MENGKHAWATIRKAN GUGURNYA PAHALA AMALAN
Penggugur Pahala Perbuatan Yang Dapat Menghapus Pahala
Perusak Amal Ibadah Menghapus Amal Pahala Yang Diterima Allah
Manakala beramal dengan berbagai jenisnya, seorang Muslim
sangat berharap agar seluruh amalannya diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Hal
ini didorong oleh kesadarannya untuk menjadikan seluruh hidupnya di dunia ini
sebagai kesempatan memperbanyak kebaikan di sisi Allâh Azza wa Jalla.
Namun perlu diketahui, sesungguhnya limpahan pahala yang
Allâh Subhanahu wa Ta’ala janjikan hanyalah akan didapatkan bagi orang yang
melakukan amalan dengan ikhlas dan berharap pahala dari-Nya Subhanahu wa
Ta’ala. Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Sesungguhnya setiap amalan memiliki
motivasi dan tujuan. Sebuah amalan tidaklah terhitung sebagai ketaatan kecuali
jika didasari dengan keimanan, yakni bukan hanya terdorong oleh sekedar
rutinitas (kebiasaan), hawa nafsu, atau mencari pujian semata. Motivasinya
harus iman dan tujuannya adalah menggapai ridha dan pahala dari Allâh Subhanahu
wa Ta’ala. Karenanya, Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyandingkan
keimanan dan harapan pahala dalam banyak hadits…..”.[1]
SEBUAH KEKHAWATIRAN YANG BERALASAN
Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَالَّذِينَ
يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَىٰ رَبِّهِمْ
رَاجِعُونَ
Dan
orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang
takut. (Mereka menyadari bahwa) sesungguhnya mereka akan kembali kepada Rabb
mereka [al-Mukminûn/23:60]
Ketika
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan ayat di atas, ‘Aisyah
Radhiyallahu anhuma bertanya, “Apakah mereka adalah orang-orang yang minum
khamer dan mencuri?” Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak
wahai puteri Abu Bakar ash-Shiddîq. Mereka itu adalah yang melakukan ibadah
shaum, shalat, dan bersedekah, namun mereka takut jika amalan mereka tidak
diterima oleh Allâh Azza wa Jalla . Mereka itu adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam segala kebaikan dan mereka selalu menjadi yang terdepan”.[2]
Ketakutan
mereka bukanlah terhadap janji Allâh Subhanahu wa Ta’ala yang akan melimpahkan
balasan pahala atas kebaikan amal ibadah mereka, tapi rasa kekhawatiran jika
Allâh Azza wa Jalla tidak menerima amal ibadah mereka manakala mereka
melalaikan syarat-syarat yang harus mereka penuhi agar menjadi amal yang
shalih. Mereka mengkhawatirkan gugurnya pahala amal mereka. Dan hal ini
merupakan bagian dari kesempurnaan iman yang mereka miliki. Allâh Subhanahu wa
Ta’ala berfirman:
فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ
اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْخَاسِرُونَ
Maka
tidaklah merasa aman dari ancaman adzab Allâh melainkan orang-orang yang merugi
[al-A`râf/7:99]
PENGGUGUR
AMALAN, PENGHAPUS PAHALA
Penggugur
pahala amalan yang dimaksud dalam pembahasan tema ini berlandaskan pandangan
Ahlus Sunnah wal Jama`ah. Bahwa penggugur hakiki yang dapat menghapus seluruh
bagian iman dan amalan adalah yang disebabkan oleh kekafiran, kesyirikan,
kemurtadan dan kemunafikan. Adapun penggugur yang dapat membatalkan sebagian
amalan oleh sebab kemaksiatan, atau berkurangnya balasan pahala, atau
tertundanya manfaat baik sebuah amalan pada waktu yang dibutuhkan adalah
penggugur yang bersifat relatif dan tidak sampai berakibat mengugurkan dasar
keimanan.[3]
Berikut ini
adalah penggugur-penggugur amalan, di antaranya:
1. Syirik
Dan Riddah (Kemurtadan).
