Selasa, 18 Desember 2018

Sholat Syuruq Eksistensi waktu dan keutamaan.


Sholat Syuruq Eksistensi waktu dan keutamaan.


Syuruq atau isyraq secara bahasa berarti terbit, atau bersinar. Dalam hal waktu, yang dimaksud adalah waktu terbitnya matahari.  Selain kata syuruq, dalam bahasa arab ada juga istilah thulu’ yang berarti terbitnya matahari.  Jadi waktu syuruq bisa diterjemahkan dengan waktu terbitnya matahari, tetapi ada juga yang menerjemahkan syuruq sebagai waktu ketika matahari telah bersinar terang, yakni beberapa menit sejak terbitnya matahari, sekitar 15 menit sejak terbit. Dalam kamus bahasa arab disebutkan :

المعجم الاشتقاقي المؤصل   

وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا     الزمر: 69

"شَرَقت الشمس وأشرقت: طلعت. كلُّ ما طلع من المشرق فقد شَرَق -يستعمل في الشمس والقمر والنجوم. الشمس تسمَّى شارقا وشَرْقا وشَرِقةً وشَرْقة      شرقت الشمس: أضاءت

Dengan demikian, kata syuruq dapat dipahami dengan 2 makna : (1) Waktu terbitnya matahari   (2) Beberapa menit setelah terbitnya matahari, yakni ketika sinar matahari telah bersinar terang. Meskipun secara pribadi saya lebih cenderung untuk memilih makna yang pertama, bahwa syuruq sama dengan thulu’ atau terbitnya matahari, akan tetapi adanya makna kedua seperti yang dipahami oleh sebagian orang yang berpendapat bahwa syuruq berbeda dengan thulu’ harus kita maklumi dan kita hormati.

Ada beberapa hadits yang terkait dengan sholat syuruq, yang kelihatannya ( bagi yang belum memahami) hadits-hadits itu ada yang bertolak belakang, tetapi jika kita baca penjelasan dari para ulama ahli hadits terkait hadits-hadits tersebut maka permasalahannya akan menjadi jelas.

Secara garis besar, hadits-hadits tersebut dapat kita bagi ke dalam 2 (dua) kategori :

Hadits yang melarang sholat pada saat terbitnya matahari.

Hadits yang menjelaskan keutamaan sholat (saat / setelah?) terbitnya matahari.

Hadits yang termasuk kategori pertama, yang melarang sholat saat terbitnya matahari antara lain adalah :

صحيح مسلم (1/ 568(

عَنْ مُوسَى بْنِ عُلَيٍّ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: سَمِعْتُ عُقْبَةَ بْنَ عَامِرٍ الْجُهَنِيَّ، يَقُولُ: ثَلَاثُ سَاعَاتٍ كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَنْهَانَا أَنْ نُصَلِّيَ فِيهِنَّ، أَوْ أَنْ نَقْبُرَ فِيهِنَّ مَوْتَانَا: «حِينَ تَطْلُعُ الشَّمْسُ بَازِغَةً حَتَّى تَرْتَفِعَ، وَحِينَ يَقُومُ قَائِمُ الظَّهِيرَةِ حَتَّى تَمِيلَ الشَّمْسُ، وَحِينَ تَضَيَّفُ الشَّمْسُ لِلْغُرُوبِ حَتَّى تَغْرُبَ»

Dari Musa bin Ali, dari ayahnya berkata : Saya mendengar Uqbah bin Amir al-juhani berkata: Ada 3 waktu yang Rasulullah saw melarang kami melakukan sholat di dalamnya, dan menguburkan jenazah pada waktu-waktu itu, yaitu ; (1) Ketika matahari terbit sampai naik  (2) Ketika matahari tepat di tengah sampai tergelincir (3) Ketika matahari hendak terbenam sampai benar-benar terbenam.  (HR Muslim) :  Sohih Muslim 1/568.

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim ini  menjelaskan bahwa ada 3 waktu yang diharamkan bagi kita melaksanakan sholat, yang dimaksudkan adalah sholat sunnah mutlaq.  Yakni ketika matahari terbit, ketika matahari di tengah dan ketika matahari terbenam.

Hadits yang senada dengan ini juga diriwayatkan oleh beberapa ahli hadits, antara lain Imam Abu Daud 3/208, Imam At-Tirmidzi 3/339, Imam Ibnu Majah 1/486, Imam Ahmad bin Hanbal 28/604, dan Imam Ibnu Hibban dalam Sahih Ibnu Hibban 4/419. Menurut Imam At-Tirmidzi yang dimaksud dengan “menguburkan jenazah” adalah termasuk pelaksanaan sholat jenazah. (Sunan At-Tirmidzi 3/339).

Dalam fiqh Madzhab Syafii seperti di Indonesia, hal ini sudah sangat familiar di kalangan pelajar, bahwa ada 5 waktu yang dilarang untuk melaksanakan sholat sunnah mutlak, berdasarkan hadits di atas  (3 waktu)  dan ditambah hadits berikut ini :


صحيح البخاري (1/ 121(

«لاَ صَلاَةَ بَعْدَ الصُّبْحِ حَتَّى تَرْتَفِعَ الشَّمْسُ، وَلاَ صَلاَةَ بَعْدَ العَصْرِ حَتَّى تَغِيبَ الشَّمْسُ»

Artinya : Tidak ada sholat setelah sholat subuh sampai matahari naik, dan tidak ada sholat setelah Ashar sampai matahari terbenam. HR Bukhari.  (Sahih Bukhari  1/121).

Para ulama menjelaskan bahwa sholat yang dimaksud adalah sholat sunnah, atau sholat sunnah mutlak. Adapun sholat yang bukan sunnah seperti sholat qadla bagi yang tertidur atau sholat jenazah tidak tergolong sholat yang dilarang, karena sholat jenazah hukumnya fardlu kifayah.  Jadi, masih diperbolehkan sholat jenazah setelah sholat subh maupun setelah sholat ashar.

sunnah di kitab-kitab fiqh jarang ada pembahasan mengenai sholat syuruq.  Penamaan sholat syuruq  seperti yang saya lihat  memang menimbulkan kesalah pahaman bagi sebagian orang, di mana mereka melaksanakan sholat sunnah tepat saat matahari terbit, padahal sholat pada saat matahari terbit justru dilarang dalam hadits di atas. Pelaksanaan sholat syuruq  tepat saat matahari terbit banyak dilakukan oleh sebagian orang pada saat ini.

Adapun hadits-hadits yang masuk kategori kedua, yakni hadits yang dianggap menjelaskan keutamaan sholat syuruq, antara lain adalah hadits berikut ini :


الترغيب في فضائل الأعمال وثواب ذلك لابن شاهين (ص: 44(

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الْغَدَاةِ ثُمَّ جَلَسَ فِي مُصَلَّاهُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ كَانَ لَهُ حِجَابًا مِنَ النَّارِ، أَوْ سِتْرًا مِنَ النَّارِ»


Artinya : Siapa yang sholat pagi hari (Subh) kemudian dia tetap duduk di tempat sholatnya sampai matahari terbit maka hal itu menjadi penghalang bagi dirinya dari neraka. (At-Targhib : 44).


الترغيب في فضائل الأعمال وثواب ذلك لابن شاهين (ص: 45(

 «مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِي مَسْجِدِهِ، ثُمَّ جَلَسَ يَذْكُرُ اللَّهَ إِلَى أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ، فَإِذَا طَلَعَتْ حَمِدَ اللَّهَ، وَقَامَ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ إِلَّا أَعْطَاهُ اللَّهُ بِكُلِّ رَكْعَةٍ أَلْفَ أَلْفِ قَصْرٍ فِي الْجَنَّةِ، فِي كُلِّ قَصْرٍ أَلْفُ أَلْفِ حَوْرَاءَ مَعَ كُلِّ حَوْرَاءَ أَلْفُ أَلْفِ خَادِمٍ، وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ مِنَ الْأَوَّابِينَ»

Artinya : Siapa yang sholat di masjid, kemudian dia duduk berdzikir kepada Allah sampai matahari terbit, dan apabila matahari sudah terbit kemudian dia memuji Allah dan sholat dua rakaat, maka Allah akan memberikan kepadanya untuk tiap rakaat sejuta istana di surga, pada setiap istana ada sejuta bidadari, dan setiap bidadari memiliki sejuta pelayan, dan orang itu tergolong orang yang bertaubat di sisi Allah. (At-Targhib  : 45)

Kedua hadits diatas terdapat dalam kitab At-Targhib fii fadzailil a’mal, karya Imam Ibnu Syahin yang wafat pada tahun 385 H.   Hingga saat ini saya pribadi belum menemukan hadits tersebut dalam  Kutubut tis’ah atau 9 kitab hadits yang menejadi referensi para ahli hadits saat ini, tetapi hal ini bukan berarti bahwa hadits itu palsu atau tidak dapat digunakan sama sekali.

Dari dua kategori hadits mengenai sholat syuruq yang tampak seperti berbeda ini, ada penjelasan dari ulama ushul fiqh mengenai cara yang benar dalam memahami dalil yang nampak bertentangan, yaitu  dengan menggabungkan pemahaman dari semua dalil  yang ada  (al-jam’u  bainal adillah),  karena kita tidak dibenarkan mengimani sebagian ayat dengan meninggalkan sebagian ayat yang lain, tidak dibenarkan mengimani sebagian hadits dan ingkar terhadap hadits yang lain, kita harus mengimani semua yang datang dari Allah swt dan dari RAsulullah saw secara keseluruhan. Jangan menggunakan satu hadits dengan mengabaikan hadits yang lainnya, apalgi atas dasar  like and dislike, atau karena fanatisme golongan.

