Jangan Sampai Susah Payah Beramal Tetapi Sia-Sia
Wahai saudariku janganlah melelahkan dirimu dahulu dengan
banyak melakukan amal perbuatan, karena banyak sekali orang yang melakukan
perbuatan, sedangkan amal tersebut sama sekali tidak memberikan apa-apa kecuali
kelelahan di dunia dan dan siksa di akhirat. Oleh karena itu sebelum melangkah
untuk melakukan amal perbuatan, kita harus mengetahui syarat diterimanya amal
tersebut, dengan harapan amal kita bisa diterima di sisi Allah subhanahu wa
ta’ala. Di dalam masalah ini ada tiga syarat penting lagi agung yang perlu
diketahui oleh setiap hamba yang beramal, jika tidak demikian, maka amal
terebut tidak akan diterima.
Pertama, Iman Kepada Allah dengan Men-tauhid-Nya
إِنَّ
الَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ الصَّـلِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّـتُ
الْفِرْدَوْسِ نُزُلاً
“Sesungguhnya
orang-orang yang beriman dan beramal sholeh, bagi mereka adalah surga Firdaus
menjadi tempat tinggal.”(QS. Al- Kahfi:107)
Tempat
masuknya orang-orang kafir adalah neraka jahannam, sedangkan surga firdaus bagi
mereka orang-orang yang mukmin, namun ada 2 syarat seseorang bisa memasuki
surga firdaus tersebut yaitu:
1. Iman
Aqidah
Islam dasarnya adalah iman kepada Allah, iman kepada para malaikat-Nya, iman
kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada para rasul-Nya, iman kepada hari akhir, dan
iman kepada takdir yang baik dan yang buruk. Dasar-dasar ini telah ditunjukkan
oleh kitabullah dan sunnah rasul-Nya
Nabi
shallallaahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda dalam sunnahnya sebagai jawaban
terhadap pertanyaan malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman:
“Iman
adalah engkau mengimani Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para
rasul-Nya, hari kemudian, dan mengimani takdir yang baik dan yang buruk.” (HR
Muslim)
2. Amal
Shalih
Yaitu
mencakup ikhlas karena Allah dan sesuai dengan yang diperintahkan dalam syariat
Allah.
…إِنَّا أَنْزَلْنَا
إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ (2)
أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ
“Sesungguhnya
Kami menurunkan kepadamu Kitab (Al-Qur’an) dengan (membawa) kebenaran. Maka
sembahlah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya. Ingatlah, hanya
kepunyaan Allah-lah agamya yang bersih (dari syirik).” (Az-Zumar: 2-3)
الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ
سَمَوَاتٍ طِبَاقًا مَا تَرَى فِي خَلْقِ الرَّحْمَنِ مِنْ تَفَاوُتٍ فَارْجِعِ
الْبَصَرَ هَلْ تَرَى مِنْ فُطُورٍ
“Yang
menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian
yang lebih baik amalnya.” (All-Mulk : 2)
Al-Fudhail
berkata: “Maksud yang lebih baik amalnya dalam ayat ini adalah yang paling
ikhlas dan paling benar.” (Tafsir al-Baghawi, 8:176)
Kedua,
Ikhlas karena Allah
Mungkin
kita sudah bosan mendengar kata ini, seringkali kita dengar di ceramah-ceramah,
namun kita tidak mengetahui makna dari ikhlas tersebut. Ikhlas adalah membersihkan
segala kotoran dan sesembahan-sesembahan selain Allah dalam beribadah
kepada-Nya. Yaitu beramal karena Allah tanpa berbuat riya’ dan juga tidak
sum’ah.
Orang-orang
bertanya: “Wahai Abu Ali, apakah amal yang paling ikhlas dan paling benar itu?”.
Dia
menjawab, “Sesungguhnya jika amal itu ikhlas namun tidak benar, maka ia tidak
diterima. Jika amal itu benar namun tidak ikhlas maka ia tidak akan diterima,
hingga amal itu ikhlas dan benar. Yang ikhlas ialah yang dikerjakan karena
Allah, dan yang benar ialah yang dikerjakan menurut As-Sunnah.” Kemudian ia
membaca ayat:
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا
لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ
رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa
mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang
shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadah kepada
Rabbnya.” (Al-Kahfi :110)
Allah juga
berfirman:
وَمَنْ أَحْسَنُ دِينًا
مِمَّنْ أَسْلَمَ وَجْهَهُ لِلَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ
“Artinya :
Dan sipakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan
dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan?” (An-Nisa’ :125)
Menyerahkan
diri kepada Allah artinya memurnikan tujuan dan amal karena Allah. Sedangkan
mengerjakan kebaikan ialah mengikuti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dan sunnah beliau.
