Jerry D Gray Mantan Tentara Amerika Masuk Islam Setelah
Bertugas di Saudi
JERRY D Gray, penulis sejumlah buku laris, ternyata
seorang mualaf yang sangat mencintai Indonesia dengan mengurus naturalisasinya
dari warga AS ke WNI, menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Jakarta.
Ia pernah tampil di sebuah televisi swasta bersama Ust.
Yusuf Mansyur dan sekarang menjadi seseorang yang mempraktikkan thibbun Nabawi.
Ada yang menarik yang ia ucapkan ketika itu. “Jika sakit,” ujarnya kepada Ust
Yusuf Mansyur, “Saya selalu mengatakan, ‘Ya Allah, sakit ini datangnya atas
izinmu, maka izinkan pula sakit ini sembuh'”.
“Bagi saya Indonesia itu ibarat surga. Saya sudah
melancong ke banyak negara dan di sini saya mendapatkan kedamaian bergaul dan
berinteraksi sosial dengan komunitas Muslim terbesar di dunia,” ujar Jerry.
Beristrikan seorang perempuan Tasikmalaya dan dikaruniai
seorang anak laki, Jerry menyatakan memiliki banyak kegiatan di Indonesia yang
membuat dia makin betah yaitu memberikan pengajian, berbagi pengalaman dan
menulis buku.
Mualaf Tekun Beribadah
Tidak banyak orang yang menyangka Jerry D. Gray, warga AS
yang pernah menjadi prajurit angkatan udara negara adidaya itu, ternyata
seorang mualaf yang tekun beribadah.
Jerry mengatakan, menjalankan ajaran Islam secara kaffah
sebagaimana diajarkan dalam kitab suci Al`Quran. Semua itu baru terlaksana
setelah berproses dalam waktu cukup lama.
Bagi penulis sejumlah buku di antaranya “Deadly Mist”,
“Demokrasi Barbar ala AS` dan “Dosa-dosa Media Amerika” itu, ketertarikan
terhadap Islam dimulai justru dari tanah Arab tempat ajaran Islam itu sendiri
pertama kali diturunkan kepada Rasul Allah SWT.
Sebagai AU yang ditugaskan di Arab Saudi, ia melihat
betapa khusyuk dan ikhlasnya orang menjalankan shalat hingga mau meninggalkan
segala aktivitas mereka termasuk berkaitan dengan uang sekalipun.
“Ketika mengalun suara adzan, dipinggir jalan orang pada
shalat, karyawan toko dan mall semua shalat dan barang dibiarkan begitu saja
namun tidak ada yang hilang. Semua melaksanakan shalat dengan khusuk,” ujar
Jerry, yang pernah selama 2,5 tahun menjadi wartawan di sebuah TV swasta di
Indonesia itu.
Ia menjadi bingung sekaligus takjub. Setelahnya kesadaran
untuk mengenal ajaran Islam langsung tak tertahankan. Ia melihat cahaya iman
justru setelah melihat orang-orang melaksanakan Shalat.
Jerry mengaku ketika pertama kali memegang kitab suci Al
Qur`an badannya langsung merinding, ketika akan membaca hatinya bergetar dan
sejurus kemudian suara tangis mengiringinya membaca terpatah-patah ayat Al
Qur`an.
Jadi Mualaf di Saudi
Setelah hatinya merasa mantap ia kemudian memilih menjadi
mualaf di Arab Saudi. Keislamannya belum serta merta jadi mantap. Ia pertama
kali hanya melaksanakan shalat dua kali dalam seminggu. Berikut adalah penuturannya
ketika ia masuk Islam.
“Ketika tertimpa musibah saya bawa shalat, ternyata saya
dapatkan ketenangan dan musibah hilang. Setelah itu saya makin rajin shalat,”
ujar Jerry yang kini berisitrikan wanita asal Tasikmalaya Jabar itu.
Kini dalam kesehariannya, Jerry seringkali dimintai
pandangan-pandangannya tentang Islam, demokrasi, dan terorisme. “Islam itu
agama rahmatan lil alamin dan orang Islam bukanlah teroris,” ujar ayah satu
anak itu.
Bagi mantan wartawan CNBC itu, Indonesia sebagai negara
dengan populasi Islam terbesar di dunia merupakan surga yang ada di dunia. Ia
pun kini tengah mengurus naturalisasi dengan menjadi WNI sebagai ranah
perjuangannya terhadap Islam. Berikut adalah penuturannya ketika masuk Islam,
yang banyak tersebar di berbagai media.
“Saya tidak pernah bertemu Muslim, mendengar suara adzan
atau pun melihat masjid. Meskipun demikian saya berkeyakinan bahwa Yesus bukan
anak Tuhan. Pada usia 12 tahun saya sudah berpikir tentang Tuhan. Umur 14,
sudah mulai malas ke gereja.
Saya malas pergi ke sana karena tempat itu tidak dapat
menghilangkan dahaga saya tentang Tuhan. Saya bosan setiap kali datang selalu
disuguhi dengan banyak ucapan haleluya. Padahal yang saya butuhkan adalah
pencerahan siapa itu Tuhan dan kejelasan misi hidup saya di dunia ini untuk
apa.
Saya percaya adanya Tuhan dan mau masuk surganya Tuhan.
Tapi dari agama ini saya mencium something wrong karena saya harus meyakini
Yesus sebagai anak Tuhan. Untung saja nenek di rumah sering banyak cerita
tentang Tuhan, sehingga saya lebih suka mendengarkan nenek. Selama saya belajar
agama kepadanya, ia tidak pernah bilang bahwa Yesus adalah anak Tuhan. Namun
sebaliknya, di gereja saya selalu disalahkan, karena tidak mau mengakui Yesus
sebagai anak Tuhan.
Kalau Yesus menjadi anak Tuhan, mengapa Musa, Ibrahim dan
Adam tidak menjadi anak Tuhan? Padahal, kalau mau, justru Adamlah yang paling
berhak menjadi anak Tuhan karena dia tidak punya ibu dan bapak. Keyakinan saya
bertambah setelah membaca kisah Musa yang memaksa ingin melihat Tuhan. Musa akhirnya
dibolehkan melihat sedikit cahaya Tuhan dari gunung granit yang sangat gelap.
Baru saja merefleksikan sedikit cahaya Tuhan, langsung gunung itu goyang-goyang
dan sangat menyilaukan, Musa pun
pingsan. Berdasarkan kisah itu, kalau benar Yesus anak Tuhan, pasti orang yang
melihat Yesus bakal mati atau pingsan. Ini kan tidak, berarti Yesus bukanlah
anak Tuhan.
Saya selalu berdoa agar saya diberi petunjuk yang benar
tentang Tuhan. Usai mengikuti wajib militer di angkatan udara, saya ditawari
menjadi maintenance pesawat pribadi Raja Fadh di Jeddah, Arab Saudi. Saya tolak
karena saya takut dibunuh orang Islam. Lebih baik saya menganggur.
Saya tinggal di dalam mobil di ujung satu dermaga di
Hawaii. Setiap hari mancing. Bila dapat ikan, saya makan, bila tidak saya
kelaparan. Paling hanya minum dari kran air putih yang ada di situ. Enam bulan
begitu terus. Pernah tiga hari
berturut-turut saya tidak makan sama sekali, hanya minum saja karena
tidak dapat ikan. Tapi saya tidak mau
bunuh diri. Saya menangis, memohon, agar Tuhan memberikan jalan keluar.
Namun tawaran tersebut datang lagi. Saya mengira Tuhan
telah marah kepada saya. Karena saya tidak mendapatkan pekerjaan lain, malah
disuruh ke Arab. Akhirnya teman memberikan saran kepada saya untuk menerima tawaran
itu. Saya pun berangkat ke sana.
Di Jeddah saya melihat kejadian-kejadian yang sangat luar
biasa, yang sangat berbeda dengan bayangan saya sebelumnya. Ternyata orang
Islam begitu taat kepada Tuhannya dan baik kepada saya. Ketika mendengar adzan
mereka langsung meninggalkan aktivitasnya untuk segera shalat.
Begitu juga ketika saya ke toko emas. Saya dengar adzan.
Pintu toko emas terbuka. Padahal di toko tersebut tidak ada orang. Siapa pun
yang berniat mencuri emas, akan sangat mudah mengambilnya. Tapi kok ini
dibiarkan, Saya berdiri saja di depan
toko itu menunggu penjual emas muncul. Setelah adzan, jalanan mendadak sepi
dari lalu lalang manusia. Penjaga keamanan tidak ada. Paling sekali-kali saya
melihat polisi menegur beberapa orang yang sedang lewat untuk segera shalat.
Tak lama kemudian, pemilik toko itu datang dan berkata
“Mengapa tidak masuk?” Saya jawab, “Tidak mau”. “Kenapa tidak mau?”
tanyanya. “Saya takut disangka maling,
nanti tangan saya dipotong,” jawab saya karena setahu saya orang yang mencuri
tangannya akan dipotong. Biasanya orang bule yang datang ke Jeddah diundang
untuk menyaksikan pemotongan tangan bagi pencuri setiap Jum’at siang.
“Masuk saja, karena semua ini adalah Allah yang punya,
bukan punya saya,” kata pemilik toko itu. “Apa pun, kamu perlu, ambil! Mungkin
kamu lebih membutuhkan itu daripada saya?” lanjutnya. Ia mengatakan bahwa semua
itu milik Allah dan akan kembali kepada Allah.
Saya terharu dan mau menangis mendengar ucapan yang tulus
itu. Saya sangat ingin punya iman seperti itu. Dengar adzan dia shalat. Orang
mau mengambil atau tidak mengambil hartanya, dia tidak ada masalah, yang penting ketika Allah
menyuruh shalat dia berangkat shalat dan semua hartanya itu dia pasrahkan
kepada Allah.
Peristiwa itu membuat saya jadi tertarik untuk mengetahui
agama Islam lebih lanjut. Saya jadi banyak diskusi tentang Islam. Termasuk
dengan Ahmad, salah seorang anggota
Angkatan Udara Arab Saudi. Saya diberinya Alquran dengan terjemah bahasa Inggris.
Ia tunjukkan ayat yang menyatakan Isa anak Maryam adalah
hamba dan utusan Allah, bukan anak Allah. Ahmad menyebut Isa itu adalah nama
lain dari Yesus, sedangkan Maryam sebutan lain dari Bunda Maria. Kurang lebih
tiga ayat saya baca. Saya tidak kuat lagi meneruskan membacanya, karena saya mau
menangis. Saya tidak mau menangis di depan orang. Saya sangat yakin, inilah
jawaban dari Tuhan. Rupanya saya disuruh ke Jeddah itu bukan karena Tuhan
marah, tapi karena Tuhan mengabulkan doa saya.
Kemudian teman Ahmad yang bernama Rosyid, datang ke rumah. Dia memberi tahu bahwa di
salah satu masjid di Jeddah malam itu dimulai lagi sekolah Islam yang
menggunakan bahasa Inggris. “Kalau kamu ingin tahu lebih banyak tentang Islam
datanglah ke masjid tersebut, nanti saya antar,” kata Rosyid. Di sekolah itu terjadilah
diskusi. Hati saya berdecak kagum. Luar biasa, pintar sekali guru ini. Semua
yang dia katakan masuk akal. Argumennya begitu spiritually and lightening.
Dia mengatakan bahwa Tuhan itu satu bukan tiga, semua
adalah ciptaan Tuhan dan bergantung kepada Tuhan. Tuhan tidak beranak tidak
pula punya orangtua. Tidak ada yang dapat menyerupai Tuhan. Serta manusia hidup
di dunia ini untuk mengabdi kepada Tuhan saja. Belum satu jam pun diskusi,
sebenarnya hati saya sudah menerima Islam. Hanya saja saya belum mau menyatakan
pada guru.
Malam itu saya tidak bisa tidur. Terus merenungkan ucapan
guru. Akhirnya di hari ketiga saya putuskan masuk Islam. Saya ucapkan dua
kalimat syahadat. Setelah itu guru berdiri dan cium pipi kanan kiri saya. Guru
mengajak semua orang yang ada di situ antri untuk mencium saya. Saya kaget
mendapat perlakuan itu. Kemudian saya mengerti bahwa itu adalah ungkapan senang
luar biasa dari sesama Muslim.” []
Sumber: vortespreet
0 komentar:
Posting Komentar