Anak Bisa Menjadi Pembatal Orangtua Masuk Surga
Bismillah …
Ada seorang anak, yang dimasa kecilnya begitu lucu,
menggemaskan, rajin, pintar, dan cerdas, serta hal-hal baik lainnya melekat ada
pada diri anak tersebut. Pendidikan parenting yang diperolehnya di masa kecil
begitu baik. Di sekolah prestasinya juga menonjol. … Namun sayangnya, saat ia
beranjak remaja kondisi tersebut pelan-pelan berubah, sifat buruknya lebih
dominan dari sifat baiknya. Sang anak menjadi pribadi yang berani menentang
hukum-hukum Allah. Ia mengusung nilai-nilai liberalisme yang menghendaki
kebebasan individu dalam segala bidang, sehingga kehidupannya pun jauh dari
nilai-nilai agama. Demikian berlanjut terus ke perjalanan hidupnya di masa
tuanya.
Mengapa kondisinya bisa berakhir seperti itu?
Apakah resikonya kelak di akhirat hanya ditanggung
sendiri oleh anak?
Mari kita bahas.
Mungkin Anda pernah mendengar kisah tentang orangtua yang
sudah divonis masuk surga, tetapi kemudian dibatalkan dalam pengadilan akhirat
hingga akhirnya dia masuk neraka bersama anaknya. Itu terjadi karena anaknya
menggugat orangtuanya yang tidak pernah memperhatikan agamanya sewaktu di
dunia, sementara orangtua sibuk dengan urusannya sendiri.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
…. يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ
نَارًا
“Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
[QS
At-Tahriim: 6]
.Tentang
ayat ini dalam kitab tafsir Ath-Thabari, Qatadah berkata: “Perintahkan mereka
untuk taat kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan laranglah mereka dari perbuatan
maksiat kepada-Nya. Bantulah mereka untuk mengerjakan perintah Allah. Apabila
kamu melihat mereka melakukan kemaksiatan, maka tegurlah!”
Ibnu Jarir
berkata: “Kita wajib untuk mengajarkan anak-anak kita tentang agama Islam, kebaikan
dan adab!”
Dan Ibnu
Umar berkata: “Didiklah anakmu, karena kelak kamu akan ditanya tentang
pendidikan dan pengajaran seperti apa yang telah kamu berikan kepada anakmu.
Anakmu juga akan ditanya tentang bagaimana dia berbakti dan berlaku taat kepadamu.”
Dari
penjelasan para mufassir tersebut, dapat dipahami bahwa ayat ke-6 dari QS
At-Tahriim itu merupakan sebuah perintah tegas kepada seorang Muslim untuk
menjaga keluarganya dari siksa api neraka, yaitu dengan cara memperhatikan
pendidikan agama mereka dan selalu memperhatikan tindak-tanduk mereka. Perintah
adalah kewajiban, maka bila perintah tersebut tidak dipatuhi dengan baik oleh
seorang Muslim, tentu ada konsekuensi yang akan dia dapatkan di akhirat nanti.
Rasulullah
sallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Seorang
laki-laki adalah pemimpin dalam keluarganya, dan dia akan dimintai
pertanggung-jawaban atas apa yang dipimpinnya.”
[HR Bukhari
dan Muslim]
.Hadits ini
juga mengisyaratkan bahwa bila seorang Muslim tidak mendidik anaknya dengan
baik, maka kelak dia akan dimintai pertanggung-jawaban atas tugasnya di dunia
itu, dan tentunya ada konsekuensi yang akan dia dapatkan.
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa
sallam juga bersabda:
“Sesungguhnya
Allah Subhanahu Wa Ta’ala akan mengangkat derajat seorang hamba yang shaleh di
surga. Kelak ia akan berkata, ’’Wahai Rabbku, bagaimana hal ini bisa terjadi
padaku?” Dijawab-Nya, “karena permohonan ampunan anakmu untukmu””
[HR Ibnu
Majah dan Ahmad, dan dishahihkan Ibn Katsir]
.Bila
seorang hamba mendapatkan hasil yang baik (di akhirat) karena dia telah
mendidik anaknya dengan baik sehingga menjadi anak shaleh yang berdo’a
memohonkan ampunan untuknya (hanya do’a anak shaleh yang diterima, saat pintu
amal terputus, saat di alam barzah); maka dapat dipahami secara mafhum mukhalafah
(pengertian terbalik), bahwa seorang hamba juga akan mendapatkan hasil yang
tidak baik (di akhirat) karena lalai dalam memperhatikan dan mendidik anaknya.
