Bisakah Meraih
Lailatul Qadar di Rumah
Saat Umat Muslim Dunia Berlomba Raih Lailatul Qadar
Di bulan Suci Ramadhan, ada satu malam yang selalu
ditunggu-tunggu kehadirannya oleh umat Muslim di seluruh dunia. Lailatul Qadar.
Malam yang biasa disebut malam seribu bulan itu jatuh pada 10 malam terakhir
bulan Ramadhan.
Jakarta - Sebentar lagi kita akan memasuki Al 'Asyru Al
Awakhir (10 hari terakhir) Ramadhan. Dan itu berarti Ramadhan sudah memasuki
babak akhir dan akan segera berakhir. Para juara Ramadhan yang berhak
disematkan gelar takwa justru akan ditentukan pada sepuluh hari terakhir
Ramadhan ini, karena di dalamnya, kata Nabi Muhammad SAW termasuk terjadi
Lailatul Qadar.
Ibnu Rajab berkata, "Wahai hamba-hamba Allah,
sungguh bulan Ramadhan ini akan segera pergi dan tidaklah tersisa darinya
kecuali sedikit. Maka barang siapa telah mengisinya dengan baik, hendaklah
menyempurnakannya. Dan siapa yang belum maksimal mengisinya dengan baik,
hendaklah ia mengakhirinya dengan (amal-amal) yang baik."
Ibnul Jauzi berkata, "Sesungguhnya kuda pacu apabila
sudah mendekati garis finis, ia akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk
memenangkan lomba. Maka jangan sampai Anda kalah cerdas dari kuda, karena
sesungguhnya amalan itu ditentukan oleh penutupnya. Jika anda belum menyambut
Ramadhan dengan baik, paling tidak Anda dapat melepasnya dengan baik."
Maka, bagi yang ingin meraih sukses Ramadhan dan
memperoleh Lailatul Qadar, tidak ada kata lain selain meningkatkan kesungguhan
beribadah dan melipatgandakan dalam memproduksi amal salih di sepuluh hari
terakhir Ramadhan.
Namun, di tengah pandemi Covid-19, dan guna mencegah
penyebaran virus corona, kita semua diperintah untuk di rumah saja, sehingga
kita tidak bisa beribadah iktikaf di masjid, padahal iktikaf di sepuluh hari
terakhir Ramadhan sangat dianjurkan (sunnah muakkadah). Amalan mulia yang tidak
pernah ditinggalkan Rasulullah SAW.
Sebagaimana penuturan Aisyah RA dalam hadits sahih, bahwa
Rasulullah selalu iktikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, bahkan pada
tahun beliau wafat, beliau iktikaf 20 hari. Apakah kita bisa tetap meraih
Lailatul Qadar di rumah, tanpa iktikaf di masjid?
Insya Allah bisa. Iktikaf di Masjid pada malam-malam
sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah salah satu cara dan langkah yang baik dan
potensial menghidupkan malam-malam itu dengan ibadah guna meraih Lailatul
Qadar. Namun, iktikaf bukan satu-satunya cara meraih Lailatul Qadar. Sebab,
rukun iktikaf itu ada dua; niat taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah dan
berdiam di masjid.
Maka, dengan berniat dan bertekad untuk iktikaf di
masjid, namun karena terhalang wabah virus corona, sehingga kita lakukan di
rumah, dan dengan menghidupkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan dengan
beragam ibadah, seperti dengan memperbanyak salat qiyamullail (tahajud), tilawah,
sedekah, zikir, dan doa mudah-mudahkan kita tetap mendapatkan pahala iktikaf di
masjid.
Sebab, Nabi SAW bersabda, "Maka barangsiapa yang
berkeinginan kuat melakukan suatu kebaikan, namun tidak melakukannnya (seperti
karena terhalang wabah atau lainnya), Allah akan tetap mencatat di sisi-Nya,
sebagai kebaikan yang sempurna."
Selain itu, masih ada beberapa tips dan langkah lain
untuk meraih Lailatul Qadar, di antaranya; pertama, mengenal hakikat
Lailatul Qadar. Makna Al Qadr adalah At Ta'zhim, malam yang penuh keagungan
dan keistimewaan sehingga orang yang menghidupkannya memiliki keagungan dan
keistimewaan. Juga At Tadhyiiq, yaitu dirahasiakan mengetahui kepastian
waktunya, atau karena bumi disesaki oleh para malaikat. Diatur pada malam itu
semua urusan sepanjang masa.
Adapun keutamaan dan keistimewaan Lailatul Qadar: malam
diturunkannya Al Quran; pengagungan Allah terhadapnya dengan firman-Nya;
disifati sebagai malam yang lebih baik dari seribu bulan; turun
malaikat-malaikat dan malaikat Jibril membawa berkah dan rahmat; penuh
keselamatan dan kesejahteraan sehingga setan tidak dapat berbuat keburukan;
dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, seperti hidup, mati, rezeki,
untung, rugi.
Waktu Lailatul Qadar dirahasiakan oleh Allah agar para
hamba-Nya bersungguh-sungguh untuk mencarinya. Hanya saja Nabi SAW memberitakan
bahwa kemungkinan besar hal itu terjadi pada sepuluh hari terakhir Ramadhan.
Dan lebih besar lagi kemungkinannya di malam-malam ganjil, dan dari malam-malam
ganjil itu, malam kedua puluh tujuh lebih besar lagi kemungkinannya, bahkan
Ubay bi Ka'ab sampai bersumpah tentang ini.
Namun, semua itu tetap bagian dari tafaa'ul (optimisme).
Kemudian sebagian ulama menguatkan bahwa hal ini bisa berganti-ganti tiap
tahun. Bagi Rasulullah, langkah ini ditandai dengan turunnya surat Al Qadr.
Melalui surat ini Allah mengenalkan kepada Rasul-Nya Lailatul Qadar dan
keutamaan-keutamaannya. Karenanya, mengenal hakikat Lailatul Qadar adalah
sebuah keniscayaan jika kita ingin keluarga kita menjadi peraih 'medali' malam
yang lebih baik dari seribu bulan.
Kedua, menata niat dalam menggapai Lailatul Qadar. Ketiga,
melipatgandakan kesungguhan dari malam-malam sebelumnya. Keempat,
menghidupkan malam-malam itu dengan ibadah. Begitulah yang dilakukan
oleh Rasulullah, sebab jika pada 20 hari pertama Ramadhan, beliau masih
mencampur salat dan tidur, namun pada 10 hari terakhir Ramadhan beliau
menghidupkan mayoritas malamnya dengan ibadah dan menyedikitkan tidur.
Kelima, membangunkan keluarga. Rasulullah SAW memuji
suami-istri yang selalu bekerja sama dalam taat kepada Allah sebagaimana
sabdanya: "Semoga Allah merahmati suami yang bangun malam menunaikan salat
(tahajud) dan membangunkan istrinya. Jika ia enggan, dicipratkan air ke
wajahnya. Semoga Allah merahmati istri yang bangun malam menunaikan salat dan
membangunkan suaminya. Jika ia enggan, dicipratkan air ke wajahnya."
Adalah kebiasaan Rasulullah membangunkan istrinya Aisyah
jika beliau selesai tahajud dan sebelum mengerjakan salat witir. Dalam riwayat
yang sahih diceritakan bahwa Nabi SAW pada malam-malam sepuluh hari terakhir
Ramadhan membangunkan keluarganya, seperti suatu malam beliau pernah mengetuk
pintu rumah putrinya Fathimah dan suaminya Ali bin Abu Thalib sambil
mengatakan: "Tidakkah kalian berdua bangun untuk mengerjakan salat?"
Hal ini juga dilakukan oleh para sahabat. Disebutkan
dalam kitab Al Muwaththa' karya Imam Malik bahwasanya Umar bin Khaththab
mengerjakan salat malam (tahajud), begitu memasuki separuh malam baru beliau
membangunkan keluarganya untuk menunaikan salat dengan mengatakan kepada
mereka: "Salat! Salat!" dan membaca ayat 132 dalam QS Thaahaa yang
artinya: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya."
Keenam, menjauhi istri agar dapat konsentrasi beribadah.
Hal ini dilakukan oleh Rasulullah seperti diceritakan oleh Aisyah: "Dahulu
Rasululullah shallallahi 'alaihi wasallam apabila memasuki sepuluh hari
terakhir Ramadhan, menghidupkan malam (dengan ibadah), membangunkan keluarganya
dan mengikatkan dengan erat sarungnya."
Ketujuh, mengakhirkan makan sampai sahur. Kedelapan,
mandi di antara Maghrib dan Isyak. Kesembilan, berdoa.
Sebagai hamba Allah kita hanya berkewajiban berusaha, akhirnya hanya Allah-lah
yang menentukan. Namun, Allah menjanjikan bahwa hidayah, taufik dan
pertolongan-Nya akan diberikan kepada para hamba-Nya yang bersungguh-sungguh
(QS Al 'Ankabuut: 69).
Karena itu, selain dengan usaha-usaha lahir di atas, kita
juga harus melakukan usaha batin, di antaranya dengan berdoa kepada Allah agar
kita termasuk orang-orang yang diberikan taufiq untuk menggapai Lailatul Qadar.
Dan selama menghidupkan malam-malam itu dengan salat,
tilawah Al Quran, zikir, dan sedekah kita juga banyak memperbanyak doa. Di
antara doa yang selalu kita baca di malam-malam itu adalah Allaahumma innaka
'afuwwun tuhibbul 'afwa fa'fu 'annii (Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha
Pemaaf, maka maafkanlah aku).
Dr. Ahmad
Kusyairi Suhail, MA dosen FDI UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Sekjen IKADI
0 komentar:
Posting Komentar