Nabi Muhammad di Mata Pembesar Yahudi dan Nasrani
VIVA –Thola'al Badru 'alaina Min Tsaniyatil Wada' Wajaba
syukru 'alaina Ma da'a lillahi da'. Begitu syair nasyid yang dilantunkan kaum
Anshar saat menyambut kedatangan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam
(SAW) di Madinah.
Kaum Anshar melantunkan nasyid ini diiringi tabuhan
rebana, menyambut gembira kedatangan Rasulullah beserta sahabat dari Mekah ke
Madinah. Konon, nasyid Thola 'al Badru ini merupakan nyanyian tertua dalam
sejarah Islam dan tonggak sejarah munculnya nasyid hingga saat ini.
Nasyid itu pula yang sering didengungkan sebagian besar
kaum Muslimin setiap kali memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12
Rabi'ul Awal. Peringatan Maulid semakin semarak dengan selingan bacaan Banzanji
dan Burdah.
Ya, kelahiran Nabi Muhammad SAW sangat istimewa. Sebab
itu, kaum Muslimin selalu memperingatinya dengan memperbanyak bacaan selawat
kepada Nabi.
Nabi Muhammad SAW lahir di Kota Mekah pada hari Senin
subuh tanggal 12 Rabi’ul Awal, permulaan tahun dari peristiwa penyerangan
Tentara Gajah terhadap Ka'bah, atau bertepatan dengan tanggal 20 April 571
Masehi. Lahir dalam keadaan yatim, ditinggalkan sang ayah sejak masih enam
bulan dalam kandungan.
Kelahiran Nabi Muhammad ini diikuti beberapa peristiwa
penting yang mendukung kerasulannya. Dalam kitab Arahiq Al Makhtum karangan
Syeikh Shafiyyurrahman Al Mubarakfuri, disebutkan bahwa kelahiran Nabi Muhammad
bertepatan dengan runtuhnya 14 balkon Istana Kisra Anusyirwan (Raja Persia).
Kemudian padamnya api yang biasa disembah orang-orang
Majusi, serta runtuhnya beberapa gereja di sekitar Buhaira. Gereja-gereja itu
tiba-tiba ambles ke tanah.
Nabi Muhammad tumbuh dan besar tanpa kasih sayang
orangtuanya. Sang ibu wafat saat Muhammad masih berusia 6 tahun. Kemudian ia
diasuh kakeknya hingga berusia 8 tahun. Sepeninggal kakeknya, Muhammad diasuh
oleh pamannya hingga berusia dewasa.
Sifat-sifat kebaikan sudah tertanam dalam diri Nabi
Muhammad semenjak kecil. Ia selalu unggul dalam pemikiran, pandangannya yang
lurus, paling bagus akhlaknya, paling bisa dipercaya, paling terhormat dalam
pergaulan dengan tetangganya dan lembut tutur katanya. Hingga kaumnya
menjulukinya 'Al Amin'
Nabi tidak suka terhadap sesuatu hal yang berbau
khurafat. Tak meminum khamar, tidak makan daging yang disembelih untuk
sesembahan, juga tak mau menghadiri upacara-upacara menyembah berhala. Nabi
selalu terjaga dari perbuatan-perbuatan buruk
Ketika usia Nabi Muhammad mendekati 40 tahun, ia lebih
sering mengasingkan diri di Gua Hira. Keputusan itu diambil Nabi setelah
melalui perenungan lama atas apa yang terjadi selama ini terhadap kaumnya.
Mereka dipenuhi kemusyrikan dan takhayul.
Di sisi lain, Nabi tidak memiliki batasan-batasan yang
jelas bagi kaumnya, untuk bisa menghantarkan keridhaan dan kepuasan batinnya.
Sampai pada akhirnya di tahun ketiga perenungan Nabi di
Gua Hira, Malaikat Jibril turun membawa wahyu kepada Nabi Muhammad. Saat itu
Nabi genap berusia 40 tahun. Menurut Syeikh Shafiyyurrahman, wahyu kerasulan
ini turun pertama kali pada hari Senin, 21 malam bulan Ramadhan atau bertepatan
10 Agustus tahun 610 Masehi.
Risalah Nabi Muhammad SAW inilah yang kemudian mengubah
dunia. Meski awal-awal dakwah Rasul ditentang oleh kaumnya, namun perlahan
orang-orang yang semula menentang ajaran Nabi berbalik menyatakan imannya
kepada agama yang dibawa Nabi Muhammad. Rasulullah menjalani suka duka dakwah
ini selama lebih kurang 23 tahun.
