Adzab Mengerikan Bagi Orang Yang Melecehkan Ajaran Nabi
Siksa Orang Yg Menghina Islam Nabi Ulama Ganjaran Yang
Menghina Sunnah Nabi Muhammad Ajaran Rasulullah Tentang Mempesrsiapkan Akhirat
Hukum Nya Mengolok Seseorang Meskipun Itu Nyata Dalam Islam Apa Hukumnya Yg
Melecehkan Sunah Nabi Saw
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan
salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
Berikut adalah penjelasan tentang pentingnya mengagungkan
ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan beberapa kisah yang menunjukkan
siksaan mengerikan bagi orang yang menghina dan melecehkan ajaran Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Semoga bermanfaat.
Marilah Mengagungkan Ajaran Nabi
Kita dapat melihat dalam beberapa ayat telah dijelaskan
mengenai pentingnya menaati dan mengagungkan ajaran (petunjuk) beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam serta bahaya meninggalkannya. Di antaranya, Allah
Ta’ala berfirman,
مَنْ
يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ
“Barang
siapa yang menaati Rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah.” (QS. An Nisa’
4: 80)
فَلْيَحْذَرِ الَّذِينَ
يُخَالِفُونَ عَنْ أَمْرِهِ أَنْ تُصِيبَهُمْ فِتْنَةٌ أَوْ يُصِيبَهُمْ عَذَابٌ
أَلِيمٌ
“Maka
hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya takut akan ditimpa cobaan atau
ditimpa azab yang pedih.” (QS. An Nur 24: 63)
وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا
وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan jika
kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban
rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS. An Nur 24:
54)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آَمَنُوا لَا تُقَدِّمُوا بَيْنَ يَدَيِ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ (1) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا
تَرْفَعُوا أَصْوَاتَكُمْ فَوْقَ صَوْتِ النَّبِيِّ وَلَا تَجْهَرُوا لَهُ
بِالْقَوْلِ كَجَهْرِ بَعْضِكُمْ لِبَعْضٍ أَنْ تَحْبَطَ أَعْمَالُكُمْ وَأَنْتُمْ
لَا تَشْعُرُونَ (2)
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasulnya dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu
melebihi suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang
keras, sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain,
supaya tidak hapus (pahala) amalanmu , sedangkan kamu tidak menyadari.” (QS. Al
Hujuraat 49: 2). Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Ini adalah adab yang
Allah perintahkan kepada hamba-Nya yang beriman ketika berinteraksi dengan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu hendaklah mereka menghormati dan
mengagungkannya.”
Hal ini
juga dapat dilihat dalam hadits Al ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu
seolah-olah inilah nasehat terakhir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati para sahabat radhiyallahu ‘anhum,
« فَعَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِى وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ عَضُّوا
عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ »
“Berpegang
teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafa’ur rosyidin yang mendapatkan
petunjuk (dalam ilmu dan amal). Pegang teguhlah sunnah tersebut dengan gigi
geraham kalian.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban. At
Tirmidizi mengatakan hadits ini hasan shohih. Syaikh Al Albani mengatakan
hadits ini shohih. Lihat Shohih At Targhib wa At Tarhib no. 37)
Salah
seorang khulafa’ur rosyidin dan manusia terbaik setelah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, Abu Bakar Ash Shiddiq radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
لَسْتُ تَارِكًا شَيْئًا
كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ يَعْمَلُ بِهِ إِلَّا
عَمِلْتُ بِهِ إِنِّي أَخْشَى إِنْ تَرَكْتُ شَيْئًا مِنْ أَمْرِهِ أَنْ أَزِيْغَ
“Aku
tidaklah biarkan satupun yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam amalkan
kecuali aku mengamalkannya karena aku takut jika meninggalkannya sedikit saja,
aku akan menyimpang.” (Lihat Shohih wa Dho’if Sunan Abi Daud, Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa atsar ini shohih)
Ibnu
Baththoh dalam Al Ibanah, 1/246, mengomentari perkataan Abu Bakar di atas,
beliau rahimahullah mengatakan, “Inilah, wahai saudaraku! Orang yang paling
shiddiq (paling jujur) seperti ini saja masih merasa takut dirinya akan
menyimpang jika dia menyelisihi sedikit saja dari perintah Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam. Bagaimana lagi dengan orang yang mengejek Nabi dan
perintahnya (ajarannya), membanggakan diri dengan menyelisihinya, mencemooh
petunjuknya (ajarannya). -Kita memohon kepada Allah agar terjaga dari kesalahan
dan agar terselamatkan dari amal yang jelek-
Imam
Syafi’iy rahimahullah mengatakan, “Kaum muslimin telah sepakat bahwa siapa saja
yang telah jelas baginya sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak
halal baginya untuk meninggalkannya karena perkataan yang lainnya.”
