Shaf Sholat
Berjarak Antisipasi Corona, Bagaimana Hukumnya?
Shaf Sholat Berjarak Antisipasi Corona, Bagaimana
Hukumnya? Jamaah melaksakanan shalat di Masjid Salman ITB, Bandung, Jawa Barat
(17/3/2020). Pengurus Masjid Salman ITB menerapkan pemberian jarak 15 cm hingga
30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu guna
meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19.(NOVRIAN
ARBI/ANTARA FOTO)
Mayoritas ulama menilai hukumnya sunnah dan ini merupakan
pendapat ijma'. Namun ketika tidak dilaksanakan, fadhilah shalat berjamaah akan
hilang, artinya kelebihan 25 atau 27 derajat tidak didapatkan.
Sedangkan Imam Ibnu Hazam dari mazhab Zhahiriyah
memandangnya berbeda. Menurutnya, hukumnya wajib, karena Sayyiduna Umar bin Khattab
dan Sayyiduna Bilal bin Rabah memukul kaki orang yang tidak meluruskan shaf.
Jika itu sunnah, Ustaz ALnof mengatakan tidak boleh mengedepankan sunnah dengan
menyakiti orang lain ditambah lagi dengan ancaman berat yang diantaranya adalah
sebagai sebab perpecahan hati. Menurutnya, pendapat wajibnya merapatkan shaf
ini dipilih juga oleh beberapa ulama hadits.
Selain anjuran merapatkan shaf, adapula anjuran
merapatkan bahu dan tumit dalam shalat berjamaah. Sebagaimana Nabi SAW
bersabda, "Luruskanlah shaf shalat. Shaf yang kalian buat sama seperti
shaf malaikat. Rapatkan jarak antara bahu-bahu kalian, tutupilah celah-celah
yang kosong, berlaku lembutlah dalam mengikuti arahan tangan saudara kalian
(dengan memberikan jalan untuk mereka mengisi shaf yang kosong), jangan
tinggalkan celah yang kosong untuk diisi oleh setan. Orang yang menyambungkan
shaf (sehingga tidak ada celah kosong diantara saf), Allah akan
menyambungkannya dengan rahmat-Nya dan orang yang memutuskan shaf (membiarkan
shaf terputus), Allah akan memutuskannya dengan rahmat-Nya".
Ustaz Alnof menjelaskan, hadis ini diriwayatkan Imam
Ahmad di dalam Kitab al-Musnad nomor 5724, yang berasal dari riwayat sahabat
Ibnu Umar dan kedudukannya sahih. Di dalam hadits Nabi SAW yang lain
dijelaskan, "Rapatkan shaf kalian, dekatkanlah satu saf dengan saf di
belakangnya (jangan terpisah jauh), rapatkan leher-leher kalian (dengan
merapatkan bahu), demi jiwaku yang berada dalam kuasa-Nya, sesungguhnya aku
dapat melihat setan memasuki celah-celah kosong diantara shaf, seperti seekor
anak kambing berbulu hitam." Hadis ini diriwayatkan Imam Abu Dawud nomor
667, dan berasal dari riwayat sahabat Anas bin Malik dan kedudukannya sahih.
Jamaah melaksakanan shalat di Masjid Salman ITB, Bandung,
Jawa Barat (17/3/2020). Pengurus Masjid Salman ITB menerapkan pemberian jarak
15 cm hingga 30 cm antarjamaah dalam saf (barisan) pada setiap salat lima waktu
guna meminimalisir dan mencegah penyebaran Virus Corona atau COVID-19. -
(NOVRIAN ARBI/ANTARA FOTO)
Dalam hal ini, Ustaz Alnof menjelaskan merapatkan bahu
dan tumit dalam shalat berjamaah bermakna merapatkan saf. Menurutnya, yang
dimaksud merapatkan shaf adalah merapatkannya sehingga seukuran anak kambing
tidak bisa masuk diantara celah shaf. Sebagian mengatakan jaraknya kurang dari
sejengkal orang dewasa. Namun demikian, ia mengatakan tidak harus terlalu
berlebihan dalam merapatkan shaf seperti yang banyak dilakukan oleh kebanyakan
orang-orang tidak berilmu hari ini.
Sebab, Syaikh Sholih Fauzan di dalam kitab Minhatul
'Allam mengatakan, menempelkan tumit dengan tumit sebagaimana dilakukan
sebagian orang justru mengganggu orang lain. Hal itu disebut sebagai
menyibukkan diri melakukan hal tidak penting dan membuat perasaan orang lain
tidak enak.
"Itu terlalu sibuk dan menyibukkan orang lain yang
tidak disyariatkan, banyak bergerak, setiap kembali dari sujud selalu
memperhatikan hanya hal itu (saf rapat), membuat orang lain tidak nyaman karena
tumitnya yang dipaksakan menempel. Perbuatan ini justru memperluas celah
(renggang) ketika sujud. Ini juga mengambil posisi tempat tumit orang lain yang
tidak dibenarkan," kata Ustaz Alnof.
Dai Cordofa Korea Selatan ini mengatakan perkara yang
mereka lakukan ini tidak ada dalilnya dan tidak sama dengan maksud hadits
riwayat sahabat Anas bin Malik. Hadits itu berbunyi, "Salah seorang
diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu orang disebelahnya begitu juga
tumitnya".
Begitu juga dengan hadits riwayat sahabat Nu'man bin
Basyir, "Aku melihat seseorang menempelkan tumitnya dengan tumit orang di
sebelahnya, lututnya dengan lutut orang disebelahnya, kaki dengan kaki orang
dim sebelahnya". Menurut Ustaz Alnof, yang dimaksudkan oleh semua hadits
seperti yang dikatakan oleh al-Hafizh, yakni meluruskan shaf dengan
sungguh-sungguh dan menutupi celah dengan jarak yang rapat.
Alasannya, mustahil lutut rapat dengan lutut dan
merapatkan bahu dengan bahu, yang dinilai terlalu memaksakan, begitu juga kaki
dengan kaki. Ucapan Syeikh Sholih Fauzan ini sangat jelas mengingkari perbuatan
sebagian orang yang mengangkangkan dan membuka kakinya dengan lebar, mengejar
kaki orang yang shalat di kanan dan kirinya.
Sedangkan Imam Bukhari menilai, merapatkan bahu dengan
bahu dan rumit dengan tumit sehingga shaf betul-betul rapat adalah cara paling
baik. Dalam kitab al-Jami' al-Sahih, Imam Bukhari membuat salah satu bab dengan
judul "Bab menempelkan bahu dengan bahu dan kaki dengan kaki dalam saf
shalat". Selanjutnya, beliau menyebutkan hadits riwayat sahabat Anas bin
Malik dan sahabat Nu'man bin Basyir tersebut.
Sementara sebagian ulama menilai, sempurnanya merapatkan
shaf ada tiga keadaan. Hal itu di antaranya, menempelkan bagian luar tepi tumit
dengan tepi tumit orang di sebelahnya, menempelkan bahu dengan bahu, dan
merapatkan posisi berdiri. Ustaz Alnof menambahkan, cara menempelkan bahu dan
tepi tumit adalah yang paling sempurna setelahnya merapatkan salah satu antara
tumit dan bahu dan terakhir sekadar merapatkan posisi berdiri.
0 komentar:
Posting Komentar