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR.
Bukhari dan Muslim)
Menyegerakan
berbuka juga berarti seseorang konsisten dalam menjalankan sunnah Nabinya
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَا تَزَالُ أُمَّتِى عَلَى
سُنَّتِى مَا لَمْ تَنْتَظِرْ بِفِطْرِهَا النُجُوْمَ
“Umatku
akan senantiasa berada di atas sunnahku selama tidak menunggu munculnya bintang
untuk berbuka puasa.” (HR. Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah. Dikatakan shohih
oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih Targib wa Tarhib). Dan inilah yang ditiru
oleh Syi’ah Rafidhah, mereka meniru Yahudi dan Nashrani dalam berbuka puasa
yaitu baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah melindungi kita dari
kesesatan mereka. (Lihat Shifat Shoum Nabi, hal. 63)
Nabi kita
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat
maghrib dan bukanlah menunggu hingga shalat maghrib selesai dikerjakan. Inilah
contoh dan akhlaq dari suri tauladan kita shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagaimana Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى
الله عليه وسلم- يُفْطِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّىَ فَإِنْ لَمْ
تَكُنْ رُطَبَاتٌ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاتٍ مِنْ
مَاءٍ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasanya berbuka dengan rothb (kurma basah)
sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada rothb, maka beliau berbuka dengan
tamr (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan
meminum air putih.” (HR. Abu Daud, dikatakan hasan shohih oleh Syaikh Al Albani
dalam Shohih wa Dho’if Sunan Abu Daud). Hadits ini menunjukkan bahwa ketika
berbuka dianjurkan berbuka dengan kurma (rothb atau tamr) sebagaimana yang
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lakukan.
[3] Berdo’a
ketika berbuka
Perlu
diketahui bersama bahwa do’a ketika berbuka adalah salah satu do’a yang
mustajab dan tidak akan ditolak. Maka berdo’alah dengan penuh keyakinan bahwa
do’amu akan dikabulkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ
دَعْوَتُهُمُ الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ وَدَعْوَةُ
الْمَظْلُومِ
“Ada tiga
orang yang do’anya tidak ditolak : [1] Pemimpin yang adil, [2] Orang yang
berpuasa ketika dia berbuka, [3] Do’a orang yang terdzolimi.” (HR. Tirmidzi,
Ibnu Hibban, dan Ibnu Majah. Dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam
Shohih wa Dho’if Sunan Tirmidzi)
Do’a ketika
berbuka adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma bahwa dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika berbuka
beliau membaca :
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ
الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“Dzahabadh
dhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya Allah (artinya: Rasa haus
telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya
Allah)” (HR. Abu Daud. Dikatakan hasan oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa
Dho’if Sunan Abi Daud)
[4] Memberi
makan orang berbuka
Para
pembaca sekalian, beri makanlah kepada orang yang berpuasa karena ini akan
mendatangkan pahala dan kebaikan yang melimpah ruah. Lihatlah apa yang Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ
لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ غَيْرَ أَنَّهُ لاَ يَنْقُصُ مِنْ أَجْرِ الصَّائِمِ شَيْئًا
“Siapa
memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang
berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun
juga.” (HR. Tirmidzi dan dikatakan shohih oleh Syaikh Al Albani dalam Shohih wa
Dho’if Sunan Tirmidzi)
[5] Memperbanyak
ibadah di bulan Ramadhan
Di antara
petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah memperbanyak berbagai macam
ibadah di bulan Ramadhan. Jibril ‘alaihis sallam biasa membacakan Al Qur’an
kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di bulan Ramadhan. Dan apabila
Jibril menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, terlihat bahwa beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling suka memberi bagaikan
hembusan angin. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sebaik-baik manusia
yang paling banyak bersedekah, berbuat ihsan (kebaikan), membaca Al Qur’an,
shalat, dzikir dan i’tikaf. (Zadul Ma’ad, II/29, Ibnul Qayyim, , Mawqi’ul
Islam-Maktabah Syamilah)
Alhamdulillahilladzi
bi ni’matihi tatimmush sholihaat, wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa
‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
***
Penulis : Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar