Keutamaan Membaca
Shalawat
Dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu beliau berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَن
صلَّى عليَّ صلاةً واحدةً ، صَلى اللهُ عليه عَشْرَ صَلَوَاتٍ، وحُطَّتْ عنه
عَشْرُ خَطياتٍ ، ورُفِعَتْ له عَشْرُ دَرَجَاتٍ
“Barangsiapa
yang mengucapkan shalawat kepadaku satu kali maka Allah akan bershalawat
baginya sepuluh kali, dan digugurkan sepuluh kesalahan (dosa)nya, serta
ditinggikan baginya sepuluh derajat/tingkatan (di surga kelak)”[1].
Hadits yang
agung ini menunjukkan keutamaan bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan anjuran memperbanyak shalawat tersebut[2], karena ini merupakan
sebab turunnya rahmat, pengampunan dan pahala yang berlipatganda dari Allah
Ta’ala[3].
Beberapa
faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:
Banyak
bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam merupakan tanda
cinta seorang muslim kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam[4], karena
para ulama mengatakan: “Barangsiapa yang mencintai sesuatu maka dia akan sering
menyebutnya”[5].
Yang
dimaksud dengan shalawat di sini adalah shalawat yang diajarkan oleh Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam yang shahih (yang biasa dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka
ketika tasyahhud), bukan shalawat-shalawat bid’ah yang diada-adakan oleh
orang-orang yang datang belakangan, seperti shalawat nariyah, badriyah,
barzanji dan shalawat-shalawat bid’ah lainnya. Karena shalawat adalah ibadah,
maka syarat diterimanya harus ikhlas karena Allah Ta’ala semata dan sesuai
dengan tuntunan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam [6]. Juga karena ketika para
sahabat radhiyallahu ‘anhum bertanya kepada beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam, “(Wahai Rasulullah), sungguh kami telah mengetahui cara mengucapkan
salam kepadamu, maka bagaimana cara kami mengucapkan shalawat kepadamu?”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Ucapkanlah: Ya Allah,
bershalawatlah kepada (Nabi) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan keluarga
beliau…dst seperti shalawat dalam tasyahhud[7].
Makna
shalawat kepada nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meminta kepada Allah
Ta’ala agar Dia memuji dan mengagungkan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam di
dunia dan akhirat, di dunia dengan memuliakan penyebutan (nama) beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, memenangkan agama dan mengokohkan syariat Islam
yang beliau bawa. Dan di akhirat dengan melipatgandakan pahala kebaikan beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, memudahkan syafa’at beliau kepada umatnya dan
menampakkan keutamaan beliau pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk[8].
Makna
shalawat dari Allah Ta’ala kepada hamba-Nya adalah limpahan rahmat,
pengampunan, pujian, kemualian dan keberkahan dari-Nya[9]. Ada juga yang
mengartikannya dengan taufik dari Allah Ta’ala untuk mengeluarkan hamba-Nya
dari kegelapan (kesesatan) menuju cahaya (petunjuk-Nya), sebagaimana dalam
firman-Nya,
{هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ
وَمَلائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ
بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا}“
Dialah yang bershalawat kepadamu (wahai
manusia) dan malaikat-Nya (dengan memohonkan ampunan untukmu), supaya Dia
mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia
Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman” (QS al-Ahzaab:43).
وصلى الله وسلم وبارك على
نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين
—
Penulis:
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA
[1] HR
an-Nasa’i (no. 1297), Ahmad (3/102 dan 261), Ibnu Hibban (no. 904) dan al-Hakim
(no. 2018), dishahihkan oleh Ibnu Hibban, al-Hakim dan disepakati oleh
adz-Dzahabi, juga oleh Ibnu hajar dalam “Fathul Baari” (11/167) dan al-Albani
dalam “Shahihul adabil mufrad” (no. 643).
[2] Lihat
“Sunan an-Nasa’i” (3/50) dan “Shahiihut targiib wat tarhiib” (2/134).
[3] Lihat
kitab “Faidhul Qadiir” (6/169).
[4] Lihat
kitab “Mahabbatur Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, bainal ittibaa’
walibtidaa’” (hal. 77).
[5] Lihat
kitab “Minhaajus sunnatin nabawiyyah” (5/393) dan “Raudhatul muhibbiin” (hal.
264).
[6] Lihat
kitab “Fadha-ilush shalaati wassalaam” (hal. 3-4), tulisan syaikh Muhammad bin
Jamil Zainu.
[7] HSR
al-Bukhari (no. 5996) dan Muslim (no. 406).
[8] Lihat
kitab “Fathul Baari” (11/156).
[9] Lihat
kitab “Zaadul masiir” (6/398).
0 komentar:
Posting Komentar