Imam Ahmad
rahimahullah mengatakan, “Barang siapa menolak hadits Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, maka dia telah berada dalam jurang kebinasaan.”
Imam Malik
bin Anas rahimahullah mengatakan, “Sunnah (petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam) adalah perahu/kapal Nabi Nuh. Siapa saja yang menaikinya (melaksanakan
petunjuk Nabi) pasti akan selamat, sedangkan yang menyelisihinya pasti akan
tenggelam.” (Dinukil dari Ta’zhimus Sunnah, hal. 13-17, Abdul Qoyyum As
Sahyabaniy)
Dari ayat,
hadits, dan perkataan para ulama di atas, nampak jelas bahwa seorang muslim
hendaknya selalu mengagungkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
menaatinya dan mengikutinya. Itulah sikap seorang muslim yang benar, bukan
malah mengejek dan mengolok-olok orang yang berpegang teguh dengan agama ini.
Seharusnya seorang muslim mencela orang yang tidak shalat, mencela wanita-wanita
yang tidak memakai jilbab atau yang memakai jilbab tetapi cuma sekedar
aksesoris dan bukan menutupi aurat yang wajib ditutupi. Kenapa kaum muslimin
malah sebaliknya? Kenapa malah mencela orang yang seharusnya tidak dicela? Ini
adalah suatu pencelaan yang tidak adil.
Kisah-Kisah
Orang yang Meremehkan Ajaran Nabi
Berikut
kami akan membawakan kisah-kisah orang yang meremehkan atau tidak mau
mengindahkan ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan akibat yang mereka
peroleh di dunia. Sebagian kisah ini diperoleh dari Sunan Ad Darimi pada Bab
‘Disegerakannya hukuman di dunia bagi orang yang meremehkan perkataan Nabi dan
tidak mengagungkannya’.
Kisah
Pertama: Kerabat dekat tidak mau diajak bicara lagi karena meremehkan hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang khodzaf
Dari Sa’id
bin Jubair dari Abdullah bin Mughoffal, beliau mengatakan bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang khodzaf Beliau shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan,
« إِنَّهَا لاَ
تَصْطَادُ صَيْداً وَلاَ تَنْكِى عَدُوًّا، وَلَكِنَّهَا تَكْسِرُ السِّنَّ
وَتَفْقَأُ الْعَيْنَ »
“Binatang
buruan itu tidak bisa ditangkap dengan khodzaf dan tidak bisa digunakan untuk
memerangi musuh. Khodzaf itu hanya mematahkan gigi dan mencungkil mata.”
Kemudian
seseorang -yang masih ada hubungan keluarga dengan Sa’id- mengambil sesuatu di
tanah. Lalu dia berkata, “Lihatlah ini. Tahukah yang akan diperbuat?” Kemudian
Sa’id mengatakan, “Bukankah aku telah memberitahukan kepadamu hadits Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu engkau menganggap remeh? Sungguh, aku tidak
akan berbicara kepadamu selamanya.”
Husain
Salim Asad mengatakan bahwa hadits ini juga terdapat dalam shohih
Bukhari-Muslim dan sanadnya shohih.
Kisah
Kedua: Tidak mau diajak bicara lagi karena meremehkan hadits Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam
Dari
Qotadah, beliau berkata bahwa Ibnu Sirin mengatakan kepada seseorang sebuah
hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia mengatakan, “Akan
tetapi si A mengatakan demikian dan demikian.” Lalu Ibnu Sirin mengatakan,
“Saya mengatakan kepadamu hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu kamu
malah berkata si A mengatakan demikian dan demikian? Aku tidak akan berbicara
kepadamu selamanya.”
Husain
Salim Asad mengatakan bahwa jalur dari Sa’id bin Basyir, itu sanadnya
berderajat hasan.
Kisah
Ketiga: Tertimpa kecelakaan karena tidak mau menghiraukan hadits Nabi yang
melarang keluar masjid setelah adzan
Abdurrahman
bin Harmalah mengatakan, “Seorang laki-laki datang menemui Sa’id bin Al
Musayyib untuk menitipkan sesuatu karena mau berangkat haji dan umroh. Lalu
Sa’id mengatakan kepadanya, “Janganlah pergi, hendaklah kamu shalat terlebih
dahulu karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
« لاَ يَخْرُجُ
بَعْدَ النِّدَاءِ مِنَ الْمَسْجِدِ إِلاَّ مُنَافِقٌ إِلاَّ رَجُلٌ أَخْرَجَتْهُ
حَاجَتُهُ وَهُوَ يُرِيدُ الرَّجْعَةَ إِلَى الْمَسْجِدِ »
“Tidaklah
keluar dari masjid setelah adzan kecuali orang munafik atau orang yang ada
keperluan dan ingin kembali lagi ke masjid.”
