Faedah Tafsir Surat An Nashr Jika Datang Pertolongan Allah pada Fathul Makkah
Kali ini kita kaji lebih dalam surah An-Nashr. Jika
datang pertolongan Allah dalam Fathul Makkah, setelah itu disuruh bertasbih,
bertahmid, dan beristighfar.
Allah Ta’ala berfirman,
إِذَا
جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1
وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ
اللَّهِ أَفْوَاجًا (2
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ
إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3
“Apabila
telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk
agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Rabbmu
dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
(QS. An-Nashr: 1-3)
Surah
An-Nashr adalah surat yang terakhir turun secara utuh
Syaikh
Musthafa Al-‘Adawi hafizhahullah berkata, “Sebagian besar ulama berpendapat
bahwa surah dalam Alquran yang terakhir turun secara utuh adalah surah
An-Nashr. Hal ini sebagaimana hadits riwayat Muslim dari jalur ‘Ubaidullah bin
‘Abdillah bin ‘Utbah berkata bahwa Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma bertanya
kepadanya, “Apa engkau tahu surah yang terakhir turun dari Alquran secara
utuh?” ‘Ubaidullah berkata, “Iya tahu, yaitu surah ‘Idza jaa-a nashrullahi wal
fath’ (ketika pertolongan Allah itu datang dan kemenangan).” Ibnu ‘Abbas
menjawab, “Engkau benar.” (HR. Muslim, no. 3024).” (At-Tashiil li Ta’wil
At-Tanzil Tafsir Juz ‘Amma, hlm. 647-648)
Apa itu
perbedaan antara an-nashr dan al-fath?
An-nashr
(pertolongan) adalah pertolongan atas musuh ketika di medan perang. Al-fath
(kemenangan) adalah buah (hasil) dari pertolongan tadi. Demikian dinyatakan
oleh Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalam At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz
‘Amma, hlm. 648-649.
Apa yang
dimaksud Al-Fath dalam surah An-Nashr?
Yang
dimaksud adalah Fathul Makkah.
Al-Hafizh
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan bahwa yang dimaksud adalah Fath Makh.
Namun Syaikh Musthafa Al-‘Adawi menyatakan bahwa ada pendapat lainnya yang
menyatakan kalau yang dimaksud adalah semua penaklukkan (futuhat). Syaikh Musthafa
sendiri menyatakan bahwa yang dimaksud adalah Fathul Makkah, itulah yang lebih
tepat. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz ‘Amma, hlm. 649.
Penaklukkan
Kota Makkah sendiri berlangsung pada bulan Ramadhan tahun 8 Hijriyah
sebagaimana Ibnu ‘Abbas dan Ibnul Musayyib menyatakan terjadi pada bulan
Ramadhan. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda, “Penaklukkan kota Makkah terjadi bulan Ramadhan.” (HR.
Bukhari, no. 4275)
Dari Ibnu
‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
keluar dari Madinah pada bulan Ramadhan bersama 10.000 pasukan. Itu terjadi
delapan setengah tahun setelah beliau hijrah ke Madinah. Beliau ketika itu
berjalan menuju Makkah bersama kaum muslimin, awalnya dalam keadaan berpuasa.
Kemudian mereka sampai pada tempat yang namanya Al-Kadid, yaitu air antara
‘Usfan dan Qudaid, mereka akhirnya berbuka (membatalkan puasa).” (HR. Bukhari,
no. 4276)
Banyak yang
masuk Islam setelah Fathul Makkah
Yang
dimaksud dengan Fath dalam ayat ini adalah Fathul Makkah (penaklukan kota
Makkah, tahun 8 H), menurut satu pendapat. Pembesar Arab mereka begitu bangga
dengan keislaman mereka ketika Fathul Makkah. Mereka mengatakan, “Jika
seseorang meraih kemenangan ketika Fathul Makkah, maka berarti ia adalah
seorang Nabi.” Lantas ketika itu pun banyak yang masuk Islam. Selama dua tahun,
hampir seluruh jazirah Arab beriman. Tidak tersisa di beberapa kabilah Arab
kecuali mereka pun masuk Islam. Alhamdulillah atas anugerah yang besar ini.