Rasulullah Muhammad SAW wafat pada hari Senin waktu Dhuha
12 Robi'ul Awal tahun 11 Hijriah, pada usia 63 tahun. Rasul berpulang ke
Rahmatullah dalam pangkuan istrinya, Siti Aisyah dengan disaksikan para
sahabat.
Berikut pengakuan pembesar Yahudi dan Nasrani tentang
sosok Nabi Muhammad SAW:
1. Waraqah bin Naufal (seorang Nasrani dan penulis Injil
dengan Bahasa Ibrani)
Istri Nabi Muhammad SAW, Khadijah datang membawa suaminya
menemui Waraqah yang tak lain anak pamannya, menceritakan apa yang terjadi pada
suaminya ketika berada di Gua Hira (awal permulaan mendapat wahyu). Nabi
bercerita tentang apa yang dilihatnya di Gua Hira. Nabi berkata 'Ada makhluk
memelukku dan memerintahkanku untuk membaca' Aku jawab 'Aku tidak bisa membaca'
Waraqah berkata 'Itu adalah Namus (Malaikat) yang
diturunkan Allah kepada Musa. Andaikan aku masih muda pada masa itu. Andaikan
saja aku masih hidup saat tatkala kaummu mungusirmu'
Nabi bertanya 'Benarkan mereka (kaumku) akan
mengusirku?'
Waraqah menjawab
'Benar. Tidak seorang pun yang membawa seperti yang engkau bawa melainkan akan
dimusuhi. Andaikan aku masih hidup di masamu nanti, tentu aku akan membantumu
dengan sungguh-sungguh' Waraqah meneguhkan hati Muhammad bahwa kelak Ia akan
menjadi nabi umat ini.
Darimana Waraqah bahwa apa yang ditemui Nabi Muhammad
adalah malaikat? Berdasarkan Kitab Yesaya (bagian dari Perjanjian Lama) 29:12,
yang isinya 'Dan apabila kita ini diberikan kepada seorang yang tidak dapat
membaca dengan mengatakan "Baiklah baca ini" Ia menjawab "Aku
tidak dapat membaca".
Waraqah meninggal dunia pada saat-saat turun wahyu kepada
Nabi Muhammad.
2. Rahib Bahira
Saat usia Nabi Muhammad menginjak 12 tahun, diajak
pamannya, Abu Thalib, berdagang ke Syam. Rombongan Abu Thalib sempat singgah di
Bushra, suatu daerah di Syam yang berada dalam kekuasaan Romawi. Di negeri ini
ada seorang Rahib yang dikenal dikenal dengan sebutan Bahira, nama aslinya
Jurjis.
Bahira menghampiri rombongan Abu Thalib dan mempersilakan
mereka mampir ke tempat tinggalnya sebagai tamu kehormatan. Padahal sebelumnya
disebutkan, Bahira tidak pernah keluar rumah. Tapi kali itu dia keluar karena
turut merasakan keistimewaan Nabi Muhammad.
Sambil memegang tangan Nabi Muhammad, Sang Rahib berkata
"Orang ini adalah pemimpin alam semesta alam. Anak ini akan diutus Allah
sebagai rahmat bagi seluruh alam"
Abu Thalib bertanya "Dari mana engkau tahu hal
itu?"
Rahib Bahira menjawab "Sebenarnya sejak kalian tiba
di Aqabah, tidak ada bebatuan dan pepohonan melainkan mereka tunduk bersujud.
Mereka tidak sujud melainkan kepada seorang nabi. Aku bisa mengetahuinya dari
cincin nubuwah yang berada di bagian bawah tulang rawan bahunya yang menyerupai
buah apel. Kami juga mendapati tanda itu di dalam Kitab kami"
Kemudian sang Rahib meminta Abu Thalib kembali lagi ke
Mekah bersama Nabi Muhammad SAW tanpa melanjutkan perjalanan ke Syam, karena
Bahira takut gangguan Yahudi kepada mereka.
3. Raja Romawi Heraklius (Hercules)
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwasanya Abu Sufyan bin Harp
saat berada di Syam untuk berniaga, dipanggil Raja Heraklius untuk hadir di
kerajaannya. Sang raja yang ditemani pembesar kerajaan, memanggil seorang
penerjemah untuk menerjemahkan dialognya dengan Abu Sufyan.
Raja Heraklius ingin bertanya seputar sosok Nabi Muhammad
SAW yang diutus sebagai Rasul. Kabar kerasulan Muhammad itu sudah tersiar
seantero jazirah Arab, Raja Heraklius yang beragama Nasrani pun penasaran dengan
sosok Nabi Muhammad SAW. Oleh karenanya, ketika rombongan Abu Sufyan tiba di
Syam, Ia mengundang kabilah itu untuk menjelaskan hal tersebut.
Sejumlah pertanyaan dilontarkan Raja Heraklius kepada Abu
Sufyan, yang dianggap nasabnya paling dekat dengan Nabi Muhammad SAW. Berikut
beberapa dialog percakapan Heraklius dengan Abu Sufyan:
Heraklius bertanya, "Apakah dia (Nabi
Muhammad)berasal dari keturunan raja?"
Abu Sufyan menjawab, "Tidak"
Heraklius bertanya, "Apakah pengikutnya adalah
orang-orang mulia dan para pembesar?"
Abu Sufyan menjawab, "Tidak, para pengikutnya adalah
orang-orang miskin dan orang-orang yang lemah"
Heraklius bertanya, "Apakah pengikutnya itu
bertambah terus atau semakin berkurang?"
Abu Sufyan menjawab, "Pengikutnya semakin hari semakin
bertambah dan tidak pernah berkurang"
Heraklius bertanya lagi, "Apakah di antara mereka
ada yang meninggalkan agama mereka karena membenci agama itu?"
Abu Sufyan menjawab, "Tidak ada"
Raja Romawi itu bertanya lagi, "Apakah kalian
menuduh dia berdusta atas apa yang diucapkannya dengan mengaku sebagai Nabi?
Apakah sebelum menjadi seorang nabi, dahulunya dia adalah seorang
pendusta?"
Abu Sufyan menjawab, "Tidak"
Heraklius bertanya lagi, "Dia telah mengaku sebagai
seorang Nabi kepada kalian. Lalu apa yang diperintahkan Muhammad kepada
kalian?"
Abu Sufyan menjawab, "Muhammad mengajak kami dan
menyuruh kami bersaksi, 'Sembahlah Allah semata dan janganlah kalian
menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun' Muhammad juga menyeru kami untuk
meninggalkan apa yang diucapkan oleh nenek moyang kami (menyembah berhala). Dia
juga menyeru kami untuk menegakkan Salat, membayar zakat, berlaku jujur,
bersikap sederhana dan hidup bersahaja, serta menyambung silaturahim"
Heraklius lalu berkata kepada Abu Sufyan dan rombongannya,
disaksikan seluruh petinggi kerajaan, "Wahai Abu Sufyan, jika semua yang
telah kau sampaikan itu benar, maka pastilah dia (Muhammad) akan menguasai
sampai ke tempatku berpijak di kedua telapak kakiku ini (Damaskus-Syiria)"
"Sesungguhnya, aku telah tahu (ramalan) bahwa dia
akan lahir. Namun, aku tidak mengira bahwa dia akan lahir dari bangsa kalian
(Arab). Sekiranya aku mengetahui, walaupun dengan susah payah, aku akan
berusaha untuk menemuinya. Andai aku berada di dekatnya, aku akan membasuh kedua
telapak kakinya" (HR Bukhari)
4. Hushain bin Salam bin Harits (Pendeta Yahudi di Madinah)
Hushain bin Salam bin Harits adalah seorang pendeta dan
ulama Yahudi dari Bani Qainuqa, yang paling dalam pengetahuannya tentang kitab
suci Taurat. Sewaktu Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, Hushain mendapat
berita bahwa orang yang di nanti-nanti dan diharap-harap kedatangannya itu
telah sampai di Madinah.
Ya, Hushain memang tengah menanti-nanti kedatangan
'Pesuruh Tuhan' yang terakhir, yang sifat-sifatnya termaktub dalam Taurat dan
Injil. Kedatangan 'Pesuruh Tuhan' itu telah dijanjikan dalam kitab-kitab
tersebut.
Ia pun meyakini sosok 'Pesuruh Tuhan' ada pada sosok Nabi
Muhammad SAW. Setelah diam-diam menemui Nabi Muhammad, Hushain mencocokkan
sifat-sifat Nabi Muhammad dengan sifat-sifat yang telah disebutkan dalam Taurat
dan Injil.
Setelah diketahuinya bahwa sifat-sifat dan tanda-tanda
itu cocok pada diri Nabi Muhammad, seketika itu juga Hushain masuk Islam, dan
mengajak seluruh keluarganya menjadi pengikut agama Muhammad. Hushain kemudian
berganti nama menjadi Abdullah bin Salam.
Dari Abdullah bin Salam "Tatkala Rasulullah SAW tiba
di Madinah, manusia berjejalan menemui beliau dan saya termasuk di antara
mereka. Setelah saya mengamati Rasulullah, saya langsung mengetahui melalui
sinar wajahnya yang menunjukkan beliau bukan seorang pendusta. Ucapan pertama
kali yang aku dengar langsung dari lisan Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam
kala itu beliau mengucapkan, 'Wahai sekalian manusia, tebarkanlah salam,
berikanlah makanan (sedekah), sambunglah tali silaturrahmi, salat lah di malam
hari tatkala manusia terlelap tidur maka kalian akan masuk surga dengan
selamat.’ (HR.Ibnu Majah)
5. Gubernur Mesir, Muqauqis (Kristen Koptik)
Muqauqis pernah
menerima kedatangan utusan Nabi Muhammad SAW, bernama Hathib bin Abu Baltha'ah
dengan membawa surat dari Nabi SAW. Muqauqis menyambutnya dengan ramah dan
penuh perhatian. Setelah Muqauqis membaca surat dakwah dari Nabi Muhammad SAW
itu lalu ia bertanya kepada Hathib.
"Jika dia (Muhammad) itu seorang Nabi, kenapa tidak
mendoakan buruk kepada orang yang menentang seruannya itu dan yang telah
mengusirnya keluar dari negerinya?"
Pertanyaan ini lalu dijawab oleh Hathib, "Bukankah
tuan menyaksikan bahwa 'Isa bin Maryam itu utusan Allah? Mengapa 'Isa tidak
mendoakan buruk kepada kaumnya ketika mereka akan menangkap dan membunuhnya
supaya Allah membinasakan mereka, sehingga Allah mengangkat kepada-Nya?"
Mendengar jawaban Hathib yang baik itu, lalu Muqauqis
berkata, "Sungguh baik kamu ini, kamu seorang yang bijaksana, datang dari
sisi seorang yang bijaksana"
Hathib bin Abu Baltha'ah lantas menjelaskan sifat-sifat
Nabi Muhammad SAW dan Muqauqis mendengarkan dan mengakui akan kebenarannya.
Muqauqis mengakui pula kebenaran diutusnya nabi Muhammad SAW, tapi ia belum
bisa mengikuti ajaran Nabi Muhammad SAW.
Sesudah itu Muqauqis memanggil seorang penulis untuk
menuliskan surat balasan kepada Nabi Muhammad SAW, dan surat itu diserahkan
kepada Hathib bin Abu Baltha'ah untuk disampaikan kepada Nabi beserta beberapa
macam hadiah. Bunyi surat jawaban Muqauqis itu demikian :
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Kepada Muhammad bin Abdullah dari Muqauqis pembesar
Qibthi.
Semoga keselamatan atas engkau. Adapun sesudah itu,
sesungguhnya saya telah membaca surat engkau, dan saya telah mengerti apa yang
telah engkau sebutkan di dalamnya dan apa yang engkau mengajak kepadanya. Dan
sesungguhnya saya mengerti, bahwa Nabi telah muncul, dan dulu saya menyangka
bahwa Nabi itu akan lahir di negeri Syam. Sesungguhnya saya telah menghormati
utusan engkau, dan saya mengirimkan untuk engkau dua gadis, yang keduanya
mempunyai kedudukan yang tinggi dalam lingkungan bangsa Qibthi, dan membawa
beberapa pakaian, dan saya mengirimkan hadiah seekor baghal kepada engkau untuk
engkau kendarai.
Semoga keselamatan atas engkau.
0 komentar:
Posting Komentar