Keduanya
jelas menjadi penghalang diterimanya sebuah amalan di hadapan Allah Azza wa
Jalla , sebaik dan seindah apapun amalan itu, karena Allah Azza wa Jalla
membenci syirik dan kemurtadan serta tidak menerima segala jenis kebaikan
apapun dari mereka manakala mereka mati dalam kondisi demikian.
Tentang
syirik, Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ
وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ
وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
Dan
sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau -wahai Muhammad – dan kepada
(nabi-nabi) yang sebelum engkau: “Jika kamu berbuat syirik (kepada Allah ),
niscaya akan gugur terhapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi [az-Zumar/39:65][4]
Dan tentang
bahaya kemurtadan, Allâh Azza wa Jalla berfirman:
وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ
عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي
الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا
خَالِدُونَ
Barangsiapa
yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka
mereka itulah yang gugur sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka
itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya [al-Baqarah/2:217] [5]
2. Riya’
Yaitu
seseorang beramal dan memperlihatkan amalannya kepada manusia, mengharapkan
suatu kebaikan duniawi bagi dirinya ketika mereka melihatnya. Riya’ tergolong
syirik kecil yang memiliki beragam jenis dan bentuknya. Banyak sekali hadits
yang menyatakan kekhawatiran Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap
riya’ yang akan dialami oleh umatnya.
Ma`qil bin
Yasâr menuturkan sebuah kisah, “Aku pernah bersama Abu Bakar ash-Shidiq
Radhiyallahu anhu pergi menuju Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata “Wahai Abu Bakar, pada kalian ada syirik
yang lebih tersembunyi daripada langkah seekor semut”. Abu Bakar bertanya,
“Bukankah syirik adalah seseorang telah menjadikan selain Allâh sebagai sekutu
bagi-Nya?”… Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Demi Allâh,
Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya Subhanahu wa Ta’ala, syirik (kecil) lebih tersembunyi
daripada langkah seekor semut. Maukah engkau aku tunjukkan sesuatu (doa) yang
jika engkau mengucapkannya, maka akan lenyaplah (syirik tersembunyi itu) baik
sedikit maupun banyak? Ucapkanlah:
الَلَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ
بِكَ أَنْ أُشْرِكَ بِكَ وَأَنَا أَعْلَمُ، وَأَسْتَغْفِرُكَ لِمَا لَا أَعْلَمُ
(Ya Allâh,
sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari perbuatan kesyirikan terhadap-Mu
dalam keadaan aku mengetahuinya, dan aku memohon ampun kepada-Mu dari apapun
yang aku tidak mengetahuinya)[6]
3.
Mendatangi Dukun, Peramal Dan Sejenisnya.
Mempercayai
omong kosong, penipuan dan kedustaan dukun dan paranormal termasuk penyakit
yang menjangkiti sebagian masyarakat. Dengan adanya kemajuan teknologi,
seseorang tanpa sadar telah mendatangi atau membenarkan dukun (paranormal)
meski tidak mendatangi tempat praktek manusia-manusia itu. Pasalnya, berbagai
media massa sering kali menyediakan produk-produk mereka (para dukun) seperti
zodiak (ramalan bintang), primbon biro jodoh, ramalan pekerjaan dan keberuntungan,
transfer kekuatan jarak jauh dan penglaris dagangan, serta produk perdukunan
lainnya. Allâh Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa
sallamtelah mengecam siapapun yang mempercayai mereka dengan ancaman kekufuran,
atau dengan gugurnya pahala shalat akibat menanyakan sesuatu kepada mereka
sekalipun tidak mempercayainya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا أَوْ
كَاهِنًا فَصَدّقَهُ بِمَا يَقُوْلُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
Barangsiapa
mendatangi peramal atau dukun dan mempercayai ucapannya, maka sungguh dia telah
kufur terhadap (syariat) yang diturunkan kepada Muhammad [7]
Dalam
lafazh lain, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ أَتَى عَرَّافًا
فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِيْنَ لَيْلَةً
Barangsiapa
mendatangi peramal, kemudian dia bertanya kepadanya tentang sesuatu maka
tidaklah diterima shalatnya sepanjang empat puluh hari [8]
4. Durhaka
Terhadap Kedua Orang Tua, Mengungkit-Ungkit Sedekah Yang Diberikan, Mendustakan
Takdir.
Pelaku tiga
perbuatan ini diancam dengan gugurnya pahala amalan yang mereka kerjakan.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللهُ
مِنْهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا : عَاقٌّ، وَمَنَّانٌ،
وَمُكَذِّبٌ بِالْقَدَرِ
Ada tiga
golongan manusia yang Allâh tidak akan menerima dari mereka amalan wajib
(fardhu), dan tidak pula amalan sunnat (nafilah) mereka pada hari Kiamat kelak;
seorang yang durhaka kepada orang tuanya, seorang yang menyebut-nyebut sedekah
pemberiannya, dan seorang yang mendustakan takdir [9]
5.
Bergembira Atas Terbunuhnya Seorang Mukmin
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa membunuh seorang Mukmin
dan berharap pembunuhannya, maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak akan menerima
darinya amalan wajib (fardhu) maupun amalan sunnat (nafilah)”.[10]
6. Mengakui
Selain Ayahnya Sebagai Orang Tuanya
Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa mengakui selain ayahnya
(sebagai orang tua nasabnya), atau mengakui selain tuannya sebagai majikan
pemiliknya karena membencinya, maka baginya laknat Allâh Subhanahu wa Ta’ala,
laknat para malaikat dan seluruh manusia, serta Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak
akan menerima amalan wajib maupun sunnahnya”.[11]
7.
Melanggar Batasan-Batasan Keharaman Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Saat Sendirian
Hal ini
mungkin salah satu di antara yang dilalaikan atau bahkan diabaikan oleh banyak
di kalangan kaum Muslimin. Mungkin karena mereka belum tahu atau tidak mau tahu.
Padahal berdampak pada gugurnya pahala amalan. Sudah seharusnya kita waspada
terhadapnya.
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh aku mengetahui banyak di
kalangan umatku yang akan datang pada hari Kiamat nanti dengan berbekal kebaikan
sebanyak gunung-gunung Tihâmah, namun Allâh menjadikannya bagaikan debu yang
beterbangan”. Tsauban bertanya, “Wahai Rasûlullâh,, tunjukkan kepada kami sifat
mereka”! Jelaskan kepada kami siapa mereka, agar kami tidak menjadi seperti
mereka tanpa kami sadari”. Lantas Rasûlullâh menjawab, “Sesungguhnya mereka
adalah saudara-saudara kalian, dari jenis kalian, mereka melakukan shalat
tahajud sebagaimana yang kalian lakukan, namun mereka adalah orang-orang yang
apabila berada dalam kesendirian, mereka melanggar batasan keharaman-keharaman
Allâh (berbuat maksiat, red) [12].
8.
Bersumpah Dengan Nama Allâh Subhanahu Wa Ta’ala Dan Bersaksi Bahwa Allâh
Subhanahu Wa Ta’ala Tidak Akan Mengampuni Seseorang.
