Arti Laa Hawla wa
Laa Quwwata Illa Billah
Kalimat “laa hawla wa laa quwwata illa billah” adalah
kalimat yang berisi penyerahan diri dalam segala urusan kepada Allah Ta’ala.
Hamba tidaklah bisa berbuat apa-apa dan tidak bisa menolak sesuatu, juga tidak bisa
memiliki sesuatu selain kehendak Allah.
Ada ulama yang menafsirkan kalimat tersebut, “Tidak ada
kuasa bagi hamba untuk menolak kejelekan dan tidak ada kekuatan untuk meraih
kebaikan selain dengan kuasa Allah.”
Ulama lain menafsirkan, “Tidak ada usaha, kekuatan dan
upaya selain dengan kehendak Allah.”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata,
لاَ
حَوْلَ عَنْ مَعْصِيَةِ اللهِ إِلاَّ بِعِصْمَتِهِ، وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَتِهِ
إِلاَّ بِمَعُوْنَتِهِ
“Tidak ada
daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindugan dari
Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan
Allah.”
Imam Nawawi
menyebutkan berbagai tafsiran di atas dalam Syarh Shahih Muslim dan beliau
katakan, “Semua tafsiran tersebut hampir sama maknanya.” (Syarh Shahih Muslim,
17: 26-27)
Dalam
penjelasan Safinah An-Najah, Imam Nawawi Al-Bantani rahimahullah menyebutkan
arti kalimat tersebut,
لاَ يَحُوْلُ عَنْ مَعْصِيَةِ
اللهِ إِلاَّ بِاللهِ وَلاَ قُوَّةَ عَلَى طَاعَةِ اللهِ إِلاَّ بِعَوْنِ اللهِ
“Tidak ada
yang menghalangi dari maksiat pada Allah melainkan dengan pertolongan Allah.
Tidak ada pula kekuatan untuk melakukan ketaatan pada Allah selain dengan
pertolongan Allah.” (Lihat Kasyifah As-Saja Syarh Safinah An-Najaa, hlm. 33)
Kalimat ini
adalah kalimat yang ringkas, namun syarat makna dan memiliki keutamaan yang
luar biasa. Kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada ‘Abdullah bin Qois,
يَا عَبْدَ اللَّهِ بْنَ
قَيْسٍ قُلْ لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ . فَإِنَّهَا كَنْزٌ مِنْ
كُنُوزِ الْجَنَّةِ
“Wahai
‘Abdullah bin Qois, katakanlah ‘laa hawla wa laa quwwata illa billah’, karena
ia merupakan simpanan pahala berharga di surga.” (HR. Bukhari, no. 7386)
Ingatlah
kalimat ini akan menjadi simpanan di surga.
Abu Ayyub
Al-Anshari menceritakan,
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِهِ مَرَّ عَلَى إِبْرَاهِيمَ ،
فَقَالَ : مَنْ مَعَكَ يَا جِبْرِيلُ ؟ قَالَ : هَذَا مُحَمَّدٌ ، فَقَالَ لَهُ
إِبْرَاهِيمُ : مُرْ أُمَّتَكَ فَلْيُكْثِرُوا مِنْ غِرَاسِ الْجَنَّةِ ، فَإِنَّ
تُرْبَتَهَا طَيِّبَةٌ ، وَأَرْضَهَا وَاسِعَةٌ قَالَ : وَمَا غِرَاسُ الْجَنَّةِ
؟ قَالَ : لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللَّهِ.
“Ketika
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam diangkat ke langit pada Malam Isra’
Mi’raj, beliau melewati Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Ibrahim lantas bertanya,
“Siapa yang bersamamu wahai Jibril?” Jibril menjawab, “Ia Muhammad.” Ibrahim
lantas mengatakan padanya, “Perintahkanlah pada umatmu untuk memperbanyak
bacaan yang akan menjadi tanaman di surga, debunya itu bersih dan tanamannya
pun luas.” Ibrahim ditanya, “Lalu apa bacaan yang disebut girasul jannah tadi?”
Ibrahim menjawab, “Kalimat ‘laa hawla wa quwwata illa billah’.” (HR. Ahmad, 5:
418. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if)
Semoga
bermanfaat.
Referensi:
Kasyifah
As-Saja Syarh Safinah An-Najaa. Cetakan pertama, tahun 1432 H. Syaikh Muhammad
Nawawi Al-Jawi Al-Bantani At-Tanari Asy-Syafi’i. Penerbit Dar Ibnu Hazm.
Al-Minhaj
Syarh Shahih Muslim bin Al-Hajjaj. Cetakan pertama, tahun 1433 H. Yahya bin
Syarf An-Nawawi. Penerbit Dar Ibni Hazm.
—
Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar