Sahabat yang
Tangguh : Abu Dzar Al Ghifari
Abu Dzar adalah salah satu sahabat nabi yang terdahulu
memeluk Islam. Ia mendatangi Nabi Muhammad langsung ke Mekkah untuk menyatakan
keislamannya. Abu Dzar Al Ghifari berasal dari suku Ghifar.
Bani Ghifar
Bani Ghifar adalah qabilah Arab suku badui yang tinggal
di pegunungan yang jauh dari peradaban orang-orang kota. Lebih-lebih lagi suku
ini terkenal sebagai gerombolan perampok yang senang berperang dan menumpahkan
darah serta pemberani. Bani Ghifar terkenal juga sebagai suku yang tahan
menghadapi penderitaan dan kekurangan serta kelaparan. Latar belakang tabi’at
kesukuan, apakah itu tabiat yang baik ataukah tabi’at yang jelek, semuanya
terkumpul pada diri Abu Dzar.
Sebelum Masuk Islam
Tidak diketahui pasti kapan Abizar lahir. Sejarah hanya
mencatat, ia lahir dan tinggal dekat jalur kafilah Mekkah, Syria. Riwayat hitam
masa lalu Abizar tak lepas dari keberadaan keluarganya.
Abizar yang dibesarkan di tengah-tengah keluarga perampok
besar Al Ghiffar saat itu, menjadikan aksi kekerasan dan teror untuk mencapai
tujuan sebagai profesi keseharian. Itu sebabnya, Abizar yang semula bernama
Jundab, juga dikenal sebagai perampok besar yang sering melakukan aksi teror di
negeri-negeri di sekitarnya.
Kendati demikian, Jundab pada dasarnya berhati baik.
Kerusakan dan derita korban yang disebabkan oleh aksinya kemudian menjadi titik
balik dalam perjalanan hidupnya: Insyaf dan berhenti dari aksi jahatnya
tersebut. Bahkan tak saja ia menyesali segala perbuatan jahatnya itu, tapi juga
mengajak rekan-rekannya mengikuti jejaknya. Tindakannya itu menimbulkan amarah
besar sukunya, yang memaksa Jundab meninggalkan tanah kelahirannya.
Bersama ibu dan saudara lelakinya, Anis Al Ghifar, Abizar
hijrah ke Nejed Atas, Arab Saudi. Ini merupakan hijrah pertama Abizar dalam
mencari kebenaran. Di Nejed Atas, Abizar tak lama tinggal. Sekalipun banyak
ide-idenya dianggap revolusioner sehingga tak jarang mendapat tentangan dari
masyarakat setempat.
Awal masuk Islam
Nama lengkapnya yang mashur ialah Jundub bin Junadah Al
Ghifari dan terkenal dengan kuniahnya Abu Dzar. Di suatu hari tersebar berita
di kampung Bani Ghifar, bahwa telah muncul di kota Makkah seorang yang mengaku
sebagai utusan Allah dan mendapat berita dari langit. Berita ini membuat penasaran
Abu Dzar, sehingga dia mengutus adik kandungnya, Unais Al Ghifari untuk mencari
berita ke Makkah. Unais sendiri adalah seorang penyair yang sangat piawai dalam
menggubah syair-syair Arab.
Setelah beberapa lama, kembalilah Unais kekampungnya dan
melaporkan kepada Abu Dzar tentang yang dilihat dan didengar di Makkah
berkenaan dengan berita tersebut. Unais menjelaskan bahwa ia telah menemui
seseorang yang menyeru kepada kebaikan dan mencegah dari perbuatan jelek. Orang
tersebut adalah yang benar ucapannya.
Abu dzar semakin penasaran sehingga iapun pergi ke mekah,
saat itu ia bertemu dengan Ali bin Abi Thalib, kemudian Ali bin Abi Thalib
mengajaknya pergi menemui rasulullah.
Inilah saat yang paling dinanti oleh Abu Dzar dan ketika
Rasulullah menawarkan Islam kepadanya, segera Abu Dzar menyatakan masuk Islam
dituntun Nabi Muhammad sallallahu alaihi wa aalihi wasallam dengan mengucapkan
dua kalimah syahadat. Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam
berwasiat kepadanya : “Wahai Aba Dzar, sembunyikanlah keislamanmu ini, dan
pulanglah ke kampungmu !, maka bila engkau mendengar bahwa kami telah menang,
silakan engkau datang kembali untuk bergabung dengan kami”.
Mendengar wasiat tersebut Abu Dzar menegaskan kepada
Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam: “Demi yang Mengutus engkau
dengan kebenaran, sungguh aku akan meneriakkan di kalangan mereka bahwa aku
telah masuk Islam”. Dan Rasulullah mendiamkan tekat Abu Dzar tersebut.
Setelah menyatakan keislamannya, ia berkeliling Mekkah
untuk meneriakkan bahwa ia seorang Muslim, hingga ia dipukuli oleh suku
Quraisy. Atas bantuan dari Abbas bin Abdul Muthalib, ia dibebaskan dari suku
Quraisy, setalah suku Quraisy mengetahui bahwa orang yang dipukuli berasal dari
suku Ghifar.
Hijrah Ke Al Madinah :
Dengan telah masuk Islamnya seluruh kampung Bani Ghifar,
dan setelah peperangan Badar, Uhud dan Khandaq, Abu Dzar bergegas menyiapkan
dirinya untuk berhijrah ke Al Madinah dan langsung menemui Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam di masjid beliau. Dan sejak itu Abu Dzar
berkhidmat melayani berbagai kepentingan pribadi dan keluarga Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wasallam. Dia tinggal di Masjid Nabi dan selalu
mengawal dan mendampingi Nabi sallallahu alaihi wa aalihi wasallam kemanapun
beliau berjalan.