Allah juga
berfirman.
وَقَدِمْنَا إِلَى مَا
عَمِلُوا مِنْ عَمَلٍ فَجَعَلْنَاهُ هَبَاءً مَنْثُورًا
” Dan Kami
hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan)
debu yang beterbangan”. (Al-Furqan : 23)
Amal yang
seperti debu itu adalah amal-amal yang dilandaskan bukan kepada As-Sunnah atau
amal yang dimaksudkan untuk selain Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqqash, “Sesungguhnya sekali-kali engkau
tidak akan dibiarkan, hingga engkau mengerjakan suatau amal untuk mencari wajah
Allah, melainkan engkau telah menambah kebaikan, derajat dan ketinggian
karenanya.”
Ketiga,
Sesuai dengan Ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dasar dari
setiap amal adalah ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya sehingga tidak
terbesit di dalam pikirannya hal-hal yang merusak amal tersebut, karena segala
saesuatu hal yang kita kerjakan harus dilandasi perkara ikhlas ini. Namun,
apakah hanya dengan ikhlas saja, amal kita sudah diterima oleh Allah?
Adapun
pilar yang ketiga ini yaitu harus sesuai dengan tuntunan yang diajarkan oleh
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salla. Mayoritas di kalangan masyarakat kita,
sanak saudara kita, bahkan orang tua kita melakukan amalan-amalan yang tidak
dicontohkan oleh Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan parahnya lagi
bisa terjerumus dalam keyirikan. Adapun hadits yang termahsyur yang menjelaskan
hal ini:
Dari Ummul
Mu’minin, Ummu Abdillah, Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah
shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا
هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang
mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka
dia tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ
عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang
melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia
tertolak.”
Setiap
perbuatan ibadah yang tidak bersandar pada dalil yang syar’i yaitu yang
bersumber dari Al-Qur’an dan As Sunnah maka tertolaklah amalannya. Oleh karena
itu amalan yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam
merupakan amalan yang sangat buruk dan merupakan salah satu dosa besar.
Wahai
saudariku, agama Islam adalah agama yang berdasarkan ittiba’ (mengikuti
berdasarkan dalil) bukan ibtida’ (mengada-ada suatu amal tanpa dalil) dan
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berusaha menjaganya dari sikap
yang berlebih-lebihan dan mengada-ada. Dan Agama islam merupakan agama yang
sempurna tidak ada kurangnya. Oleh karena itu, jangan ditambah-ditambahi
ataupun dikurang-kurangi.
Itulah
sekelumit tentang 3 syarat diterimanya suatu amalan. Apabila salah satunya
tidak dilaksanakan, maka amalannya tertolak. Walaupun hati kita sudah ikhlas
dalam mengerjakan suatu amalan, namun tidak ada dalil yang menjelaskan amalan
tersebut atau tidak dicontohkan oleh Rasulullah maka amalannya menjadi
tertolak. Begitupula sebaliknya, apabila kita sudah bersesuaian dengan tuntunan
Rasulullah shallallaahu ‘alahi wa sallam, namun hati kita tidak ikhlas karena
Allah ta’ala malah ditujukan kepada selain-Nya maka amalannya pun juga
tertolak.
Wallahu
a’lam
***
Muslimah.or.id
Penulis: Ummu Farroos Anita Rahma Wati
Murajaah: Ust Ammi Nur Baits
Maraji’:
Ikhlas Syarat Diterimanya Ibadah,Husain bin ‘Audah
al-‘Awayisyah,Pustaka Ibnu Katsir.
Khudz ‘Aqiidataka Minal Kitab wa Sunnah As-Shohiihah,
Syaikh Muhammad Jamil Zainu
Syarh Hadits Arba’in An-Nawawi, Imam An-Nawawi dalam
program salafidb.com, download program di
Tafsir Al Qur’an Al-‘Adzim: Surat Al- Kahfi, Shaikh
Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin, Dar ‘Umar bin Khattab
0 komentar:
Posting Komentar