Ketahuilah
bahwa rahmat Allâh Azza wa Jalla sangat luas, menaungi siapapun yang Dia
Subhanahu wa Ta’ala kehendaki. Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha mengampuni dosa
apapun selain syirik, sebagai gambaran betapa besar kebaikan dan limpahan
karunia dari-Nya Subhanahu wa Ta’ala. Maka, seseorang tidak berhak menghalang-halanginya
dari siapapun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya
ada seseorang yang berkata “Demi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Allah Subhanahu wa
Ta’ala tidak mengampuni si Fulan”. Padahal Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“Siapakah orangnya yang telah bersumpah atas nama-Ku (dan bersaksi) bahwa Aku
tidak memberikan ampunan kepada si Fulan?!.. Sungguh Aku telah ampuni si Fulan
itu dan Aku gugurkan amalmu”.[13]
Orang yang
melakukan hal tersebut telah menyebabkan orang lain berputus asa dari rahmat
Allâh Subhanahu wa Ta’ala, dan semakin menjadikannya tenggelam dalam
kemaksiatan. Maka, seorang yang menjadi penyebab tertutupnya pintu kebaikan dan
terbukanya pintu keburukan berhak untuk digugurkan pahala amalannya oleh Allah
Subhanahu wa Ta’ala , sebagai balasan yang setimpal.
9.
Meninggalkan Shalat Ashar
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa meninggalkan shalat Ashar,
maka telah gugur amalnya”.[14]
Hadits ini
memperingatkan kita agar selalu menjaga shalat lima waktu, khususnya shalat
Ashar.
10. Pecandu
Khamer (Minuman Keras).
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa minum khamer, tidak
diterima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa
Ta’ala akan mengampuninya. Jika dia mengulanginya, tidaklah diterima shalatnya
empat puluh hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan
mengampuninya. Jika dia mengulanginya tidaklah diterima shalatnya empat puluh
hari, jika dia bertaubat maka Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan mengampuninya.
Jika dia mengulangi lagi ke empat kalinya tidaklah Allâh Subhanahu wa Ta’ala
menerima shalatnya empat puluh hari, jika dia bertaubat Allâh Subhanahu wa
Ta’ala tidak menerima taubatnya, dan kelak Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan
memberikannya minum dari sungai khabal”. Wahai Abu ‘Abdirrahmân, apa itu sungai
khabal? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sungai (berisi) nanah
penduduk neraka”.[15]
11.
Kedurhakaan Isteri Kepada Suaminya
Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ada tiga golongan manusia, shalat
mereka tidak melampaui telinga mereka; budak yang kabur dari majikannya sampai
dia kembali, seorang isteri yang melewati malam hari dalam keadaan suaminya
murka kepadanya, seorang imam bagi sekelompok kaum padahal mereka
membencinya”.[16]
Semoga
Allâh Azza wa Jalla senantiasa menggugah hati kita untuk mewaspadai segala hal
yang akan menggugurkan amalan kita atau mengurangi keberkahannya.
[Disalin
dari majalah As-Sunnah Edisi 06/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183
Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Syaikh Salîm bin Id al-Hilâli
menukilnya dari kitab ar-Risâlah at-Tabûkiyyah karya Ibnu Qayyim al-Jauziyyah
dan mencantumkannya dalam kitab beliau Mubthilâtul A`mâl hlm. 7-8
[2]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no:
3175, Shahîh Sunan Ibnu Mâjah no: 4198
[3]. Lihat Mubthilâtul A`mâl hlm.
15-16
[4]. Lihat juga QS. al-An’âm/6: 88,
at-Taubah/8:17
[5]. Lihat juga QS. al-A`râf : 147,
Al-Mâidah : 5
[6]. HR. al-Bukhâri dalam al-Adabul
-Mufrad (takhrij Imam al-Albâni no: 716)
[7]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh
al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 5939
[8]. HR. Muslim no: 5782
[9]. Hadits ini hasan,. Lihat Shahîh
al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 3065
[10]. Shahîh Sunan Abu Dâwud no: 4270
[11]. Hadits shahîh. Lihat Shahîh
al-Jâmi` ash-Shaghîr no: 1794
[12]. Shahîh Sunan Ibnu Majah no: 4245
[13]. HR. Muslim no: 6624
[14]. HR. al-Bukhâri no: 553
[15]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no:
1862
[16]. Shahîh Sunan at-Tirmidzi no: 360
Oleh
Ustadz Rizal Yuliar, Lc
0 komentar:
Posting Komentar