Begitu dekatnya Abu Dzar dengan Rasulullah sallallahu
alaihi wa aalihi wasallam, dan begitu sayangnya beliau kepada Abu Dzar,
sehingga disuatu hari pernah Abu Dzar meminta jabatan kepada Rasulullah
sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam. Maka beliau langsung menasehatinya :
(tulis hadisnya di Thabaqat Ibnu Sa’ad 3 / 164)
“Sesungguhnya engkau adalah orang yang lemah, dan
sesungguhnya jabatan itu adalah amanah, dan sesungguhnya jabatan itu akan
menjadi kehinaan dan penyesalan bagi orang yang menerima jabatan itu, kecuali
orang yang mengambil jabatan itu dengan cara yang benar dan dia menunaikan
amanah jabatan itu dengan benar pula”. HR. Ibnu Sa’ad dalam Thabaqatnya.
Rasulullah sallallahu alaihi wa aalihi wa sallam pernah
berpesan kepadanya :
(tulis haditsnya di kitab Hilyatul Auliya’ 1 / 162)
“Wahai Abu Dzar, engkau adalah seorang yang shaleh,
sungguh engkau akan ditimpa berbagai mala petaka sepeninggalku”. Maka Abu
Dzarpun bertanya : Apakah musibah itu sebagai ujian di jalan Allah ?”,
Rasulullahpun menjawab : “Ya, di jalan Allah”. Dengan penuh semangat Abu
Dzarpun menyatakan : “Selamat datang wahai mala petaka yang Allah taqdirkan”.
HR. Abu Nu’aim Al Asfahani dalam kitab Al Hilyah jilid 1 hal. 162.
Pendirian Abu Dzar
Abu Dzar sangat keras dengan pendiriannya. Dia
berpendapat bahwa menyimpan harta yang lebih dari keperluannya itu adalah
haram. Sedangkan keumuman para Shahabat Nabi berpendapat, bahwa boleh menyimpan
harta dengan syarat bahwa harta itu telah dizakati (yakni dikeluarkan
zakatnya). Bahkan Abu Dzar menjauh dari para Shahabat Nabi sallallahu alaihi wa
aalihi wasallam yang mulai makmur hidupnya karena menjabat jabatan di
pemerintahan.
Meninggal dunia di tempat pengasingan :
Dengan sikap hidup yang demikian, Abu Dzar tidak punya
teman dari kalangan sesama para Shahabat Nabi sallallahu alaihi wa aalihi
wasallam. Dia pernah tinggal di negeri Syam di zaman pemerintahan Utsman bin
Affan radhiyallahu anhu. Waktu itu gubernur negeri Syam adalah Mu’awiyah bin
Abi Sufyan radhiyallahu anhu. Maka Mu’awiyah merasa terganggu dengan sikap
hidupnya, sehingga meminta kepada Amirul Mu’minin Utsman bin Affan untuk
memanggilnya ke Madinah kembali. Abu Dzar akhirnya dipanggil kembali ke Madinah
oleh Utsman dan tentu dia segera menta’ati panggilan itu. Sesampainya di
Madinah segera saja Abu Dzar menghadap Amirul Mu’minin Utsman bin Affan. Abu
Dzar diberi tahu oleh Amirul Mu’minin bahwa dia dikehendaki untuk tinggal di
Madinah menjadi orang dekatnya Amirul Mu’minin Utsman. Mendengar penjelasan itu
Abu Dzar menegaskan kepada beliau : “Wahai Amirul Mu’minin, aku tidak senang
dengan posisi demikian. Izinkanlah aku untuk tinggal di daerah perbukitan
Rabadzah di luar kota Madinah”. Di sanalah beliau wafat.
Saat wafat ia dikafani dengan jubah hasil pintalan ibu
dari seorang pemuda Anshar. Saat bertemu Abu dzar, pemuda itu memiliki dua buah
jubah, satu ada di kantong tas baju, sedang yang lainnya ialah baju yang sedang
dipakai.
Abu Dzar amat gembira, kemudian dengan serta merta
menyatakan kepadanya : “Engkaulah orang yang aku minta mengkafani jenazahku
nanti dengan jubbahmu itu”. Dengan penuh kegembiraan, Abu Dzar menghembuskan
nafas terakhirnya.
Penutup
Sejak menjadi orang muslim, Abu Dzar al Ghiffari
benar-benar telah menghias sejarah hidupnya dengan bintang kehormatan tertinggi.
Dengan berani ia selalu siap berkorban untuk menegakkan kebenaran Allah dan
Rasul-Nya.Tanpa tedeng aling-aling ia bangkit memberontak terhadap penyembahan
berhala dan kebatilan dalam segala bentuk dan manifestasinya. Kejujuran dan
kesetiaan Abu Dzar dinilai oleh Rasulullah Saw sebagai "cahaya terang
benderang."
Pada pribadi Abu Dzar tidak terdapat perbedaan antara
lahir dan batin. Ia satu dalam ucapan dan perbuatan. Satu dalam fikiran dan
pendirian. Ia tidak pernah menyesali diri sendiri atau orang lain, namun ia pun
tidak mau disesali orang lain. Kesetiaan pada kebenaran Allah dan Rasul-Nya
terpadu erat degan keberaniannya dan ketinggian daya-juangnya. Dalam berjuang
melaksanakan perintah Allah Swt dan Rasul-Nya, Abu Dzar benar-benar serius,
keras dan tulus. Namun demikian ia tidak meninggalkan prinsip sabar dan
hati-hati. (berbagai sumber)
Oleh Lukman Firdaus
0 komentar:
Posting Komentar