Ketenangan Jiwa dalam Majelis Ilmu
Semua ingin raih ketenangan jiwa. Meskipun mencari dengan
mengeluarkan biaya besar. Sehingga ada yang mencarinya lewat lantunan musik.
Ada yang mencarinya lewat night club. Ada yang mencarinya di berbagai tempat rekreasi
di pinggir pantai. Apakah mereka dapat ketenangan sebenarnya?
Tidak, itu ketenangan semu. Ketenangan hakiki hanya
didapati dengan iman. Ketenangan seperti itu didapati hanya dalam majelis ilmu
syar’i.
Cobalah rasakan ketenangan lewat majelis ilmu kala
Al-Qur’an disenandungkan, kala hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
disuarakan. Silakan rasakan kenikmatan yang berbeda.
Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
وَمَا
اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِى بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ
وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةُ
وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلاَئِكَةُ وَذَكَرَهُمُ اللَّهُ
فِيمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah
suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling
mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah
(ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikeliling para malaikat dan Allah
akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi-Nya.” (HR.
Muslim, no. 2699)
Ada empat
keutamaan yang disebutkan bagi orang yang duduk di rumah Allah dan mempelajari
kitab Allah:
Pertama: Akan raih ketenangan.
Sebagaimana
disebutkan saat dibacakan surat Al-Kahfi. Disebutan oleh Al-Barra’ bin ‘Azib,
ia berkata,
بَيْنَمَا رَجُلٌ مِنْ
أَصْحَابِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – يَقْرَأُ ، وَفَرَسٌ لَهُ مَرْبُوطٌ
فِى الدَّارِ ، فَجَعَلَ يَنْفِرُ ، فَخَرَجَ الرَّجُلُ فَنَظَرَ فَلَمْ يَرَ
شَيْئًا ، وَجَعَلَ يَنْفِرُ ، فَلَمَّا أَصْبَحَ ذَكَرَ ذَلِكَ لِلنَّبِىِّ – صلى
الله عليه وسلم – فَقَالَ « تِلْكَ السَّكِينَةُ تَنَزَّلَتْ بِالْقُرْآنِ
»
“Ada
seseorang yang sedang membaca (surat Al-Kahfi). Di sisinya terdapat seekor kuda
yang diikat di rumah. Lantas kuda tersebut lari. Pria tersebut lantas keluar dan
melihat-lihat ternyata ia tidak melihat apa pun. Kuda tadi ternyata memang
pergi lari. Ketika datang pagi hari, peristiwa tadi diceritakan pada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Ketenangan itu datang
karena Al-Qur’an.” (HR. Bukhari, no. 4839 dan Muslim, no. 795)
Imam Nawawi
rahimahullah menyatakan, “Itulah yang menunjukkan keutamaan membaca Al-Qur’an.
Al-Qur’an itulah sebab turunnya rahmat dan hadirnya malaikat. Hadits itu juga
mengandung pelajaran tentang keutamaan mendengar Al-Qur’an.” (Syarh Shahih
Muslim, 6: 74)
Kedua: Akan dinaungi rahmat Allah.
Dalam
Al-Qur’an juga disebutkan,
إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ
قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ
“Sesungguhnya
rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-A’raf:
56)
Dalam
hadits Salman, ada yang berdzikir pada Allah, lantas Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam lewat ketika itu, beliau pun bersabda, “
مَا كُنْتُمْ تَقُوْلُوْنَ ؟
فَإِنِّي رَأَيْتُ الرَّحْمَةَ تَنْزِلُ عَلَيْكُمْ ، فَأَحْبَبْتُ أَنْ
أُشَارِكَكُمْ فِيْهَا
“Apa yang
kalian ucapkan? Sungguh aku melihat rahmat turun di tengah-tengah kalian. Aku
sangat suka sekali bergabung dalam majelis semacam itu.” (HR. Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak, 1: 122. Al-Hakim menshahihkannya dan disepakati oleh Imam
Adz-Dzahabi).
Ketiga: Malaikat akan mengelilingi majelis
ilmu.
Tanda
bahwasanya malaikat ridha dan suka pada orang-orang yang berada dalam majelis
ilmu.
وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ
لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Sesungguhnya
malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridha pada penuntut ilmu.” (HR. Abu
Daud, no. 3641; Ibnu Majah, no. 223; At-Tirmidzi, no. 2682. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if. Sedangkan Syaikh Al-Albani
menshahihkan hadits ini). Maksudnya, para malaikat benar-benar menghormati para
penuntut ilmu. Atau maksudnya pula malaikat turun dan ikut dalam majelis ilmu.
(Tuhfah Al-Ahwadzi, 7: 493)
Keempat: Akan disebut oleh Allah di sisi
makhluk-makhluk mulia.
Coba kalau
kita di dunia ini disanjung-sanjung di hadapan presiden atau tokok terkemuka,
kita pasti merasa seperti berada di atas. Pujian bagi penuntut ilmu lebih dari
itu. Karena mereka disanjung-sanjung di hadapan makhluk yang mulia.
Dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Allah
Ta’ala berfirman,
أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِى
وَأَنَا مَعَهُ حِينَ يَذْكُرُنِى فَإِنْ ذَكَرَنِى فِى نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ فِى
نَفْسِى وَإِنْ ذَكَرَنِى فِى مَلإٍ ذَكَرْتُهُ فِى مَلإٍ خَيْرٍ مِنْهُ
“Aku sesuai
dengan persangkaan hamba-Ku pada-Ku. Aku bersamanya kala ia mengingat-Ku. Jika
ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia
mengingat-Ku di suatu kumpulan, maka aku akan menyebut-nyebutnya di kumpulan
yang lebih baik daripada itu.” (HR. Muslim, no. 2675)
Tak inginkah
kita mendapatkan ketenangan jiwa dan keutamaan seperti dikemukakan dalam hadits
di atas. Cobalah meraihnya dalam majelis ilmu syar’i, bukan pada majelis warung
kopi, bukan majelis yang penuh dengan kesia-siaan.
Moga Allah
memberkahi waktu dan umur kita dalam kebaikan.
By Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Referensi
Utama:
Jami’
Al-‘Ulum wa Al-Hikam. Cetakan kesepuluh, tahun 1432 H. Ibnu Rajab Al-Hambali.
Penerbit Muassasah Ar-Risalah.
—
0 komentar:
Posting Komentar