Keutamaan Shalat
Isyroq
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ
يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ
لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ
»
“Barangsiapa
yang shalat subuh berjamaah, kemudian dia duduk – dalam riwayat lain: dia
menetap di mesjid[1] – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit,
kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti
pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna“[2].
Hadits yang
agung ini menunjukkan besarnya keutamaan duduk menetap di tempat shalat,
setelah shalat shubuh berjamaah, untuk berzikir kepada Allah sampai matahari
terbit, kemudian melakukan shalat dua rakaat[3].
Faidah-faidah
penting yang terkandung dalam hadits ini:
Shalat dua
rakaat ini diistilahkan oleh para ulama[4] dengan shalat isyraq (terbitnya
matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha[5].
Sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… sampai matahari terbit“, artinya: sampai
matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak[6], yaitu sekitar 12-15
menit setelah matahari terbit[7], karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika lurus di
tengah-tengah langit[8].
Keutamaan
dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu: bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melakukan shalat shubuh, beliau
duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari terbit dan
meninggi”[9].
Keutamaan
dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada Allah di mesjid tempat
dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak berbicara atau melakukan hal-hal
yang tidak termasuk zikir, kecuali kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar
mesjid untuk berwudhu dan segera kembali ke mesjid[10].
Maksud
“berzikir kepada Allah” dalam hadits ini adalah umum, termasuk membaca
al-Qur’an, membaca zikir di waktu pagi, maupun zikir-zikir lain yang
disyariatkan.
Pengulangan
kata “sempurna” dalam hadits ini adalah sebagai penguat dan penegas, dan bukan
berarti mendapat tiga kali pahala haji dan umrah[11].
Makna “mendapatkan
(pahala) seperti pahala haji dan umrah” adalah hanya dalam pahala dan balasan,
dan bukan berarti orang yang telah melakukannya tidak wajib lagi untuk
melaksanakan ibadah haji dan umrah jika dia mampu.
Penulis:
Ustadz Abdullah Taslim, MA
[1] HR ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabir” (no. 7741),
dinyatakan baik isnadnya oleh al-Mundziri.
[2] HR at-Tirmidzi (no. 586), dinyatakan hasan oleh
at-Tirmidzi dan syaikh al-Albani dalam “Silsilatul ahaditsish shahihah” (no.
3403).
[3] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan
“at-Targhib wat tarhib” (1/111-shahih at-targhib).
[4] Bahkan penamaan ini dari sahabat Ibnu Abbas t, lihat
kitab “Bughyatul mutathawwi'” (hal. 79).
[5] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/157) dan “Bughyatul
mutathawwi'” (hal. 79).
[6] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
[7] Lihat keterangan syaikh Muhammad bin Shaleh
al-Utsaimin dalam “asy-Syarhul mumti'” (2/61).
[8] Dalam HSR Muslim (no. 831).
[9] HSR Muslim (no.670) dan at-Tirmidzi (no.585).
[10] Demikian keterangan yang kami pernah dengar dari
salah seorang syaikh di kota Madinah.
[11] Lihat kitab “Tuhfatul ahwadzi” (3/158).
1 komentar:
Izin ya admin..:)
silahkan langsung saja bermain bersama kami di Arenadomino(com) ditunggu kehadiran anda semua hadiah nyata menanti anda semua silahkan.. WA +855 96 4967353
Posting Komentar