Terkait sholat yang dimaksudkan dalam hadits-hadits di atas , ada hadits lain yang secara  jelas menyebutkan nama sholat tersebut, diantaranya adalah hadits berikut ini :


الترغيب في فضائل الأعمال وثواب ذلك لابن شاهين (ص: 46)

 عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ: «مَنْ صَلَّى صَلَاةَ الصُّبْحِ فِي جَمَاعَةٍ، ثُمَّ لَبِثَ حَتَّى يُسَبِّحَ تَسْبِيحَةَ الضُّحَى، كَانَ لَهُ كَأَجْرِ حَاجٍّ وَمُعْتَمِرٍ تَامًّا لَهُ حَجُّهُ وَعُمْرَتُهُ»


Artinya : Siapa yang sholat Subh berjamaah  (di masjid) kemudian dia tetap berada di dalamnya sampai melaksanakan sholat Dzuha, maka baginya pahala seperti orang yang melaksanakan haji dan umrah yang sempurna hajinya dan sempurna umrahnya.  HR Thabrani.

Hadits ini terdapat dalam beberapa kitab antara lain : Umdatul Qari  syarh sahih bukhari 7/146; Tuhaftul ahwadzi syarh at-tirmidzi 2/475  dan Al-mu’jamul kabir  imam Thabrani  17/129.

Dengan melihat kepada beberapa hadits di atas, serta melakukan al-jam’u bainal adillah (menggabungkan atau mensinergikan semua dalil yang ada) maka dapat kita pahami bahwa  sholat yang oleh sebagian orang disebut dengan sholat syuruq itu adalah sholat dzuha, karena itulah istilah sholat syuruq sebenarnya tidak begitu popular di kalangan fuqoha atau tidak banyak disebutkan dalam kitab-kitab fiqh, yang banyak dibahas adalah sholat dzuha, sholat syuruq adalah sholat dzuha yang pelaksanaan nya di awal waktu.  Meskipun demikian, jika ada orang yang tetap menyebutnya dengan sholat syuruq  mudah-mudahan tidak apa-apa di sisi Allah swt, yang penting pelaksanaannya bukan tepat ketika matahari terbit, karena ini bertentangan dengan sebagian hadits yang ada. Penamaan sholat dzuha di awal waktu dengan istilah sholat syuruq saya berharap tidak merupakan suatu kesalahan, karena istilah sholat taraweh sendiri saya juga belum menemukan di dalam hadits, yang saya temukan istilahnya di dalam hadits adalah  Qiyamu Ramadlan, tetapi masyarakat lebih mengenal istilah taraweh daripada Qiyamu Ramadlan. Dengan perbandingan ini, jika ada orang yang menyebut sholat syuruq sebagai pengganti sholat dzuha, saya berharap ini tidak merupakan suatu dosa dan kesalahan, wallahu a’lam.

Yang harus digarisbawahi adalah bahwa waktu yang tepat dalam melaksanakan sholat dzuha di awal waktu dzuha atau yang menurut sebagian orang disebut dengan sholat syuruq ini yang paling tepat adalah bukan tepat saat matahari terbit, tetapi sekitar 15 menit setelah terbitnya matahari.

Barangkali inilah salah satu alasan mengapa Masjid Nabawi tampil beda dalam menggunakan istilah dalam jadwal sholat yang terpampang di pintu-pintu masjid Nabawi, Di masjid Nabawi jadwal sholat yang tertulis tidaklah seperti umumnya jadwal sholat yang ada atau yang dibuat oleh lembaga lainnya. Pada jadwal sholat yang diterbitkan oleh lembaga lain, pada umumnya dicantumkan jadwal 6 hal yaitu :   (1) Subh, (2) Syuruq, (3) Dzuhur, (4)Ashar   (5)  Maghrib dan (6) Isyak.  Sedangkan jadwal sholat yang terpampang di pintu-pintu masjid nabawi adalah  : (1) Subh, (2)  15 menit setelah  terbit matahari (3) Dzuhur, (4) Ashar  (5) Maghrib dan (6) Isyak.

Istilah pada nomer (2) tidak lagi menggunakan kata  SYURUQ  tetapi ditulis dalam bahasa English dan Arab, 15 min has passed sunrise  atau  مضى  ربع ساعة بعد  طلوع الشمس   yang artinya  15 menit setelah terbitnya matahari.

Demikianlah yang saya ketahui, semoga dapat memberikan sumbangan ilmu kepada sebagian ummat yang memerlukan, tanpa harus menimbulkan perpecahan di antara ummat Islam. Ilmu untuk diamalkan, bukan sekedar untuk didiskusikan atau diperdebatkan apalagi dijadikan sebagai alat perpecahan.  Walla<hul ha<di ilaa  sawa-is  sabi<l.

Oleh: M. Sofwan Jauhari
Dosen STIU Dirosat Islamiyah Al-Hikmah



1 komentar:

Izin ya admin..:)
Yuk dapatkan hadiah ny dengan modal 20rb saja sudah bisa menikmati semua permainan poker di ARENADOMINO loh yuk langsung saja.. WA +855 96 4967353

Posting Komentar