13 Kedudukan Shalat dalam Islam
Shalat itu memiliki kedudukan yang mulia. Dalil-dalil
yang diutarakan kali ini sudah menunjukkan kedudukan dan muliannya ibadah
shalat.
1- Shalat adalah tiang Islam. Islam seseorang tidaklah
tegak kecuali dengan shalat.
Dalam hadits Mu’adz disebutkan,
رَأْسُ
الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ
“Pokok
perkara adalah Islam, tiangnya adalah shalat, dan puncak perkaranya adalah
jihad” (HR. Tirmidzi no. 2616. Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan
shahih. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Yang namanya
tiang suatu bangunan jika ambruk, maka ambruk pula bangunan tersebut. Sama
halnya pula dengan bangunan Islam.
2- Shalat
adalah amalan yang pertama kali akan dihisab. Amalan seseorang bisa dinilai
baik buruknya dinilai dari shalatnya.
Dari Abu
Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
” إِنَّ أَوَّلَ مَا
يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ فَإِنْ
صَلَحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسَرَ
فَإِنِ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيْضَتِهِ شَيْءٌ قَالَ الرَّبُّ تَبَارَكَ وَتَعَالَى :
انَظَرُوْا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ ؟ فَيُكْمَلُ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ
الفَرِيْضَةِ ثُمَّ يَكُوْنُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَى ذَلِكَ ” . وَفِي رِوَايَةٍ :
” ثُمَّ الزَّكَاةُ مِثْلُ ذَلِكَ ثُمَّ تُؤْخَذُ الأَعْمَالُ حَسَبَ ذَلِكَ ” .
“Sesungguhnya
amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari kiamat adalah shalatnya.
Apabila shalatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan.
Apabila shalatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang
dari shalat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala
mengatakan, ’Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan shalat
sunnah?’ Maka shalat sunnah tersebut akan menyempurnakan shalat wajibnya yang
kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.”
Dalam
riwayat lainnya, ”Kemudian zakat akan (diperhitungkan) seperti itu. Kemudian
amalan lainnya akan dihisab seperti itu pula.” (HR. Abu Daud no. 864, Ahmad 2:
425, Hakim 1: 262, Baihaqi, 2: 386. Al Hakim mengatakan bahwa sanad hadits ini
shahih dan tidak dikeluarkan oleh Bukhari dan Muslim, penilaian shahih ini
disepakati oleh Adz Dzahabi)
3- Perkara
terakhir yang hilang dari manusia adalah shalat.
Dari Abu
Umamah Al Bahili, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لَيُنْقَضَنَّ عُرَى
الإِسْلاَمِ عُرْوَةً عُرْوَةً فَكُلَّمَا انْتَقَضَتْ عُرْوَةٌ تَشَبَّثَ
النَّاسُ بِالَّتِى تَلِيهَا وَأَوَّلُهُنَّ نَقْضاً الْحُكْمُ وَآخِرُهُنَّ
الصَّلاَةُ
“Tali
ikatan Islam akan putus seutas demi seutas. Setiap kali terputus, manusia
bergantung pada tali berikutnya. Yang paling awal terputus adalah hukumnya, dan
yang terakhir adalah shalat.” (HR. Ahmad 5: 251. Syaikh Syu’aib Al Arnauth
mengatakan bahwa sanad hadits ini jayyid)
Hadits ini
jelas menyatakan bahwa ketika tali Islam yang pertama sudah putus dalam diri
seseorang, yaitu ia tidak berhukum pada hukum Islam, ia masih bisa disebut
Islam. Di sini Nabi tidak mengatakan bahwa ketika tali pertama putus, maka
kafirlah ia. Bahkan masih ada tali-tali yang lain hingga yang terakhir adalah
shalatnya.
Dari Zaid
bin Tsabit, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَوَّلُ مَا يَرْفَعُ مِنَ
النَّاسِ الأَمَانَةُ وَ آخِرُ مَا يَبْقَى مِنْ دِيْنِهِمْ الصَّلاَةُ
“Yang
pertama kali diangkat dari diri seseorang adalah amanat dan yang terakhir
tersisa adalah shalat.” (HR. Al Hakim At Tirmidzi dan disebutkan oleh Syaikh Al
Albani dalam Shahih Al Jami’, 2: 353).
4- Shalat
adalah akhir wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ummu
Salamah radhiyallahu ‘anha mengatakan bahwa di antara wasiat terakhir
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
الصَّلاَةَ الصَّلاَةَ وَمَا
مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ
“Jagalah
shalat, jagalah shalat dan budak-budak kalian” (HR. Ahmad 6: 290. Syaikh
Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih dilihat dari jalur
lainnya).
5- Allah
memuji orang yang mengerjakan shalat.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ
إِسْمَاعِيلَ إِنَّهُ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ رَسُولًا نَبِيًّا (54)
وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِنْدَ رَبِّهِ
مَرْضِيًّا (55)
“Dan
ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka) kisah Ismail (yang tersebut) di dalam
Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya, dan dia adalah
seorang rasul dan nabi. Dan ia menyuruh keluarganya untuk shalat dan menunaikan
zakat, dan ia adalah seorang yang diridhai di sisi Rabbnya. ” (QS. Maryam:
54-55).
6- Allah
mencela orang yang melalaikan dan malas-malasan dalam menunaikan shalat.
Allah
“Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (QS.
Maryam: 59).
Dalam ayat
lain disebutkan,
إِنَّ الْمُنَافِقِينَ
يُخَادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُوا إِلَى الصَّلَاةِ
قَامُوا كُسَالَى يُرَاءُونَ النَّاسَ وَلَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا
“Sesungguhnya
orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka.
Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka
bermaksud riya (dengan shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut
Allah kecuali sedikit sekali.” (QS. An Nisa’: 142).
7- Rukun
Islam yang paling utama setelah dua kalimat syahadat adalah shalat.
Dari
‘Abdullah bin ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
بُنِىَ الإِسْلاَمُ عَلَى
خَمْسٍ شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam
dibangun atas lima perkara, yaitu : (1) bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang benar untuk diibadahi kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah
utusan-Nya, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) naik haji ke
Baitullah (bagi yang mampu, -pen), (5) berpuasa di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 8 dan Muslim no. 16)
8- Shalat
diwajibkan tanpa perantara Jibril ‘alaihis salam. Tetapi Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam sendiri yang langsung mendapatkan perintah shalat ketika
beliau melakukan Isra’ dan Mi’raj.
9- Awalnya
shalat diwajibkan sebanyak 50 shalat. Ini menunjukkan bahwa Allah amat menyukai
ibadah shalat tersebut. Kemudian Allah memperingan bagi hamba-Nya hingga
menjadi 5 waktu dalam sehari semalam. Akan tetapi, tetap saja shalat tersebut
dihitung dalam timbangan sebanyak 50 shalat, walaupun dalam amalan hanyalah 5
waktu. Ini sudah menunjukkan mulianya kedudukan shalat.
10- Allah
membuka amalan seorang muslim dengan shalat dan mengakhirinya pula dengan
shalat. Ini juga yang menunjukkan ditekankannya amalan shalat.
Allah
Ta’ala berfirman,
قَدْ
أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ (1) الَّذِينَ هُمْ فِي صَلَاتِهِمْ خَاشِعُونَ (2)
وَالَّذِينَ هُمْ عَنِ اللَّغْوِ مُعْرِضُونَ (3) وَالَّذِينَ هُمْ لِلزَّكَاةِ
فَاعِلُونَ (4) وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (5) إِلَّا عَلَى
أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (6)
فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (7) وَالَّذِينَ
هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ (8) وَالَّذِينَ هُمْ عَلَى
صَلَوَاتِهِمْ يُحَافِظُونَ (9)
“Sesungguhnya
beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam
shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan)
yang tiada berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat, dan orang-orang yang
menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang
mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada terceIa.
Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang
melampaui batas. Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang
dipikulnya) dan janjinya. Dan orang-orang yang memelihara shalatnya.” (QS. Al
Mu’minun: 1-9).
11- Allah
memerintahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan umatnya
untuk memerintahkan keluarga mereka supaya menunaikan shalat.
Allah
Ta’ala berfirman,
وَأْمُرْ
أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ
نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى
“Dan
perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam
mengerjakannya. Kami tidak meminta rezki kepadamu, Kamilah yang memberi rezki
kepadamu. Dan akibat (yang baik) itu adalah bagi orang yang bertakwa.” (QS.
Thaha: 132).
12-
Semenjak anak-anak sudah diperintahkan shalat dan boleh dipukul jika tidak
shalat pada waktu berumur 10 tahun. Perintah shalat ini tidak ditemukan pada
amalan lainnya, sekaligus hal ini menunjukkan mulianya ibadah shalat.
Dari Amr
bin Syu’aib, dari bapaknya dari kakeknya radhiyallahu ‘anhu, beliau
meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مُرُوا
أَوْلاَدَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِينَ وَاضْرِبُوهُمْ
عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِينَ وَفَرِّقُوا بَيْنَهُمْ فِى
الْمَضَاجِعِ
“Perintahkan
anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat ketika mereka berumur 7 tahun. Pukul
mereka jika tidak mengerjakannya ketika mereka berumur 10 tahun. Pisahkanlah
tempat-tempat tidur mereka“. (HR. Abu Daud no. 495. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini shahih).
13- Siapa
yang tertidur atau lupa dari shalat, maka hendaklah ia mengqodhonya. Ini sudah
menunjukkan kemuliaan shalat lima waktu karena mesti diganti.
Dari Anas
bin Malik, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً
فَلْيُصَلِّ إِذَا ذَكَرَهَا ، لاَ كَفَّارَةَ لَهَا إِلاَّ ذَلِكَ
“Barangsiapa
yang lupa shalat, hendaklah ia shalat ketika ia ingat. Tidak ada kewajiban
baginya selain itu.” (HR. Bukhari no. 597 dan Muslim no. 684).
Dalam
riwayat Muslim disebutkan,
مَنْ نَسِىَ صَلاَةً أَوْ
نَامَ عَنْهَا فَكَفَّارَتُهَا أَنْ يُصَلِّيَهَا إِذَا ذَكَرَهَا
“Barangsiapa
yang lupa shalat atau tertidur, maka tebusannya adalah ia shalat ketika ia
ingat.” (HR. Muslim no. 684). Dimisalkan dengan orang yang tertidur adalah
orang yang pingsan selamat tiga hari atau kurang dari itu, maka ia mesti
mengqodho shalatnya. Namun jika sudah lebih dari tiga hari, maka tidak ada
qodho karena sudah semisal dengan orang gila. Baca artikel Rumaysho.Com: Shalat
bagi Orang yang Pingsan.
Hanya Allah
yang memberi taufik.
Referensi:
Shalatul
Mu’min, Syaikh Dr. Sa’id bin ‘Abi Wahf Al Qohthoni, terbitan Maktabah Malik
Fahd, cetakan ketiga, tahun 1431 H.
—
Oleh Akhukum fillah: Muhammad Abduh Tuasikal
0 komentar:
Posting Komentar