Lalu orang
ini mengatakan, “(Tetapi) teman-temanku sedang menunggu di Al Harroh.” Lalu dia
keluar (dari masjid). Belum lagi Sa’id menyayangkan kepergiannya, tiba-tiba
dikabarkan orang ini telah jatuh dari kendaraannya sehingga pahanya patah.”
Husain
Salim Asad mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan.
Tambahan
kisah berikut, kami peroleh dari sumber rujukan lainnya.
Kisah
Keempat: Diperintahkan makan dengan tangan kanan namun enggan
Terdapat
sebuah riwayat yang diriwayatkan oleh Muslim.
عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ
عَمَّارٍ حَدَّثَنِى إِيَاسُ بْنُ سَلَمَةَ بْنِ الأَكْوَعِ أَنَّ أَبَاهُ
حَدَّثَهُ أَنَّ رَجُلاً أَكَلَ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم-
بِشِمَالِهِ فَقَالَ « كُلْ بِيَمِينِكَ ». قَالَ لاَ أَسْتَطِيعُ قَالَ « لاَ
اسْتَطَعْتَ ». مَا مَنَعَهُ إِلاَّ الْكِبْرُ. قَالَ فَمَا رَفَعَهَا إِلَى فِيهِ
Dari
Ikrimah bin ‘Ammar, (beliau berkata) Iyas bin Salamah bin Al Akwa’ telah
berkata bahwa ayahnya mengatakan kepadanya (yaitu) ada seorang laki-laki makan
dengan tangan kirinya di dekat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Makanlah dengan tangan
kananmu.” Lalu dia mengatakan, “Aku tidak mampu.” Maka beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata, “Engkau memang tidak akan mampu”. Tidak ada yang
menghalanginya untuk menaati Nabi kecuali rasa sombong. Akhirnya, dia tidak
bisa lagi mengangkat tangan kanannya ke mulut. (HR. Muslim no. 5387)
An Nawawi
dalam Syarh Shohih Muslim mengatakan, “Perkataan ‘Tidaklah ada yang
menghalanginya kecuali rasa sombong’, ini bukan berarti dia adalah munafik.
Karena semata-mata ada rasa sombong dan menyelisihi Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, tidaklah mengharuskan adanya nifak dan kekufuran dalam diri seseorang.
Akan tetapi perbuatan ini adalah maksiat, mengingat perintah itu adalah
perintah yang harus diperhatikan.”
Kisah
Kelima: Menganggap remeh sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika
bangun tidur di malam hari
Abu
Abdillah Muhammad bin Isma’il At Taimiy -dalam penjelasan beliau terhadap
shohih Muslim- berkata, “Aku telah membaca di sebagian kisah (hikayat) mengenai
sebagian ahli bid’ah ketika mendengar hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam,
إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ
مِنْ نَوْمِهِ فَلاَ يَغْمِسْ يَدَهُ فِى الإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلاَثًا
فَإِنَّهُ لاَ يَدْرِى أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ
“Jika salah
seorang di antara kalian bangun tidur, maka janganlah dia mencelupkan tangannya
di dalam bejana sampai dia mencucinya tiga kali terlebih dahulu, karena dia
tidak tahu di manakah tangannya bermalam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam
rangka mengejek, ahli bid’ah ini berkata, “Ya, saya tahu ke mana tangan saya
bermalam di ranjang!!” Lalu tiba-tiba pada saat pagi, dia dapati tangannya
berada dalam dubur sampai pergelangan tangan.
At Taimiy
berkata, “Oleh karena itu hendaklah seseorang berhati-hati untuk meremehkan
sunnah (petunjuk) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kondisi-kondisi yang
menuntut diam. Lihatlah apa yang terjadi pada orang ini karena akibat dari
perbuatannya.” (Bustanul ‘Arifin li An Nawawi. Dinukil dari Ta’zimus Sunnah,
hal. 19-20, Darul Qosim)
Semoga
pembahasan ini semakin membuat kita mengagungkan ajaran Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dan berhati-hati dengan lisan agar tidak sampai melecehkan
satu pun ajarannya seperti cadar, celana di atas mata kaki, dan jenggot.
Mengenai pembahasan cadar dan jenggot sebagiannya sudah kami bahas di web ini.
Semoga
bermanfaat bagi kaum muslimin.
Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar