Muhasabah Sebelum
Tidur, Aktivitas yang Sering Dilalaikan
KHAZANAH ISLAM – Muslimah, muhasabah diri adalah unsur
yang sangat penting untuk dilakukan seorang muslim setiap hari. Muhasabah diri
memiliki peran dalam meningkatkan kualitas kehidupan seseorang, di mana ia akan
selalu mengevaluasi diri dengan tujuan hari esok lebih baik dari hari ini.
Namun sayang, banyak sekali di antara kita, atau bahkan
termasuk kita, yang mengabaikan aktivitas penting ini sebelum mereka memejamkan
mata di malam hari (sebelum tidur). Ini tentu menjadi catatan penting bagi
setiap muslim.Ada banyak firman Allah Ta'ala yang menyebutkan arti penting
muhasabah diri. Salah satunya adalah firmanNya berikut ini:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ
وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍۚ وَاتَّقُوا اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ
خَبِيْرٌ ۢبِمَا تَعْمَلُوْنَ
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah Mahateliti terhadap apa yang kamu
kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Dengan
sangat jelas ayat di atas menjadi dalil perintah untuk muhasabah diri setelah
perintah untuk bertakwa, dan diakhiri dengan perintah untuk bertakwa kembali.
Kemudian
Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَا تَكُوْنُوْا كَالَّذِيْنَ نَسُوا اللّٰهَ فَاَنْسٰىهُمْ
اَنْفُسَهُمْۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ “
Dan
janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah
menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”
(QS. Al-Hasyr: 18) Ayat tersebut adalah sindiran keras bagi orang beriman yang
mengabaikan perintah untuk muhasabah diri. Di mana Allah Ta'ala menyamakan
orang yang melupakan perintah ini dengan orang fasik yang melupakan Allah
subhanahu wa ta’ala.
Ada kisah
menarik yang disebutkan dalam hadis tentang muhasabah diri. Hadis ini
diriwayatkan oleh Imam Muslim. Ketika itu, salah seorang juru tulis Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang bernama Hanzhalah al-Usayyidi mendatangi
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama Abu Bakar. Sesampainya di
rumah beliau, Hanzhalah berkata, “Ya Rasulullah, Hanzhalah telah menjadi
munafik.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apa maksudmu,
Hanzhalah?”
Lalu
Hanzhalah menjelaskan, “Ya Rasulullah, ketika saya berada di sisi engkau,
kemudian engkau menerangkan kepada saya tentang siksa neraka dan nikmat surga,
seolah-olah saya melihatnya dengan mata kepala saya sendiri. Akan tetapi,
ketika saya telah keluar dari sisi engkau, maka saya pun berlaku kasar kepada
istri dan anak-anak saya serta sering melakukan perbuatan yang tidak berguna.
Jadi saya sering Iengah.” Mendengar pernyataan tersebut, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam pun menasihati. “Demi Dzat yang jiwaku ditangan-Nya, sungguh
jika kamu senantiasa menetapi apa yang kamu lakukan ketika kamu berada di
sisiku dan ketika kamu berzikir, niscaya para malaikat akan menjabat tanganmu
dalam setiap langkah dan perjalananmu. Tetapi, tentunya yang demikian itu
dilakukan sedikit demi sedikit (dari waktu ke waktu, secara berkala, tidak
spontanitas)”. Beliau pun mengulangi kata-kata itu tiga kali.
Lalu,
bagaimana cara muhasabah diri ini? Para ulama menjelaskan, muhasabah diri dapat
dilakukan dengan dua cara.
1.
Muhasabah sebelum amal
Muhasabah
sebelum amal dilakukan dengan menyelidiki terlebih dahulu; apakah ia mampu
untuk melaksanakannya atau tidak. Kemudian melihat apakah amalan tersebut
membawa manfaat dunia-akhirat atau tidak. Lalu memeriksa niat; apakah amalan
ini akan dilakukan ikhlas karena Allah subhanahu wata’ala atau dilakukan demi
manusia.
2.
Muhasabah setelah amal
Sedangkan
muhasabah setelah amal terbagi dalam tiga bentuk, yaitu : Bentuk pertama:
Muhasabah terhadap amalan yang tertinggal dan amalan yang belum sempurna.
Muhasabah ini dilakukan dengan memeriksa setiap amalan yang telah dilakukan
dari sisi niatnya; sudah ikhlas lillahi ta’ala atau belum.
Kemudian
dari segi caranya; sudah sesuai dengan petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam atau belum. Sedangkandari segi pelaksanaannya; apakah ada amalan yang
belum terlaksana atau lupa untuk dilaksanakan pada hari tersebut. Bentuk kedua:
Muhasabah diri terhadap amalan yang lebih baik ditinggalkan dari pada
dilaksanakan. Contoh muhasabah diri bentuk ini adalah memeriksa apakah ada
amalan yang seharusnya tidak dilakukan, tapi justru malah dilakukan pada hari
itu. Mengingat, jika amalan tersebut dilakukan akan membuka pintu dosa dan
kemaksiatan. Seperti muhasabah diri terhadap perbuatan syubhat. Bentuk ketiga:
Muhasabah diri terhadap amalan mubah. Melakukan muhasabah diri terhadap
amalan-amalan mubah. Memeriksa kembali tujuan melakukan amalan mubah tersebut.
Untuk apa, demi apa, manfaatnya apa, sisi negatifnya apa.
Manfaat
terbesar yang dapat kita raih dari muhasabah diri adalah terjadinya peningkatan
terhadap kualitas hidup kita. Dengan muhasabah diri, kita akan menemukan
perbuatan-perbuatan yang berakibat buruk di dunia dan akhirat yang kita lakukan
pada hari itu. Sehingga kita dapat menyadari keberadaannya untuk kemudian
segera bertaubat dengan taubat nasuha. Wallahu A'lam
(wid)
Hadits of
The Day
Dari Umar
bin Al Khaththab, Nabi shallallahu 'alaihi wa salam bersabda:
"Maukah
kalian aku beritahu pemimpin kalian yang terbaik dan pemimpin kalian yang
terburuk?
Pemimpin
yang terbaik adalah mereka yang kalian cintai, dan mereka mencintai kalian,
kalian mendoakan kebaikan kepada mereka, dan mereka pun mendoakan kebaikan
kepada kalian,
Sedangkan
pemimpin kalian yang terburuk adalah mereka yang kalian benci, dan merekapun
membenci kalian, kalian melaknat mereka, dan mereka pun melaknat kalian."
(HR.
Tirmidzi No. 2190)
0 komentar:
Posting Komentar