Maka berhati-hatilah, bahwa anak bisa menjadi pembatal orangtua masuk surga!
Secara
umum, Parenting adalah upaya terbaik yang ditempuh oleh orangtua dalam mendidik
anak dengan memanfaatkan sumber-sumber yang tersedia dalam keluarga dan
lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri. Untuk masa
anak-anak, pendidikan parenting lebih ditekankan pada proses interaksi
berkelanjutan antara orangtua dan anak yang meliputi aktivitas-aktivitas
seperti: memberi makan (nourishing), memberi petunjuk (guiding), dan melindungi
(protecting) anak-anak ketika mereka tumbuh berkembang.
Sedangkan
parenting untuk usia remaja sebaiknya lebih ditekankan pada proses interaksi
berkelanjutan yang meliputi aktivitas-aktivitas seperti: membekali dengan ilmu
yang bermanfaat (enlightening), memberi petunjuk dan nasehat (coaching +
counseling), dan melindungi (protecting) anak-anak dari serbuan perang
pemikiran atau perang akidah. Ada sebuah petuah bijak:
“You will
be the same person in five years as you are today except for the people you
meet and the books you read.”
[Charlie
“Tremendous” Jones]
.Dengan
demikian, orangtua seharusnya tidak lalai memperhatikan kualitas pergaulan
anaknya, juga peduli dengan buku-buku bacaan anaknya. Tidak dengan kekuatiran
yang berlebihan, namun bersama-sama belajar mengelolanya, agar tidak tumbuh
benih-benih kebencian dalam kehidupan sosial yang majemuk.
Sungguh,
betapa tidak akan ada artinya ketika anak telah berhasil meraih berbagai
prestasi yang membanggakan, namun pondasi dasarnya rapuh. Hal ini bisa menjadi
BOM WAKTU bagi anak di usia dewasanya kelak, yang juga berdampak pada orangtuanya.
Lihatlah
berbagai kasus KKN yang banyak merugikan negara, yang diisi oleh para terdidik.
Lihatlah
kasus perzinaan, perselingkuhan, dan perilaku seksual menyimpang, yang berakhir
rusaknya garis keturunan.
Lihatlah
kasus anak tidak dianggap lagi oleh orangtuanya karena akidahnya telah
digadaikan (murtad).
Lihatlah
episode kehidupan dimana ada anak yang terbelenggu kesibukan duniawi tidak lagi
peduli dengan orangtuanya yang telah berusia senja.
Lihatlah
kasus mereka yang terperosok mengikuti aliran sesat, yang selain menggerogoti
iman juga merongrong finansial serta merusak keutuhan keluarga.
Padahal,
semuanya tampak baik-baik saja pada awalnya. Namun nyatanya, di usia 50 tahun
ke atas diisi dengan gundah gulana, tiada kedamaian hati… akibat kelakuan sang
anak.
Sebelum
semuanya terlambat, pandanglah anak-anak kita hari ini…
… sudahkah
kita memperlakukan anak kita dengan baik?
… sudahkah
kita menginvestasikan waktu yang berkualitas bersama mereka?
… sudahkah
kita mengetahui harapan-harapannya?
… impiannya?
…
keinginannya?
yang
semuanya dibarengi dengan bekal ilmu yang bermanfaat dari orangtuanya?
Mari susun
game plan pertanggung-jawaban terhadap titipan yang telah diamanahkan-Nya
kepada kita.
Di dunia
luar, anak diberikan pendidikan teknis (akademis) untuk masa depannya yang
gemilang. Di dalam rumah, diimbangi dengan pendidikan karakter dari
orangtuanya, karena itu telah menjadi kewajiban atas perintah-Nya. Anak-anak
muslimin yang tidak berkarakter adalah mangsa empuk racun pemikiran.
Wallaahu
a’lam bish-showab
Salam
hangat tetap semangat,
Iwan
Yuliyanto
0 komentar:
Posting Komentar