Banyak Berpuasa di Bulan Syaban
Amalan Bulan Syahban Rumaisho Boleh Gak Sih Puasa Di Tanggal 1 Rowah
Manfaat Puasa Syaban Puasa Syaban Rumaysho Amalan Puasa Di Bulan Syaban
Alhamdulillah, sebentar lagi kita akan menginjak tanggal 1 Sya’ban. Namun
kadang kaum muslimin belum mengetahui amalan-amalan yang ada di bulan tersebut.
Juga terkadang kaum muslimin melampaui batas dengan melakukan suatu amalan yang
sebenarnya tidak ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Semoga dalam tulisan yang singkat ini, Allah memudahkan kami untuk membahas
serba-serbi bulan Sya’ban. Dan kami di website ini, akan membagi tulisan ini
menjadi beberapa bagian.
Allahumma a’in wa yassir (Ya Allah, tolong dan mudahkanlah kami).
Keutamaan Bulan Sya’ban
Dari Usamah bin Zaid, beliau berkata, “Katakanlah wahai Rasulullah, aku
tidak pernah melihatmu berpuasa selama sebulan dari bulan-bulannya selain di
bulan Sya’ban”. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ذَلِكَ
شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ
تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ
عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Bulan
Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab
dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada
Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa
ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
hadits ini hasan).
Ibnu Rajab
rahimahullah mengatakan, “Dalam hadits di atas terdapat dalil mengenai
dianjurkannya melakukan amalan ketaatan di saat manusia lalai. Inilah amalan
yang dicintai di sisi Allah.” (Lathoif Al Ma’arif, 235)
Banyak
Berpuasa di Bulan Sya’ban
Terdapat
suatu amalan yang dapat dilakukan di bulan ini yaitu amalan puasa. Bahkan Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri banyak berpuasa ketika bulan Sya’ban
dibanding bulan-bulan lainnya selain puasa wajib di bulan Ramadhan.
Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى
الله عليه وسلم – يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ لاَ يُفْطِرُ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى
نَقُولَ لاَ يَصُومُ . فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم –
اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ
صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ
“Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau
tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak
berpuasa. Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan.
Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada
berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)
‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha juga mengatakan,
لَمْ يَكُنِ النَّبِىُّ – صلى
الله عليه وسلم – يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ ، فَإِنَّهُ كَانَ
يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak biasa berpuasa pada satu bulan yang lebih
banyak dari bulan Sya’ban. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa
pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari no. 1970 dan Muslim no. 1156)
Dalam
lafazh Muslim, ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan,
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ
كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.
Namun beliau berpuasa hanya sedikit hari saja.” (HR. Muslim no. 1156)
Dari Ummu
Salamah, beliau mengatakan,
أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ
مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh selain
pada bulan Sya’ban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR.
Abu Daud dan An Nasa’i. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Lalu apa yang
dimaksud dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada bulan
Sya’ban seluruhnya (Kaana yashumu sya’ban kullahu)?
Asy
Syaukani mengatakan, “Riwayat-riwayat
ini bisa dikompromikan dengan kita katakan bahwa yang dimaksud dengan kata
“kullu” (seluruhnya) di situ adalah kebanyakannya (mayoritasnya). Alasannya,
sebagaimana dinukil oleh At Tirmidzi dari Ibnul Mubarrok. Beliau mengatakan
bahwa boleh dalam bahasa Arab disebut berpuasa pada kebanyakan hari dalam satu
bulan dengan dikatakan berpuasa pada seluruh bulan.” (Nailul Author, 7/148).
Jadi, yang dimaksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa di seluruh hari
bulan Sya’ban adalah berpuasa di mayoritas harinya.
Lalu Kenapa
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak puasa penuh di bulan Sya’ban?
An Nawawi
rahimahullah menuturkan bahwa para ulama mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam tidak menyempurnakan berpuasa sebulan penuh selain di bulan Ramadhan
agar tidak disangka puasa selain Ramadhan adalah wajib. ”(Syarh Muslim, 4/161)
Di antara
rahasia kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa di bulan
Sya’ban adalah karena puasa Sya’ban adalah ibarat ibadah rawatib (ibadah sunnah
yang mengiringi ibadah wajib). Sebagaimana shalat rawatib adalah shalat yang
memiliki keutamaan karena dia mengiringi shalat wajib, sebelum atau sesudahnya,
demikianlah puasa Sya’ban. Karena puasa di bulan Sya’ban sangat dekat dengan
puasa Ramadhan, maka puasa tersebut memiliki keutamaan. Dan puasa ini bisa
menyempurnakan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al Ma’arif, Ibnu
Rajab, 233)
Hikmah di
Balik Puasa Sya’ban
1. Bulan
Sya’ban adalah bulan tempat manusia lalai. Karena mereka sudah terhanyut dengan
istimewanya bulan Rajab (yang termasuk bulan Harom) dan juga menanti bulan
sesudahnya yaitu bulan Ramadhan. Tatkalah manusia lalai, inilah keutamaan
melakukan amalan puasa ketika itu. Sebagaimana seseorang yang berdzikir di
tempat orang-orang yang begitu lalai dari mengingat Allah -seperti ketika di
pasar-, maka dzikir ketika itu adalah amalan yang sangat istimewa. Abu Sholeh
mengatakan, “Sesungguhnya Allah tertawa melihat orang yang masih sempat
berdzikir di pasar. Kenapa demikian? Karena pasar adalah tempatnya orang-orang
lalai dari mengingat Allah.”
2. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa setiap bulannya sebanyak tiga
hari. Terkadang beliau menunda puasa tersebut hingga beliau mengumpulkannya
pada bulan Sya’ban. Jadi beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila memasuki bulan Sya’ban sedangkan di
bulan-bulan sebelumnya beliau tidak melakukan beberapa puasa sunnah, maka
beliau mengqodho’nya ketika itu. Sehingga puasa sunnah beliau menjadi sempurna
sebelum memasuki bulan Ramadhan berikutnya.
3. Puasa di bulan Sya’ban adalah sebagai latihan
atau pemanasan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Jika seseorang sudah terbiasa
berpuasa sebelum puasa Ramadhan, tentu dia akan lebih kuat dan lebih
bersemangat untuk melakukan puasa wajib di bulan Ramadhan. (Lihat Lathoif Al
Ma’arif, hal. 234-243)
Semoga
Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan kita mengikuti suri tauladan kita untuk
memperbanyak puasa di bulan Sya’ban. Semoga dengan melakukan hal ini kita
termasuk orang yang mendapat keutamaan yang disebutkan dalam hadits qudsi
berikut.
وَمَا يَزَالُ عَبْدِى
يَتَقَرَّبُ إِلَىَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ
كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِى يَسْمَعُ بِهِ ، وَبَصَرَهُ الَّذِى يُبْصِرُ بِهِ ،
وَيَدَهُ الَّتِى يَبْطُشُ بِهَا وَرِجْلَهُ الَّتِى يَمْشِى بِهَا ، وَإِنْ
سَأَلَنِى لأُعْطِيَنَّهُ ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِى لأُعِيذَنَّهُ
“Dan senantiasa
hamba-Ku mendekatkan diri kepadaKu dengan amalan-amalan sunnah sehingga Aku
mencintainya. Jika Aku telah mencintainya, maka Aku akan memberi petunjuk pada
pendengaran yang ia gunakan untuk mendengar, memberi petunjuk pada
penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, memberi petunjuk pada tangannya
yang ia gunakan untuk memegang, memberi petunjuk pada kakinya yang ia gunakan
untuk berjalan. Jika ia memohon sesuatu kepada-Ku, pasti Aku mengabulkannya dan
jika ia memohon perlindungan, pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Bukhari no.
2506). Orang yang senantiasa melakukan amalan sunnah (mustahab) akan
mendapatkan kecintaan Allah, lalu Allah akan memberi petunjuk pada pendengaran,
penglihatan, tangan dan kakinya. Allah juga akan memberikan orang seperti ini
keutamaan dengan mustajabnya (terkabulnya) do’a. (Faedah dari Fathul Qowil
Matin, Syaikh Abdul Muhsin bin Hamd Al Abad)
***
Penulis:
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
0 komentar:
Posting Komentar