Dari ‘Amr
bin Salamah, ia mengatakan,
وَكَانَتْ الْعَرَبُ
تَلَوَّمُ بِإِسْلَامِهِمْ الْفَتْحَ فَيَقُولُونَ اتْرُكُوهُ وَقَوْمَهُ
فَإِنَّهُ إِنْ ظَهَرَ عَلَيْهِمْ فَهُوَ نَبِيٌّ صَادِقٌ فَلَمَّا كَانَتْ
وَقْعَةُ أَهْلِ الْفَتْحِ بَادَرَ كُلُّ قَوْمٍ بِإِسْلَامِهِمْ وَبَدَرَ أَبِي
قَوْمِي بِإِسْلَامِهِمْ
“Orang arab
mencela habis-habisan kemenangan karena keIslaman mereka. Lantas mereka
katakan; “Biarkan saja dia (Muhammad) dan kaumnya, kalaulah dia menang terhadap
kaumnya, berarti ia betul-betul Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam yang jujur,
ketika pelaku-pelaku kemenangan (kaum muslimin) singgah sebentar lantas
berangkat, setiap kaum bergegas berangkat dengan keIslaman mereka, dan ayahku
bergegas menemui kaumku dengan keIslaman mereka, …. (HR. Bukhari, no. 4302)
Kenapa Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam diminta beristighfar?
Dalam surah
An-Nashr ini diperintahkan,
وَاسْتَغْفِرْهُ
“Mintalah
ampun kepada Allah.”
Dalam doa
yang beliau ajarkan disebutkan dalam hadits berikut ini.
وَعَنْ أَبِي مُوْسَى رَضِيَ
اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ
يَدْعُو بِهَذَا الدُّعَاءِ: اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي خَطِيئَتِي وَجَهْلِي،
وَإِسْرَافِي فِي أَمْرِي، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، اللَّهُمَّ اغْفِرْ
لِي جِدِّي وَهَزْلِي، وَخَطَئِي وَعَمْدِي، وَكُلُّ ذَلِكَ عِنْدِيْ، اللَّهُمَّ
اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ،
وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ المُقَدِّمُ وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ،
وَأَنْتَ علَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ.مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari Abu
Musa radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesungguhnya
beliau berdoa dengan doa ini, “ALLOHUMMAGH-FIRLII KHOTHII-ATII, WA JAHLII, WA
ISROFII FII AMRII, WA MAA ANTA A’LAMU BIHI MINNI. ALLOHUMMAGH-FIRLII JIDDI WA
HAZLII, WA KHOTHO-I WA ‘AMDII, WA KULLU DZALIKA ‘INDII. ALLOHUMMAGH-FIRLII MAA
QODDAMTU WA MAA AKHKHORTU WA MAA ASRORTU WA MAA A’LANTU WA MAA ANTA A’LAMU BIHI
MINNI, ANTAL MUQODDIMU WA ANTAL MUAKHKHIRU WA ANTA ‘ALA KULLI SYAI-IN QODIIR.”
Artinya:
Wahai Rabbku, ampunilah kesalahanku, kebodohanku, dan melampaui batas dalam
urusanku seluruhnya, dan juga apa yang lebih Engkau ketahui daripada diriku. Ya
Allah, ampunilah kesungguhanku (dalam dosa), senda gurauku, kesalahanku,
kesengajaanku, dan semua itu ada pada diriku (yang ada atau yang mungkin ada).
Ya Allah, ampunilah apa yang telah aku lakukan dan apa yang akan aku lakukan,
apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku tampakkan, dan apa saja yang lebih
Engkau ketahui daripada diriku. Engkaulah Yang Mendahulukan dan Engkaulah Yang
Mengakhirkan, dan Engkau Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” (Muttafaqun
‘alaih) [HR. Bukhari, no. 6399 dan Muslim, no. 2719]
Di antara
alasan kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga beristighfar dikemukakan
oleh Imam Al-Qurthubi rahimahullah dengan beberapa alasan:
Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam merasa memiliki banyak kekurangan dan beliau
bandingkan dengan nikmat besar yang Allah subhanahu wa ta’ala anugerahkan
kepadanya. Beliau menilai bahwa kekurangan beliau dalam menunaikan hak tersebut
adalah dosa.
Beristighfar
adalah dalam rangka ibadah kepada Allah.
Sebagai
peringatan bagi umatnya, kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja yang
maksum (lepas dari kesalahan) beristighfar kepada Allah, maka yang lainnya yang
pasti punya banyak dosa lebih pantas untuk berisitghfar.
Ketika bertambah nikmat, diperintahkan untuk
bersyukur
Hal ini
diperintahkan dalam ayat lainnya.
Dalam surah
Al-Kautsar,
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ
الْكَوْثَرَ (1)
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (2)
“Sesungguhnya
Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat
karena Rabbmu; dan berqurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu
dialah yang terputus.” (QS. Al Kautsar: 1-3).
Dalam surah
Adh-Dhuha,
أَلَمْ يَجِدْكَ يَتِيمًا
فَآَوَى (6) وَوَجَدَكَ ضَالًّا فَهَدَى (7) وَوَجَدَكَ عَائِلًا فَأَغْنَى (8)
فَأَمَّا الْيَتِيمَ فَلَا تَقْهَرْ (9) وَأَمَّا السَّائِلَ فَلَا تَنْهَرْ (10)
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ (11)
“Bukankah
Allah mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.
Sebab itu, terhadap anak yatim janganlah kamu berlaku sewenang-wenang. Dan
terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya. Dan terhadap
nikmat Rabbmu, maka hendaklah kamu siarkan.” (QS. Adh-Dhuha: 1-11)
Dalam surah
Ali Imran,
وَإِذْ قَالَتِ
الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ
عَلَىٰ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
يَا مَرْيَمُ اقْنُتِي
لِرَبِّكِ وَاسْجُدِي وَارْكَعِي مَعَ الرَّاكِعِينَ
“Dan
(ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, sesungguhnya Allah
telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di
dunia (yang semasa dengan kamu). Hai Maryam, taatlah kepada Rabbmu, sujud dan
rukuklah bersama orang-orang yang rukuk.” (QS. Ali Imran: 42-43)
Juga dalam
surah Saba’,
اعْمَلُوا آلَ دَاوُودَ
شُكْرًا ۚ وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ
“Bekerjalah
hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari
hamba-hamba-Ku yang berterima kasih.” (QS. Saba’: 13)
Juga Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat ketika di Makkah pada Fathul Makkah
sebanyak delapan rakaat. Lihat At-Tashil li Ta’wil At-Tanzil Tafsir Juz ‘Amma
fi Sual wa Jawab, hlm. 659.
Disyariatkan
beristighfar ketika selesai dari beramal
Di antara
dalilnya adalah:
Pertama:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika selesai dari shalat, beliau
beristighfar tiga kali.
Tsauban
radhiyallahu ‘anhu berkata,
كَانَ رَسولُ اللهِ – صلى
الله عليه وسلم – إِذَا انْصَرَفَ مِنْ صَلاَتِهِ اسْتَغْفَرَ ثَلاثَاً ، وَقَالَ
: (( اللَّهُمَّ أنْتَ السَّلاَمُ ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ ، تَبَارَكْتَ يَاذَا
الجَلاَلِ وَالإكْرَامِ )) قِيلَ لِلأوْزَاعِيِّ – وَهُوَ أحَدُ رواة الحديث – :
كَيْفَ الاسْتِغْفَارُ ؟ قَالَ : يقول : أسْتَغْفِرُ الله ، أسْتَغْفِرُ الله
“Apabila
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam selesai dari shalatnya (shalat fardhu,
pen.), beliau beristighfar tiga kali dan mengucapkan “ALLAHUMMA ANTAS SALAAM,
WA MINKAS SALAAM, TABAAROKTA YAA DZAL JALAALI WAL IKROOM” (artinya: Ya Allah,
Engkau pemberi keselamatan, dan dari-Mu keselamatan. Mahasuci Engkau, wahai
Tuhan Pemilik Keagungan dan Kemuliaan).
Ada yang
bertanya pada Al-Auza’i, salah satu perawi hadits ini, “Bagaimana cara
beristighfar?” Al-Auza’i menjawab, “Caranya membaca ‘ASTAGHFIRULLAH …
ASTAGHFIRULLAH’ (Aku memohon ampun kepada Allah. Aku memohon ampun kepada
Allah). (HR. Muslim, no. 591)
Kedua:
Dalil tentang anjuran isitghfar setelah selesai beramal adalah firman Allah,
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ
أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (‘Arafah) dan
mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Baqarah: 199)
Ketiga: Doa
kafaratul majelis sebagaimana dalam hadits berikut ini.
وعن أَبي هريرة – رضي الله
عنه – ، قَالَ : قَالَ رسول الله – صلى الله عليه وسلم – : (( مَنْ جَلَسَ في
مَجْلِسٍ ، فَكَثُرَ فِيهِ لَغَطُهُ فَقَالَ قَبْلَ أنْ يَقُومَ مِنْ مَجْلِسِهِ
ذَلِكَ : سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ ، أشْهَدُ أنْ لا إلهَ إِلاَّ أنْتَ
، أسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إلَيْكَ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا كَانَ في مَجْلِسِهِ
ذَلِكَ )) رواه الترمذي ، وقال : (( حديث حسن صحيح )) .
Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang duduk di suatu majelis lalu banyak senda
guraunya (kalimat yang tidak bermanfaat untuk akhiranya), maka hendaklah ia
mengucapkan sebelum bangun dari majelisnya itu, ‘SUBHAANAKALLOHUMMA WA BIHAMDIKA,
ASY-HADU ALLA ILAHA ILLA ANTA, AS-TAGH-FIRUKA WA ATUUBU ILAIK’ (artinya:
Mahasuci Engkau, wahai Allah, dan dengan memuji-Mu, aku bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Aku meminta ampun kepada-Mu
dan aku bertaubat kepada-Mu); kecuali diampuni baginya dosa-dosa selama di
majelisnya itu.” (HR. Tirmidzi, no. 3433. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa
hadits ini sahih).
Surah
An-Nashr tanda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan wafat
Ada sebuah
riwayat dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي
مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِمَ تُدْخِلُ هَذَا الْفَتَى مَعَنَا
وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ فَقَالَ إِنَّهُ مِمَّنْ قَدْ عَلِمْتُمْ قَالَ
فَدَعَاهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ وَدَعَانِي مَعَهُمْ قَالَ وَمَا رُئِيتُهُ دَعَانِي
يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ مِنِّي فَقَالَ مَا تَقُولُونَ فِي
{ إِذَا جَاءَ نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْحُ وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ
أَفْوَاجًا }
حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ
فَقَالَ بَعْضُهُمْ أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا
نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا وَقَالَ بَعْضُهُمْ لَا نَدْرِي أَوْ لَمْ يَقُلْ
بَعْضُهُمْ شَيْئًا فَقَالَ لِي يَا ابْنَ عَبَّاسٍ أَكَذَاكَ تَقُولُ قُلْتُ لَا
قَالَ فَمَا تَقُولُ قُلْتُ هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
أَعْلَمَهُ اللَّهُ لَهُ
{ إِذَا جَاءَ نَصْرُ
اللَّهِ وَالْفَتْحُ }
فَتْحُ مَكَّةَ فَذَاكَ
عَلَامَةُ أَجَلِكَ
{ فَسَبِّحْ بِحَمْدِ
رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا }
قَالَ عُمَرُ مَا أَعْلَمُ
مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ
“Suatu hari
Umar mengundang para sahabat dan mengajakku bersama mereka. Seingatku, Umar
tidak mengajakku saat itu selain untuk mempertontonkan kepada mereka kualitas
keilmuanku. Lantas Umar bertanya, “Bagaimana komentar kalian tentang ayat (yang
artinya), “Seandainya pertolongan Allah dan kemenangan datang (1) dan kau lihat
manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2) –hingga ahkir surat.
(QS. An Nashr: 1-3). Sebagian sahabat berkomentar (menafsirkan ayat tersebut),
“Tentang ayat ini, setahu kami, kita diperintahkan agar memuji Allah dan
meminta ampunan kepada-Nya, ketika kita diberi pertolongan dan diberi
kemenangan.” Sebagian lagi berkomentar, “Kalau kami tidak tahu.” Atau bahkan
tidak ada yang berkomentar sama sekali. Lantas Umar bertanya kepadaku, “Wahai
Ibnu Abbas, beginikah kamu menafsirkan ayat tadi? “Tidak”, jawabku. “Lalu
bagaimana tafsiranmu?”, tanya Umar. Ibnu Abbas menjawab, “Surat tersebut adalah
pertanda wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah dekat. Allah
memberitahunya dengan ayatnya: “Jika telah datang pertolongan Allah dan
kemenangan’, itu berarti penaklukan Makkah dan itulah tanda ajalmu (Muhammad),
karenanya “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampunan, sesungguhnya
Dia Maha Menerima taubat.” Kata Umar, “Aku tidak tahu penafsiran ayat tersebut
selain seperti yang kamu (Ibnu Abbas) ketahui.”” (HR. Bukhari, no. 4294)
Dalam
Riyadh Ash-Shalihin ketika membawa bahasan ini, Imam Nawawi rahimahullah
memberikan judul Bab “Bab 12. Anjuran untuk Meningkatkan Amal Kebaikan pada
Akhir Usia.”
Pengamalan
untuk ayat (takwil ayat)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِي رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي يَتَأَوَّلُ
الْقُرْآنَ
“Saat rukuk
dan sujud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak membaca do’a: ‘
SUBHANAKALLAHUMMA ROBBANA WA BI HAMDIKA, ALLAHUMMAGH FIRLII (Maha suci Engkau
wahai Tuhan kami, segala puji bagi-Mu, Ya Allah ampunilah aku) ‘, sebagai
pengamalan perintah Al Qur’an.” (HR. Bukhari no. 4968 dan Muslim no. 484. An
Nawawi rahimahullah membawakan hadits ini dalam Bab “Bacaan ketika rukuk dan
sujud”)
Juga dari
ayat ini dianjurkan dzikir “SUBHANALLAH WA BI HAMDIHI ASTAGHFIRULLAH WA ATUUBU
ILAIH”. Dzikir ini sering dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
sebelum beliau meninggal dunia. Terdapat riwayat,
عَنْ مَسْرُوقٍ عَنْ
عَائِشَةَ قَالَتْ كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُكْثِرُ مِنْ
قَوْلِ « سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ
». قَالَتْ فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَاكَ تُكْثِرُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. فَقَالَ «
خَبَّرَنِى رَبِّى أَنِّى سَأَرَى عَلاَمَةً فِى أُمَّتِى فَإِذَا رَأَيْتُهَا
أَكْثَرْتُ مِنْ قَوْلِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ
وَأَتُوبُ إِلَيْهِ. فَقَدْ رَأَيْتُهَا (إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ)
فَتْحُ مَكَّةَ ( وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِى دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا)
».
“Dari
Masruq dari Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, “Dahulu Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak perkataan, ‘SUBHANALLAH WA BI
HAMDIHI ASTAGHFIRULLAH WA ATUUBU ILAIH (Mahasuci Allah dan dengan memujiNya,
saya memohon ampunan kepada Allah dan saya bertaubat kepadaNya)’.” Aisyah
berkata, “Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, saya melihatmu memperbanyak
perkataan, Subhanallah wa bi hamdihi astaghfirullah wa atuubu ilaih (Mahasuci
Allah dan dengan memujiNya, aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat
kepadaNya). Maka beliau menjawab, ‘Rabbku telah mengabarkan kepadaku bahwa aku
akan melihat suatu tanda pada umatku, ketika aku melihatnya maka aku
memperbanyak membaca, Subhanallah wa bi hamdihi astaghfirullah wa atuubu ilaih
(Mahasuci Allah dan dengan memujiNya, aku memohon ampun kepada Allah dan
bertaubat kepadaNya)’. Maka sungguh aku telah melihatnya, yaitu (ketika
pertolongan Allah datang dan pembukaanNya) yaitu penaklukan kota Makkah, dan
dan kamu telah melihat manusia masuk ke dalam agama Allah secara
berbondong-bondong, lalu bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan memohon
ampunlah, sesungguhnya Dia Maha Pemberi taubat’.” (HR. Muslim, no. 484)
Faedah dari
ayat
1.
Wajibnya
bersyukur ketika bertambahnya nikmat. Oleh karena itu, disyariatkannya sujud
syukur ketika mendapatkan nikmat (luar biasa).
2.
Keistimewaannya
tafsir Ibnu ‘Abbas daripada tafsir sahabat lainnya.
3.
Surat
ini sebagai tanda semakin dekat wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
4.
Disyari’atkannya
memberitahukan kematian seseorang kepada keluarganya namun tidak melalui
pengumuman dengan suara yang keras.
5.
Disunnahkan
membaca dzikir “Subhanakallahumma robbana wa bi hamdika, Allahummagh firlii”
ketika rukuk dan sujud.
6.
Dianjurkan
membaca dzikir “Subhanallah wa bi hamdihi astaghfirullah wa atuubu ilaih”.
Wa lillahil
hamdu wal minnah. Segala pujian dan anugerah hanya milik Allah.
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Referensi:
Ahkam Al-Qur’an. Al-Jashshosh.
At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Tafsir Juz ‘Amma. Syaikh
Musthafa Al-‘Adawi.
Aysarut Tafaasir. Abu Bakr Jabir Al-Jazairi.
Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Ibnu Katsir.
0 komentar:
Posting Komentar